- Get link
- X
- Other Apps
- Get link
- X
- Other Apps
Sistem Dan Dinamika Demokrasi
Pancasila (PPKN Kelas XI SMA / MA / SMK / MAK – Halaman 36 s/d 70)
A. Hakikat Demokrasi.
1.
Makna
Demokrasi.
Kata demokrasi berasal dari dua kata
dalam bahas yunani, yaitu “Demos” yang berarti “Rakyat”
dan “Kratos
/ Kratein” yang berarti “Pemerintahan”, sehingga demokrasi
dapat diartikan sebagai “Pemerintahan Rakyat”. Kata ini
kemudian diserap menjadi salah satu kosakata dalam bahasa Inggris yaitu “Democracy”.
Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci dalam bidang ilmu politik. Hal ini
menjadi wajar sebab demokrasi saat ini disebut – sebut sebagai indicator
perkembangan politik suatu negara.
Kebanyakan orang mungkin sudah terbiasa
dengan istilah demokrasi, tapi tidak menutup kemungkinan masih ada yang salah
dalam mempersepsikan istilah demokrasi. Bahkan tidak hanya itu, konsep
demokrasi bisa saja disalahgunakan oleh para penguasa yang otoriter untuk
memperoleh dukungan rakyat agar kekuasaannya tetap langgeng.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Demokrasi merupakan istilah politik yang berarti pemerintahan rakyat. Hal
tersebut dapat diartikan bahwa dalam sebuah negara demokrasi kekuasaan
tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh rakyat atau
wakil – wakil yang mereka pilih di bawah system pemilihan bebas.
Dalam pandangan Abraham Lincoln,
demokrasi adalah suatu system pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Artinya rakyat dengan serta merta mempunyai kebebasan untuk melakukan
semua aktivitas kehidupan termasuk aktivitas politik tanpa adanya tekanan dari
pihak manapun, karena pada hakikatnya yang berkuasa adalah rakyat untuk
kepentingan bersama. Dengan demikian, sebagai sebuah konsep politik, demokrasi
adalah landasan dalam menata system pemerintahan negara yang terus berproses
kearah yang lebih baik. Dalam proses tersebut, rakyat diberi peran penting
dalam menentukan atau memutuskan berbagai hal yang menyangkut kehidupan bersama
sebagai sebuah bangsa dan negara.
Kebebasan dan demokrasi sering dipakai
secara timbal balik, tetapi keduanya tidak sama. Sebagai suatu konsep,
demokrasi adalah seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan yang juga
mencakup seperangkat praktik yang terbentuk melalui sejarah panjang dan sering
berliku – liku. Pendeknya, demokrasi adalah pelembagaan dari kebebasan.
artinya, kebebasan yang dimiliki rakyat diatur dan diarahkan oleh sebuah
lembaga kekuasaan yang sumber kekuasaannya berasal dari rakyat dan dijalankan
sendiri oleh rakyat sehingga kebebasan yang mereka miliki dapat dilaksanakan
secara bertanggung jawab dan tidak melanggar kebebasan yang dimiliki orang
lain.
2.
Klasifikasi
Demokrasi.
Demokrasi telah dijadikan sebagai system
politik yang dianut oleh sebagian besar negara di dunia. Meskipun demikian,
dalam pelaksanaannya berbeda – beda bergantung dari sudut pandang masing - masing. Keanekaragaman sudut pandang inilah
yang membuat demokrasi dapat dikenal dari berbagai macam bentuk. Berikut ini
dipaparkan beberapa macam bentuk demokrasi.
a.
Berdasarkan
Titik Berat Perhatiannya.
Dilihat dari titik berat yang menjadi
perhatiannya, demokrasi dapat dibedakan ke dalam tiga bentuk :
1.
Demokrasi
Formal.
Yaitu suatu demokrasi yang menjungjung
tinggi persamaan dalam bidang politik, tanpa disertai upaya untuk mengurangi
atau menghilangkan kesenjangan dalam bidang ekonomi. Bentuk demokrasi ini
dianut oleh negara – negara liberal.
2.
Demokrasi
Material.
Yaitu demokrasi yang dititikberatkan
pada upaya menghilangkan perbedaan dalam bidang ekonomi, sedangkan persamaan
dalam bidang politik kurang diperhatikan bahkan kadang – kadang dihilangkan.
Bentuk demokrasi ini dianut oleh negara – negara komunis.
3.
Demokrasi
Gabungan.
Yaitu bentuk demokrasi yang mengambil
kebaikan serta membuang keburukan dari bentuk demokrasi formal dan material.
Bentuk demokrasi ini dianut oleh negara – negara non blok.
b.
Berdasarkan
Ideologi.
Berdasarkan ideology yang menjadi
landasannya, demokrasi dapat dibedakan kedalam dua bentuk.
1.
Demokrasi
Konstitusional atau Demokrasi Liberal.
Yaitu demokrasi yang didasarkan pada
kebebasan atau individualism. Ciri khas pemerintahan demokrasi konstitusional
adalah kekuasaan pemerintahannya terbatas dan tidak diperkenankan banyak
melakukan campur tangan dan bertindak sewenang – wenang terhadap rakyatnya.
Kekuasaan pemerintah dibatasi oleh konstitusi.
2.
Demokrasi
Rakyat atau Demokrasi Proletar.
Yaitu demokrasi yang didasarkan pada
paham marxisme – komunisme. Demokrasi rakyat mencita – citakan kehidupan yang
tidak mengenal kelas sosial. manusia dibebaskan dari keterikatannya kepada
pemilikan pribadi tanpa ada penindasan serta paksaan. Akan tetapi, untuk
mencapai masyarakat tersebut, apabila diperlukan, dapat dilakukan dengan cara
paksa atau kekerasan. Menurut Mr. Kranenburg, demokrasi rakyat lebih mendewakan
pemimpin. Sementara menurut pandangan Miriam Budiardjo, komunisme tidak hanya
merupakan system politik, tetapi juga mencerminkan gaya hidup yang berdasarkan
nilai – nilai tertentu. Negara merupakan alat untuk mencapai komunisme dan
kekerasan dipandang sebagai alat yang sah.
c.
Berdasarkan
Proses Penyaluran Kehendak Rakyat.
Menurut cara penyaluran kehendak rakyat,
demokrasi dapat dibedakan kedalam dua bentuk.
1.
Demokrasi
Langsung.
