Posts

Showing posts from October, 2017

Mengenal Sosok Ki Bagus Hadikusumo

Image
Mengenal Sosok Ki Bagus Hadikusumo  Bulan ketiga pendudukan di Indonesia, balatentara Jepang makin menunjukkan watak fasismenya. Selain mengharuskan rakyat Indonesia melakukan senam pagi (taiso) dan menyanyikan lagu kebangsaan Kimigayo, warga muslim sangat risih membungkukkan badan ke arah matahari terbit (seikirei).  Dalam buku  1 Abad Muhammadiyah: Gagasan Pembaruan Sosial Keagamaan (2012) , pihak Muhammadiyah mencatat : “... rakyat Indonesia melakukan protes atas aturan tersebut. Bagi Muhammadiyah, umat Islam tidak dibenarkan mengadakan penghormatan yang demikian itu walau kepada raja sekalipun.”  Dan salah satu penentangnya adalah Ki Bagus Hadikusumo, Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah (1944-1953).  “Dalam menjalankan tugasnya memimpin Muhammadiyah, ia didampingi oleh Haji Ahmad Badawi,” tulis Nasruddin Anshory dalam  Matahari Pembaruan: rekam jejak K.H. Ahmad Dahlan (2010).  Ki Bagus menggantikan Haji Mas Mansur yang menjadi salah satu pimpinan Poesat Tenaga

ANDJING NICA – Antek Belanda (Bagian 1)

Image
ANDJING NICA – Antek Belanda (Bagian 1)  A.     Pendahuluan. "Masa Bersiap" adalah masa yang begitu mencekam bagi orang-orang Belanda, Indo-Belanda, juga orang Indonesia yang dianggap pro-Belanda. Nyawa mereka terancam oleh serangan membabi - buta dari pengacau-pengacau yang mengaku diri pro - Republik. Orang-orang ini adalah orang-orang yang begitu benci pada apapun yang berbau Belanda. Orang-orang yang terkait dengan Belanda pun dicap sebagai "Andjing NICA." Pengacau-pengacau revolusi Indonesia itu belum apa-apa sudah sukses menakuti orang-orang Belanda yang baru bebas dari kamp tawanan Jepang. Baru saja keluar kandang buaya, mereka terancam diterkam harimau.  “Cap Andjing NICA tidak pandang bulu, cuma uji nasib. Malah orang - orang Indonesia asli tidak jarang yang dicap sebagai mata - mata Belanda,” tulis Kwee Thiam Tjing di Indonesia Raya 15-17 Agustus 1972, seperti dimuat dalam buku  Menjadi Tjamboek Berdoeri : Memoir Kwee Thiam Tjing (2010). 

30 Oktober sebagai Hari Uang Republik Indonesia

Image
30 Oktober sebagai Hari Uang Republik Indonesia  A.     Pendahuluan. “Besok tanggal 30 Oktober 1946 adalah suatu hari yang mengandung sejarah bagi tanah air kita, rakyat kita menghadap penghidupan baru. Besok mulai beredar uang republik Indonesia sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah. Mulai pukul 12 tengah malam nanti, uang Jepang yang selama ini beredar sebagai uang yang sah, tidak laku lagi. Beserta dengan uang Jepang itu ikut pula tidak berlaku uang De Javasche Bank. Dengan tutupnya suatu masa dalam sejarah keuangan Republik Indonesia. Masa yang penuh dengan penderitaan dan kesukaran bagi rakyat kita. Sejak mulai besok kita akan berbelanja dengan uang kita sendiri, uang yang dikeluarkan oleh republik kita.” Itulah potongan pidato Mohammad Hatta melalui RRI Yogyakarta 29 Oktober 1946 pukul 20.00, yang menjadi gong dimulainya titik bersejarah ketika Oeang Rupublik Indonesia (ORI) emisi pertama yang kini bernama rupiah resmi mulai berlaku 30 Oktober 1946. Hari ini, g

Mengenal Sosok Wage Rudolf Soepratman

Image
Mengenal Sosok Wage Rudolf Soepratman  A.     Pendahuluan. Demi keamanan dan kelancaran acara, tidak ada lirik yang ditembangkan, apalagi dilafalkan bersama-sama. Nada-nada yang terangkai hanya berupa instrumental dengan gesekan biola saja. Walau begitu, semua yang hadir di situ sudah sangat paham bahwa inilah nantinya yang akan menjadi lagu kebangsaan jika Indonesia merdeka. Pria penggesek dawai itu bernama Wage Rudolf Soepratman. Ia memperdengarkan alunan “Indonesia Raya” pada malam penutupan Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta. Kongres inilah yang menghasilkan rumusan Sumpah Pemuda, ikrar setia untuk bertanah air, berbangsa, dan berbahasa satu Indonesia, kendati masih di bawah cengkeraman rezim kolonial. Itulah pertama kalinya “Indonesia Raya” diperkenalkan meskipun tanpa syair. Atas saran    Soegondo Djojopuspito selaku pemimpin kongres, lirik lagu itu sengaja disimpan karena memuat materi yang berpotensi menimbulkan perkara dengan pihak yang berwenang

Mengenal Sosok Moestopo

Image
Mengenal Sosok Moestopo  A.     Pendahuluan. Ketika Militer Inggris dari Brigade Infantri India ke-49 hendak mendarat, Moestopo mengirim telegram kepada militer Inggris untuk tidak mendaratkan pasukannya di Surabaya. Tak lupa Moestopo mengancam jika Inggris bersikeras mendarat, maka sekutu harus siap menghadapi perang. Ketika itu Mohammad Jasin, pendiri Brimob, sedang bersama Moestopo. Seperti ditulis dalam memoarnya,    Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang (2010), Jasin bertanya pada Moestopo : “Apakah pasukan kita harus menghadang pasukan sekutu yang lengkap dengan persenjataan mutakhir ?”. “Daripada bangsa kita dijajah oleh bangsa asing, lebih baik kita memeranginya, bagaimanapun juga!” kata Moestopo pada Jasin.  Tak lama kemudian jawaban dari militer sekutu Inggris pun datang. Nadanya jelas, tegas, dan tinggi hati. Maklum mereka baru saja menjadi pemenang Perang Dunia II. Begini jawabannya : “Kami tidak menerima perintah dari siapapun selain dari Panglima Sekutu.”