Yaitu Paham demokrasi yang
mengikutsertakan setiap warga negaranya dalam permusyawaratan untuk menentukan
kebijaksanaan umum negara atau undang – undang secara langsung.
2.
Demokrasi
Tidak Langsung.
Yaitu paham demokrasi yang dilaksanakan
melalui system perwakilan. Penerapan demokrasi seperti ini berkaitan dengan
kenyataan suatu negara yang jumlah penduduknya semakin banyak, wilayahnya
semakin luas dan permasalahan yang dihadapinya semakin rumit dan kompleks.
Demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan biasanya dilaksanakan
melalui Pemilihan Umum.
3.
Prinsip
– Pinsip Demokrasi.
Berbicara mengenai demokrasi tidak akan
terlepas dari pembicaraan tentang kekuasaan rakyat. Demokrasi merupakan
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Secara eksplisit
ditegaskan bahwa rakyatlah pemegang kekuasaan yang sebenarnya.
Demokrasi sebagai system politik yang
saat ini dianut oleh sebagian besar negara di dunia tentu saja memiliki prinsip
– prinsip yang berbeda dengan system yang lain. Henry B. Mayo sebagaimana
dikutip oleh Miriam Budiardjo dalam bukunya yang berjudul “Dasar – Dasar Ilmu Politik”
mengungkapkan prinsip dari demokrasi yang akan mewujudkan suatu system politik
yang demokratis. Adapun prinsip –
prinsip tersebut sebagai berikut :
a. Menyelesaikan
perselisihan dengan damai dan secara melembaga.
b. Menjamin
terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang
berubah.
c. Menyelenggarakan
pergantian pimpinan secara teratur.
d. Membatasi
pemakaian kekerasan sampai minimum.
e. Mengakui
serta menganggap wajar adanya keanekaragaman.
f. Menjamin
tegaknya keadilan.
Kemudian, menurut Alamudi sebagaimana
dikutip oleh Sri Wuryan dan Syaifullah dalam bukunya yang berjudul “Ilmu
Kewarganegaraan”, suatu negara dapat disebut berbudaya demokrasi
apabila memiliki soko guru demokrasi sebagai berikut :
a. Kedaulatan
rakyat.
b. Pemerintahan
berdasarkan persetujuan dari yang diperintah.
c. Kekuasaan
mayoritas.
d. Hak
–hak minoritas.
e. Jaminan
hak – hak asasi manusia.
f. Pemilihan
yang bebas dan jujur.
g. Persamaan
di depan hukum.
h. Proses
hukum yang wajar.
i.
Pembatasan pemerintahan secara
konstitusional.
j.
Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik.
k. Nilai
– nilai toleransi, pragmatism, kerjasama dan mufakat.
Prinsip – prinsip demokrasi yang
diuraikan diatas sesungguhnya merupakan nilai – nilai yang diperlukan untuk
mengembangkan suatu bentuk pemerintahan yang demokratis. Berdasarkan prinsip –
prinsip inilah, sebuah pemerintahan yang demokratis dapat ditegakkan.
Sebaliknya, tanpa prinsip – prinsip tersebut, bentuk pemerintah yang demokratis
akan sulit ditegakkan.
B. Dinamika Penerapan Demokrasi
Pancasila.
1.
Prinsip
–Prinsip Demokrasi di Indonesia.
Bagi bangsa Indonesia, pilihan yang teat
dalam menerapkan paham demokrasi adalah dengan Demokrasi Pancasila. Paham
Demokrasi Pancasila sangat sesuai dengan kepribadian bangsa yang digali dari
tata nilai sosialbudaya sendiri. Hal itu telah dipraktikkan secara turun
temurun jauh sebelum Indonesia merdeka.
Kenyataan ini dapat kita lihat pada
kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia yang menerapkan “Musyawarah
Mufakat” dan “Gotong Royong” dalam menyelesaikan
masalah – masalah bersama yang terjadi disekitarnya.
Pada hakikatnya rumusan Demokrasi
Pancasila tercantum dalam sila keempat Pancasila, yaitu Kerakyatan yang oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /
perwakilan. Rumusan tersebut pada dasarnya merupakan rangkaian totalitas
yang terkait erat antara satu sila dan sila yang lainnya (bulat dan utuh). Hal
tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Notonegoro yang menyatakan
Demokrasi Pancasila adalah Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaran / perwakilan yang ber - Ketuhanan Yang Maha Esa, yang
berperikemanusiaan yang adil dan beradab, yang mempersatukan Indonesia dan yang
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ahmad Sanusi mengutarakan 10 Pilar
Demokrasi konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan UUD Negara RI Tahun
1945.
a.
Demokrasi
yang Berketuhanan Yang Maha Esa.
Seluk beluk system perilaku dalam
menyelenggarakan kenegaraan RI harus taat asas, konsisten atau sesuai dengan
nilai – nilai dan kaidah – kaidah dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
b.
Demokrasi
dengan Kecerdasan.
Mengatur dan menyelenggarakan demokrasi
menurut UUD Negara RI Tahun 1945 itu bukan dengan kekuatan naluri, kekuatan
otot atau kekuatan massa semata – mata. Pelaksanaan demokrasi itu justru lebih
menuntut kecerdasan rohaniah, kecerdasan aqliyah, kecerdasan rasional dan
kecerdasan emosional.
c.
Demokrasi
yang Berkedaulatan Rakyat.
Kekuasaan tertinggi ada ditangan rakyat.
Secara prinsip, rakyatlah yang memiliki / memegang kedaulatan itu. Dalam batas
– batas tertentu kedaulatan rakyat itu dipercayakan kepada wakil – wakil rakyat
di MPR (DPR / DPD) dan DPRD.
d.
Demokrasi
dengan Rule of Law.
Hal
ini mempunyai empat makna penting, yaitu ;
1. Kekuasaan
negara RI harus mengandung, melindungi serta mengembangkan kebenaran hukum
(Legal truth) bukan demokrasi ugal – ugalan, demokrasi dagelan atau demokrasi
manipulative.
2. Kekuasaan
negara memberikan keadilan hukum (Legal Justice) bukan demokrasi yang terbatas
pada keadilan formal dan pura – pura.
3. Kekuasaan
negara menjamin kepastian hukum (legal security) bukan demokrasi yang
membiarkan kesemrawutan atau anarki.
4. Kekuasaan
negara mengembangkan manfaat atau kepentingan hukum (legal interest), seperti
kedamaian dan pembangunan, bukan demokrasi yang justru mempopulerkan fitnah dan
hujatan atau menciptakan perpecahan, permusuhan dan kerusakan.
e.
Demokrasi
dengan Pemisahan Kekuasaan Negara.
Demokrasi menurut UUD Negara RI Tahun
1945 bukan saja mengakui kekuasaan negara RI yang tidak tak terbetas secara
hukum, melainkan juga demokrasi itu dikuatkan dengan pembagian kekuasaan negara
dan diserahkan kepada badan – badan negara yang bertanggung jawab. Jadi
demokrasi menurut UUD negara RI Tahun 1945 mengenal semacam pembagian dan pemisahan
kekuasaan (division and separation of power), dengan system pengawasan dan
perimbangan (check and balance)
f.
Demokrasi
dengan Hak Asasi manusia.
Demokrasi menurut UUD Negara RI Tahun
1945 mengakui hak asasi manusia yang tujuannya bukan saja menghormati hak – hak
manusia, melainkan terlebih – lebih untuk meningkatkan martabat dan derajat
manusia seluruhnya.
g.
Demokrasi
dengan Pengadilan yang Merdeka.
Demokrasi menurut UUD Negara RI Tahun
1945 menghendaki diberlakukannya system pengadilan yang merdeka (independen)
yang memberi peluang seluas – luasnya kepada semua pihak yang berkepentingan
untuk mencari dan menemukan hukum yang seadil – adilnya. Di muka pengadilan
yang merdeka penggugat dengan pengacaranya, penuntut umum dan terdakwa dengan
pengacaranya mempunyai hak yang sama untuk mengajukan konsideran
(pertimbangan), dalil – dalil, fakta – fakta, saksi, alat pembuktian dan
petitumnya.
h.
Demokrasi
dengan Otonomi daerah.
Otonomi daerah merupakan pembatasan
terhadap kekuasaan negara,khususnya kekuasaan legislative dan eksekutif di
tingkat pusat dan lebih khusus lagi pembatasan atas kekuasaan presiden. UUD
Negara RI Tahun 1945 secara jelas memerintahkan dibentuknya daerah – daerah
otonom pada provinsi dan kabupaten / kota. Dengan peraturan pemerintah, daerah
– daerah otonom itu dibangun dan disiapkan untuk mampu mengatur dan
menyelenggarakan urusan – urusan pemerintahan sebagai urusan rumah tangganya
sendiri yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
i.
Demokrasi
dengan Kemakmuran.
Demokrasi itu bukan hanya soal kebebasan
dan hak,bukan hanya soal kewajiban dan tanggung jawab, bukan pula soal
mengorganisir kedaulatan rakyat atau pembagian kekuasaan kenegaraan. Demokrasi
itu bukan pula hanya soalmotonomi daerah dan keadilan hukum. Sebab bersamaan
dengan itu semua, demokrasi menurut UUD Negara RI Tahun 1945 itu ternyata
ditujukan untuk membangun negara kemakmuran (Welfare state) oleh dan untuk
sebesar – besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.
j.
Demokrasi
yang Berkeadilan.
Demokrasi menurut UUD Negara RI Tahun
1945 menggariskan keadilan sosial diantara berbagai kelompok, golongan dan
lapisan masyarakat. Tidak ada golongan, lapisan, kelompok, satuan atau
organisasi yang jadi anak emas, yang diberi berbagai keistimewaan atau hak –
hak khusus.
Karakter utama Demokrasi Pancasila
adalah Sila Keempat, yaitu “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan / Perwakilan”. Dengan kata lain, demokrasi Pancasila
mengandung 3 (Tiga) karakter utama, yaitu Kerakyatan, Permusyawaratan dan
hikmat kebijaksanaan.
Tiga karakter tersebut sekaligus
berkedudukan sebagai cita – cita luhur penerapan demokrasi di Indonesia.
1. Cita
– cita kerakyatan merupakan bentuk penghormatan kepada rakyat Indonesia dengan
memberi kesempatan kepada rakyat Indonesia untuk berperan atau terlibat dalam
proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemerintah.
2. Cita
– cita permusyawaratan memancarkan keinginan untuk mewujudkan negara persatuan
yang dapat mengatasi paham perseorangan atau golongan.
3. Cita
– cita hikmat kebijaksanaan merupakan keinginan bangsa Indonesia bahwa
demokrasi yang diterapkan di Indonesia merupakan demokrasi yang didasarkan pada
nilai – nilai ketuhanan, perikemanusiaan, persatuan, permusyawaratan dan
keadilan.
Demokrasi Pancasila memiliki niali lebih
jika dibandingkan dengan demokrasi di negara lain. Demokrasi Pancasila mengandung beberapa nilai moral yang bersumber dari
Pancasila, yaitu sebagai berikut :
a. Persamaan
bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Keseimbangan
antara hak dan kewajiban.
c. Pelaksanaan
kebebasan yang dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa,
diri sendiri dan orang lain.
d. Mewujudkan
rasa keadilan sosial.
e. Pengambilan
keputusan dengan musyawarah mufakat.
f. Mengutamakan
persatuan nasional dan kekeluargaan.
g. Menjungjung
tinggi tujuan dan cita – cita nasional.
Demikianlah beberapa nilai lebih
Demokrasi Pancasila yang merupakan corak khas budaya demokrasi di Indonesia.
2.
Periodisasi
Perkembangan Demokrasi Pancasila.
Dalam sudut pandang normative, Demokrasi
merupakan sesuatu yang secara ideal hendak dilakukan atau diselenggarakan oleh
sebuah negara, seperti misalnya kita mengenal ungkapan “Pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. Ungkapan normative tersebut biasanya
diterjemahkan dalam konstitusi pada masing – masing negara, misalnya dalam UUD
Negara RI Tahun 1945 bagi pemerintahan RI.
Melihat hal diatas, tentu saja negara kita sudah memenuhi kriteria
sebagai negara demokrasi.
Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan
negara kita, semua konstitusi yang pernah berlaku menganut prinsip demokrasi.
hal ini dapat dilihat misalnya dalam ketentuan – ketentuan sebagai berikut :
a. Dalam
Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 (sebelum diamandemen) berbunyi “Kedaulatan adalah di tangan
rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”
b. Dalam
Pasal 1 Ayat (2) UUD Negara RI 1945 (setelah diamandemen) berbunyi “Kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang – Undang Dasar”.
c. Dalam
Konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat), Pasal 1 :
1. Ayat
1 berbunyi “Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu
negara hukum yang demokratis dan berbentuk federasi”.
2. Ayat
2 berbunyi “Kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh
pemerintah bersama – sama Dewan Perwakilan rakyat dan Senat”.
d. Dalam
UUDS 1950 Pasal 1 :
1. Ayat
1 berbunyi “Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum
yang demokratis dan berbentuk kesatuan”.
2. Ayat
2 berbunyi “Kedaulatan Republic Indonesia adalah di tangan rakyat dan dilakukan
oleh pemerintah bersama – sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat”.
Dari Keempat konstitusi tersebut, kita
dapat melihat secara jelas bahwa secara normative Indonesia adalah negara
demokrasi. Akan tetapi, yang menjadi persoalan apakah konstitusi tersebut
melahirkan suatu system yang demokratis ?. Untuk melihat apakah suatu system
pemerintahan adalah system yang demokratis atau tidak, dapat dilihat dari
indicator – indicator yang dirumuskan oleh Affan Gaffar berikut ini :
a.
Akuntabilitas.
Dalam demokrasi, setiap pemegang jabatan
yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang
hendak dan telah ditempuhnya. Tidak hanya itu, ia juga harus dapat
mempertanggungjawabkan ucapan atau kata – katanya, serta yang tidak kalah
pentingnya adalah perilaku dalam kehidupan yang pernah, sedang bahkan yang akan
dijalaninya. pertanggungjawaban itu tidak hanya menyangkut dirinya, tetapi juga
menyangkut keluarganya dalam arti luas, yaitu perilaku anak dan istrinya,juga
sanak keluarganya terutama yang berkaitan dengan jabatannya.
b.
Rotasi
Kekuasaan.
Dalam demokrasi, peluang akan terjadinya
rotasi kekuasaan harus ada dan dilakukan secara teratur dan damai. jadi, tidak
hanya satu orang yang selalu memegang jabatan, sementara peluang orang lain
tertutup sama sekali.
c.
Rekrutmen
Politik yang Terbuka.
Untuk memungkinkan terjadinya rotasi
kekuasaan, diperlukan satu system rekrutmen politik yang terbuka. Artinya,
setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi suatu jabatan olitik yang
dipilih rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan kompetisi untuk
mengisi jabatan politik tersebut.
d.
Pemilihan
Umum.
Dalamsuatu negara demokrasi, pemilu
dilaksanakan secara teratur. Pemilu merupakan sarana untuk melaksanakan rotasi
kekuasaan dan rekrutmen politik. Setiap warga negara yang sudah dewasa
mempunyai hak untuk memilih dan dipilih dan bebas menggunakan haknya tersebut
sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Dia bebas untuk menentukan partai atau
calon mana yang akan didukungnya, tanpa ada rasa takut atau paksaan dari orang
lain. Pemilih juga bebas mengikuti segalamacam aktivitas pemilihan seperti
kampanye dan menyaksikan penghitungan suara.
e.
Pemenuhan
Hak – Hak Dasar.
Dalam suatu negara yang demokratis,
setiap warga negara dapat menikmati hak – hak dasar mereka secara bebas,
termasuk didalamnya hak untuk menyatakan pendapat, hak untuk berkumpul dan
berserikat,serta hak untuk menikmati pers yang bebas.
Kelima indikator diatas merupakan elemen
umum dari demokrasi yang menjadi ukuran dari sebuah negara demokratis. dari
indicator – indicator tersebut, apakah semuanya sudah diterapkan di Indonesia
?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita dapat melihatnya dari alur sejarah
politik di Indonesia, yaitu pada pemerintahan masa revolusi kemerdekaan
Indonesia, pemerintahan parlementer, pemerintahan demokrasi terpimpin,
pemerintahan orde Baru dan pemerintahan orde reformasi. Mengapa demikian ?.
Karena pada masa – masa tersebut demokrasi sebagai system pemerintahan RI
mengalami perkembangan yang fluktuatif. Dengan berdasarkan pada indicator –
indicator yang disebutkan diatas, berikut ini dipaparkan perkembangan demokrasi
pada masa – masa tersebut, sehingga pada akhirnya kita dapat menjawab sendiri
pertanyaan apakah Indonesia negara demokrasi atau bukan ?.
a.
Pelaksanaan
Demokrasi di Indonesia Pada Periode 1945 – 1949.
Kalau kita mengikuti risalah sidang
BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha – Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia), maka
kita akan melihat begitu besarnya komitmen para pendiri bangsa ini untuk
mewujudkan demokrasi politik di Indonesia. Muhammad Yamin dengan beraninya
memasukkan asas peri kerakyatan dalam usulan dasar negara Indonesia merdeka.
Ir. Soekarno dengan penuh keyakinan memasukkan asas mufakat atau demokrasi
dalam usulannya tentang dasar negara Indonesia merdeka yang kemudian diberi
nama Pancasila. Keyakinan mereka yang sangat besar tersebut timbul karena
dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan mereka. Mereka percaya bahwa
demokrasi bukan merupakan sesuatu yang hanya terbatas pada komitmen, tetapi
juga merupakan sesuatu yang perlu diwujudkan.
Pada masa pemerintahan revolusi
Kemerdekaan (1945 - 1949), pelaksanaan demokrasi baru terbatas pada
berfungsinya pers yang mendukung revolusi kemerdekaan. Adapun elemen – elemen
demokrasi yang lain belum sepenuhnya terwujud karena situasi dan kondisi yang
tidak memungkinkan. Hal ini dikarenakan pemerintah harus memusatkan seluruh
energinya bersama – sama rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan dan menjaga
kedaulatan negara,agar negara kesatuan tetap hidup.
Partai – partai politik tumbuh dan
berkembang dengan cepat. Tetapi, fungsinya yang paling utama adalah ikut serta
memenangkan revolusi kemerdekaan dengan menanamkan kesadaran untuk bernegara
serta menanamkan semangat anti penjajahan. Karena keadaan yang tidak
mengizinkan, pemilihan umum belum dapat dilaksanakan sekalipun hal itu telah
menjadi salah satu agenda politik utama.
Meskipun tidak banyak catatan sejarah
yang menyangkut perkembangan demokrasi pada periode ini, akan tetapi pada
periode tersebut telah diletakkan hal – hal mendasar bagi perkembangan
demokrasi di Indonesia untuk masa selanjutnya.
1. Pemberian
hak – hak politik secara menyeluruh. para pembentuk negara sudah sejak semula
mempunyai komitmen yang sangat besar terhadap demokrasi sehingga begitu mereka
menyatakan kemerdekaan dari pemerintah colonial Belanda, semua warga negara
yang sudah di anggap dewasa memiliki hak politik yang sama, tanpa ada
diskriminasi yang bersumber dari ras, agama, suku, dan kedaerahan.
2. Presiden
yang secara konstitusional memiliki kemungkinan untuk menjadi seorang dictator,
dibatasi kekuasaannya ketika KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dibentuk
untuk menggantikan presiden.
3. Dengan
maklumat wakil presiden, dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai politik yang
kemudian menjadi peletak dasar bagi system kepartaian di Indonesia untuk masa –
masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan politik kita.
b.
Pelaksanaan
Demokrasi di Indonesia Pada Periode 1949 – 1959.
Periode kedua pemerintahan negara
Indonesia merdeka berlangsung dalam rentang waktu antara tahun 1949 sampai
1959. pada periode ini terjadi dua kali pergantian Undang- Undang dasar.
1. Pergantian
UUD 1945 dengan Konstitusi RIS pada rentang waktu 27 Desember 1949 sampai
dengan 17 Agustus 1950. Dalam rentang waktu ini, bentuk negara kita berubah
dari kesatuan menjadi serikat, system pemerintahan juga berubah dari presidensil
menjadi quasi parlementer.
2. Pergantian
Konstitusi RIS dengan Undang- Undang Dasar sementara 1950 pada rentang waktu 17
agustus 1950 sampai dengan 5 juli 1959. pada periode pemerintahan ini bentuk
negara kembali berubah menjadi negara kesatuan dan system pemerintahan menganut
system parlementer. Dengan demikian, dapst disimpulkan bahwa pada periode 1949
sampai dengan 1959, negara kita menganut demokrasi parlementer.
Masa demokrasi parlementer merupakan
masa yang semua elemen demokrasinya dapat kita temukan perwujudannya dalam kehidupan
politik di Indonesia.
1. Lembaga
perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi dalam
peroses politik yang berjalan. perwujudan kekuasaan parlemen ini diperlihatkan
dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepada pihak pemerintah yang
mengakibatkan cabinet harus meletakan jabatannya meskipun pemerintahannya baru
berjalan beberapa bulan, seperti yang terjadi pada Ir. Djuanda Kartawidjaja
yang diberhentikan dengan mosi tidak percaya dari parlemen.
2. Akuntabilitas
(Pertanggungjawaban) pemegang jabatan dan politisi pada umumnya sangat tinggi.
Hal ini dapat terjadi karena berfungsinya parlemen dan juga sejumlah media
massa sebagai alat control sosial. Sejumlah kasus jatuhnya cabinet pada periode
ini merupakan contoh konkret dari tingginya akuntabilitas tersebut.
3. Kehidupan
Kepartaian boleh dikatakan memperoleh peluang yang sebesar – besarnya untuk
berkembang secara maksimal. dalam periode ini, Indonesia menganut system multi
partai. Pada periode ini, hampir 40 partai politik terbentuk dengan tingkat
otonomi yang sangat tinggi dalam proses rekrutmen, baik pengurus atau pimpinan
partainya maupun para pendukungnya. Campur tangan pemerintah dalam hal
rekrutmen boleh dikatakan tidak ada sama sekali. Setiap partai bebas memilih
ketua dan segenap anggota pengurusnya.
4. Sekalipun
pemilu hanya dilaksanakan satu kali yaitu pada 1955, tetapi pemilu tersebut
benar – benar dilaksanakan dengan prinsip demokrasi. Kompetisi antar partai
politik berjalan sangat intensif dan fair, serta yang tidak kalah pentingnya
adalah setiap pemilih dapat menggunakan hak pilihnya dengan bebas tanpa ada
tekanan atau rasa takut.
5. Masyarakat
pada umumnya dapat merasakan bahwa hak – hak dasar mereka tidak dikurangi sama
sekali, sekalipun tidak semua warga negara dapat memanfaatkannya dengan
maksimal. Hakuntuk berserikat dan berkumpul dapat diwujudkan dengan jelas,
dengan terbentuknya sejumlah partai politik dan organisasi peserta pemilu.
Kebebasan pers juga dirasakan dengan baik. Demikian juga dengan kebebasan
berpendapat. Masyarakat mampu melakukannya tanpa ada rasa takut untuk
menghadapi resiko, sekalipun mengkritik pemerintah dengan keras. Sebagai contoh
adalah yang dilakukan oleh Dr. halim, mantan Perdana Menteri, yang menyampaikan
surat terbuka dan mengeluarkan semua isi hatinya dengan kritikan yang sangat
tajam terhadap sejumlah langkah yang dilakukan Presiden Soekarno. Surat
tersebut tertanggal 27 Mei 1955. Petikan isi surat tersebut adalah sebagai
berikut :
Dikarenakan
hubungan kita selama tiga atau empat tahun yang terbatas pada satu atau dua
pertemuan setahun …. saya terpanggil untuk menggunakan bentuk “surat terbuka”
ini guna meminta perhatian saudara terhadap keadaan sekarang ini, yang saya
yakini bukan hanya luar biasa pelik, tapi telah hampir menjadi ledakan.
Mungkin
saudara sudah mengetahui hal – hal ingin saya sebutkan disini atau yang sudah
saya sampaikan kepada saudara untuk diperhatikan. Walaupun demikian, saya
rasa perlu hal – hal itu dinyatakan kembali, karena saya tidak adanya langkah
– langkah yang ditempuh untuk memperbaiki keadaan ini. Sebaliknya, keadaan –
keadaan buruk yang berlangsung di negeri kita sekarang setiap hari semakin
buruk.
Akhirnya, saya
ingin menyatakan, bahwa saya gembira ketika mendengar saudara menyatakan
bahwa pengembalian Irian Barat ke Indonesia merupakan “obsesi” bagi saudara.
Tetapi saya akan lebih gembira lagi kalau saya mendengar saudara menyatakan
bahwa kesejahteraan rakyat juga menjadi obsesi saudara.
Saya berharap,
saudara membaca surat ini dengan semangat kejujuran. (Dikutif dari buku
Politik Indonesiaa : Transisi Menuju Demokrasi karangan Affan Gaffar, 2004 :
15 - 16)
|
6. Dalam
masa pemerintahan parlementer, daerah – daerah memperoleh otonomi yang cukup
bahkan otonomi yang seluas – luasnya dengan asas desentralisasi sebagai
landasan untuk berpijak dalam mengatur hubungan kekuasaan antara pemerintah
pusat – pemerintah daerah.
Keenam Indikator tersebut merupakan
ukuran dalam pelaksanaan demokrasi pada masa pemerintahan Parlementer. Akan
tetapi, pelaksanaan tersebut tidak berumur panjang. Demokrasi Parlementer hanya
bertahan selama 9 (sembilan) tahun seiring dengan dikeluarkannya dekrit oleh
Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 yang membubarkan Konstituante dan
kembali kepada UUD 1945. Presiden menganggap bahwa demokrasi parlementer tidak
sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat gotong
royong sehingga beliau menganggap bahwa system demokrasi ini telah gagal
mengadopsi nilai – nilai kepribadian bangsa Indonesia.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah
mengapa demokrasi parlementer mengalami kegagalan ?. Banyak sekali para ahli
mencoba menjawab pertanyaan tersebut. dari sekian banyak jawaban tersebut, ada
beberapa hal yang dinilai tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut.
1. Munculnya
usulan presiden yang dikenal dengan konsepsi Presiden untuk membentuk
pemerintahan yang bersifat gotong royong yang melibatkan semua kekuatan politik
yang ada termasuk Partai Komunis Indonesia (PKI). melalui konsepsi ini,
Presiden membentuk Dewan Nasional yang melibatkan semua organisasi politik dan
organisasi kemasyarakatan. Konsepsi Presiden dan Dewan Nasional ini mendapat
tantangan yang sangat kuat dari sejumlah partai politik terutama Masyumi dan
Partai Syarikat Islam. Mereka menganggap bahwa pembentukan Dewan Nasional
merupakan pelanggaran yang sangat fundamental terhadap konstitusi negara karena
lembaga tersebut tidak dikenal dalam konstitusi.
2. Dewan
Konstituante mengalami jalan buntu untuk mencapai kesepakatan merumuskan
ideology nasional, karena tidak tercapainya titik temu antara dua kubu politik,
yaitu kelompok yang menginginkan Islam sebagai ideology negara dan kelompok
lain yang menginginkan Pancasila sebagai ideology negara. Ketika voting
dilakukan, ternyata suara mayoritas yang diperlukan tidak pernah tercapai.
3. Dominannya
politik aliran sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan konflik.
Akibat politik aliran tersebut, setiap konflik yang terjadi cenderung meluas
melewati batas wilayah yang pada akhirnya membawa dampak yang sangat negatif
terhadap stabilitas politik.
4. Basis
sosial ekonomi yang masih sangat lemah. Struktur sosial yang dengan tegas
membedakan kedudukan masyarakat secara langsung tidak mendukung keberlangsungan
demokrasi. Akibatnya, semua komponen masyarakat sulit dipersatukan, sehingga
hal tersebut mengganggu stabilitas pemerintahan yang berdampak pada begitu
mudahnya pemerintahan yang sedang berjalan dijatuhkan atau diganti sebelum masa
jabatannya selesai.
c.
Pelaksanaan
Demokrasi di Indonesia Pada Periode 1959 – 1965.
Kinerja Dewan Konstituante yang berlarut
– larut membawa Indonesia kedalam persoalan politik yang sangat pelik. Negara
dilingkupi oleh kondisi yang serba tidak pasti, karena landasan konstitusional
tidak mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena hanya bersifat sementara.
Selain itu juga, situasi seperti ini memberi pengaruh yang besar terhadap
situasi keamanan nasional yang sudah membahayakan persatuan dan kesatuan
nasional.
Presiden Soekarno sebagai kepala negara
melihat situasi ini sangat membahayakan bila terus dibiarkan. Oleh karena itu,
untuk mengeluarkan bangsa ini dari persoalan yang teramat pelik ini, Presiden
Soekarno menerbitkan suatu dekrit pada tanggal 5 juli 1959 yang selanjutnya
dikenal dengan sebutan “Dekrit Presiden 5 Juli 1959”. Dalam dekrit tersebut,
Presiden menyatakan pembubaran Dewan Konstituante dan kembali kepada UUD 1945.
Dekrit Presiden tersebut mengakhiri era demokrasi parlementer, yang kemudian
membawa dampak yang sangat besar dalam kehidupan politik nasional. Era baru
demokrasi dan pemerintahan Indonesia mulai dimasuki, yaitu suatu konsep
demokrasi yang oleh Presiden Soekarno disebut sebagai “Demokrasi Terpimpin”.
maksud konsep terpimpin ini, dalam pandangan Presiden Soekarno adalah dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan.
Demokrasi terpimpin merupakan pembalikan
total dari proses politik yang berjalan pada masa demokrasi parlementer. Adapun karakteristik yang utama dari
perpolitikan pada era demokrasi terpimpin sebagai berikut :
1. Mengaburnya
system kepartaian. Kehadiran partai – partai politik bukan untuk mempersiapkan
diri dalam rangka mengisi jabatan politik di pemerintah (karena Pemilu tidak
pernah dijalankan), tetapi lebih merupakan elemen penopang dari tarik ulur
kekuatan antara lembaga kepresidenan, Angkatan Darat dan Partai Komunis
Indonesia.
2. Dengan
terbentuknya DPRGR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong), peranan lembaga legislative dalam sistem
politik nasional menjadi sedemikian lemah. DPR – GR tidak lebih hanya merupakan
instrument politik lembaga kepresidenan. Proses rekrutmen politik untuk lembaga
ini pun ditentukan oleh presiden.
3. Hak
dasar manusia menjadi sangat lemah. Kritik dan saran dari lawan – lawan politik
Presiden tidak banyak diberikan. mereka tidak mempunyai keberanian untuk
menentangnya.
4. Masa
demokrasi terpimpin membuat kebebasan pers berkurang. Sejumlah surat kabar dan
majalah dilarang terbit oleh pemerintah seperti misalnya “Harian Abadi” yang
berafiliasi dengan Masyumi dan Harian Pedoman yang berafiliasi dengan PSI
5. Sentralisasikekuasaan
semakin dominan dalam proses hubungan antara pemerintah pusat dan daerah.
daerah – daerah memiliki otonomi yang terbatas.
Dari kelima karakter diatas, kita dapat
menyimpulkan bahwa pada era demokrasi terpimpin terdapat penyimpangan –
penyimpangan terhadap demokrasi. Hal ini tidak terlepas dari kondisi Indonesia
yang baru merdeka.
d.
Pelaksanaan
Demokrasi di Indonesia Pada Periode 1965 – 1998.
Era baru dalam pemerintahan dimulai
setelah melalui masa transisi yang singkat, yaitu antara tahun 1966 – 1968,
ketika Jenderal Soeharto dipilih menjadi Presiden RI. Era yang kemudian dikenal
sebagai Orde Baru dengan konsep “Demokrasi Pancasila”. Visi Utama pemerintahan
Orde Baru ini adalah untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
Dengan visi tersebut, Orde Baru
memberikan secercah harapan bagi rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia mengharapkan
adanya perubahan – perubahan politik menjadi lebih demokratis. Harapan tersebut
tentu saja ada dasarnya. Orde Baru dipandang mampu mengeluarkan bangsa ini
keluar dari keterpurukan.
Harapan rakyat tersebut tidak sepenuhnya
terwujud. Karena, sebenarnya tidak ada perubahan yang substantive dari
kehidupan politik Indonesia. dalam perjalanan politik pemerintahan Orde Baru,
kekuasaan presiden merupakan pusat dari seluruh proses politik di Indonesia.
Lembaga kepresidenan merupakan pengontrol utama lembaga negara lainnya, baik
yang bersifat suprastruktur (DPR, MPR, DPA, BPK dan MA) maupun yang bersifat
infrastruktur (LSM, partai politik, dsb). Selain itu juga, Presiden Soeharto
mempunyai sejumlah legalitas yang tidak dimiliki oleh siapapun seperti Pengemban
Supersemar, Mandataris MPR, bapak Pembangunan dan Panglima tertinggi ABRI.
Dari uraian diatas, kita dapat
menggambarkan bahwa pelaksanaan Demokrasi Pancasila masih jauh dari harapan.
Pelaksanaan nilai – nilai Pancasila secara murni dan konsekuen hanya dijadikan
alat politik penguasa belaka. Kenyataan yang terjadi Demokrasi Pancasila sama
dengan kediktatoran. Untuk lebih jelasnya berikut ini dipaparkan karakteristik
Demokrasi Pancasila masa Orde baru yang berdasarkan pada indicator demokrasi
yang telah dikemukakan sebelumnya.
1.
Rotasi
kekuasaan eksekutif boleh dikatakan sangat kecil terjadi.
Kecuali pada jajaran yang lebih rendah,
seperti gubernur, bupati / walikota, camat dan kepala desa. Kalaupun ada
perubahan, selama pemerintahan Orde Baru hanya terjadi pada jabatan wakil
presiden, sementara pemerintahan secara esensial masih tetap sama.
2.
Rekrutmen
politik bersifat tertutup.
Rekrutmen politik merupakan proses
pengisian jabatan politik di dalam penyelenggaraan pemerintah negara, baik
untuk lembaga eksekutif (Pemerintah pusat maupun daerah), legislative (MPR, DPR
dan DPRD) maupun lembaga yudikatif (Mahkamah Agung). Dalam negara yang menganut
system pemerintahan yang demokratis, semua warga negara yang mampu dan memenuhi
syarat mempunyai peluang yang sama untuk mengisi jabatan politik tersebut. Akan
tetapi, yang terjadi di Indonesia pada masa Orde Baru, system rekrutmen politik
tersebut bersifat tertutup kecuali anggota DPR yang berjumlah 400 orang dipilih
melalui Pemilihan umum. Pengisian jabatan tinggi negara seperti Mahkamah agung,
Dewan Pertimbangan Agung dan jabatan – jabatan lainnya dalam birokrasi
dikontrol sepenuhnya oleh lembaga kepresidenan. Demikian juga dengan anggota
badan legislative. Anggota DPR sejumlah 100 orang dipilih melalui proses pengangkatan
dengan surat keputusan presiden. Sementara itu dalam kaitannya dengan rekrutmen
politik local (seperti Gubernur dan Bupati / walikota), masyarakat di daerah
tidak mempunyai peluang untuk ikut menentukan pemimpin mereka. Kata akhir
tentang siapa yang akan menjabat diputuskan oleh presiden. Jelas, system
rekrutmen seperti itu sangat bertentangan dengan semangat demokrasi.
3.
Pemilihan
Umum (Pemilu).
Pada masa pemerintahan Orde Baru,
Pemilihan Umum (Pemilu) telah dilangsungkan sebanyak 6 kali dengan frekuensi
yang teratur setiap 5 tahun sekali. Tetapi, kalau kita amati kualitas
pelaksanaan pemilu tersebut masih jauh dari semangat demokrasi. Pemilu tidak
melahirkan persaingan yang sehat.
4.
Pelaksanaan
Hak dasar warga negara.
Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi,
bahwa dunia internasional sering menyoroti politik Indonesia berkaitan erat
dengan perwujudan jaminan hak asasi manusia. Masalah kebebasan pers sering
muncul ke permukaan. Persoalan mendasar adalah selalu adanya campur tangan
birokrasi yang sagat kuat. Selama pemerintahan Orde baru, sejarah pengekangan
kebebasan pers terulang kembali seperti yang terjadi pada masa orde lama.
Beberapa media massa seperti “Tempo, Detik dan Editor” dicabut
surat izin penerbitannya atau dengan kata lain dibreidel setelah mereka
mengeluarkan laporan investigasi tentang berbagai masalah penyelewenagn yang
dilakukan oleh pejabat – pejabat negara.
Selain itu, kebebasan berpendapat
menjadi barang langka dan mewah. Pemerintah melalui kepanjangan tangannya
(aparat keamanan) memberikan ruang yang terbatas kepada masyarakat untuk
berpendapat. pemberlakuan Undang –
Undang Subversif membuat posisi pemerintah semakin kuat karena tidak ada
control dari rakyat. rakyat menjadi takut untuk berpendapat mengenai kebijakan
yang diambil oleh pemerintah. Tidak jarang pemerintah memenjarakan dan mencekal
orang – orang yang mengkritisi kebijakannya.
Keempat indicator diatas, menjadi
catatan hitam perjalanan demokrasi di Indonesia. Akankah masa – masa pahit ini
kembali terulang ?. Jawabannya dikembalikan kepada semua elemen bangsa ini.
e.
Pelaksanaan
Demokrasi di Indonesia Pada Periode 1998 – Sekarang.
Penyimpangan – penyimpangan yang terjadi
pada masa pemerintahan Orde baru pada akhirnya membawa Indonesia pada krisis
multi dimensi yang diawali dengan badai krisis moneter yang tidak kunjung reda.
Krisis moneter tersebut membawa akibat pada terjadinya krisis politik, tingkat
kepercayaan rakyat terhadap pemerintah begitu kecil. Tidak hanya itu, kerusuhan
– kerusuhan terjadi hampir di semua belahan bumi Nusantara ini. Akibatnya bisa
ditebak, pemerintahan Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto (Meskipun
kembali terpilih dalam Sidang Umum MPR bulan maret tahun 1998) terperosok
kedalam kondisi yang diliputi oleh berbagai tekanan politik, baik dari luar
maupun dalam negeri. Dari dunia internasional, terutama Amerika Serikat, secara
terbuka meminta Presiden Soeharto mundur dari
jabatannya sebagai presiden. Dari dalam negeri, timbul gerakan massa
yang dimotori oleh mahasiswa menuntut Presiden Soeharto Mundur dari jabatannya.
Tekanan dari massa mencapai puncaknya ketika tidak kurang dari 15.000 mahasiswa
mengambil alih Gedung DPR / MPR yang mengakibatkan proses politik nasional
praktis lumpuh. Sekalipun Presiden Soeharto menawarkan berbagai langkah, antara
lain Resuffle (perombakan) cabinet dan membentuk Dewan Reformasi, akan tetapi
Presiden Soeharto tidak punya pilihan lain kecuali mundur dari jabatannya.
Akhirnya pada hari Kamis, tanggal 21 Mei
1998, Presiden Soeharto bertempat di Istana Merdeka Jakarta menyatakan berhenti
sebagai Presiden dan dengan menggunakan Pasal 8 UUD 1945, Presiden Soeharto
segera mengatur agar Wakil Presiden Habibie disumpah sebagai penggantinya
dihadapan Mahkamah Agung. DPR tidak dapat berfungsi karena gedungnya diambil
alih oleh mahasiswa. Saat itu, kepemimpinan nasional segera beralih dari
Soeharto ke Habibie. Hal ini merupakan jalan baru demi terbukanya proses
demokratisasi di Indonesia. Kendati diliputi oleh kontroversi tentang status
hukumnya, pemerintahan Presiden Habibie mampu bertahan selama satu tahun.
Dalam masa pemerintahan Presiden Habibie
inilah muncul beberapa indicator pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
1. Diberikannya
ruang kebebasan pers sebagai ruang public untuk berpartisipasi dalam berbangsa
dan bernegara.
2. Diberlakukannya
system multi partai dalam pemilu tahun 1999. Habibie dalam hal ini sebagai
Presiden RI membuka kesempatan kepada rakyat untuk berserikat dan berkumpul
sesuai ideology dan aspirasi politiknya.
Dua hal yang dilakukan Presiden Habibie
diatas merupakan fondasi yang kuat bagi pelaksanaan demokrasi Indonesia pada
masa selanjutnya. Demokrasi yang diterapkan negara kita pada era reformasi ini
adalah Demokrasi Pancasila. Tentu saja dengan karakteristik yang berbeda dengan
Orde Baru dan sedikit mirip dengan Demokrasi Parlementer tahun 1950 – 1959.
1. Pemilu
yang dilaksanakan jauh lebih demokratis dari sebelumnya. Sistem pemilu yang
terus berkembang memberikan jalan bagi rakyat untuk menggunakan hak politiknya
dalam pemilu, bahkan puncaknya pada tahun 2004 rakyat dapat langsung memilih
wakilnya di lembaga legislative dan presiden / wakil presiden pun dipilih
secara langsung. Tidak hanya itu,mulai tahun 2005 kepala daerah pun (Gubernur
dan bupati / walikota) dipilih langsung oleh rakyat.
2. Rotasi
kekuasaan dilaksanakan mulai dari pemerintah pusat sampai pada tingkat desa.
3. Pola
rekrutmen politik pengisian jabatan politik dilakukan secara terbuka. Setiap
warga negara yang mampu dan memenuhi syarat dapat menduduki jabatan politik
tersebut tanpa adanya diskriminasi.
4. Sebagian
besar hak dasar rakyat dapat terjamin seperti adanya kebebasan menyatakan
pendapat, kebebasan pers dan sebagainya.
Kondisi demokrasi Indonesia saat ini
dapat diibaratkan sedang menuju kearah kesempurnaan. Akan tetapi jalan terjal
menuju itu tentu saja selalu menghadang. Tugas kita adalah mengawal demokrasi
ini supaya teraplikasikan dalam seluruh aspek kehidupan.
C. Membangun Kehidupan Yang Demokratis
Di Indonesia.
1.
Pentingnya
Kehidupan Yang Demokratis.
Pada hakikatnya sebuah negara dapat
disebut sebagai negara yang demokratis, apabila di dalam pemerintahan tersebut
rakyat memiliki persamaan di depan hukum, memiliki kesempatan untuk
berpartisipasi dalam pembuatan keputusan dan memperoleh pendapatan yang layak
karena terjadi distribusi pendapatan yang adil, serta memiliki kebebasan yang
bertanggung jawab.
a.
Persamaan
Kedudukan di Muka Hukum.
Hukum itu mengatur bagaimana seharusnya
penguasa bertindak, bagaimana hak dan kewajiban dari penguasa dan juga
rakyatnya. Rakyat memiliki kedudukan yang sama di depan hukum. Artinya hukum
harus dijalankan secara adil dan benar. Hukum tidak boleh pandang bulu. Siapa
saja. yang bersalah dihukum sesuai ketentuan yang berlaku. Untuk menciptakan
hal itu harus ditunjang dengan adanya aparat penegak hukum yang tegas dan
bijaksana, bebas dari pengaruh pemerintahan yang berkuasa dan berani menghukum
siapa saja yang bersalah.
b.
Partisipasi
Dalam Pembuatan Keputusan.
Dalam negara yang menganut system
politik demokrasi, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan pemerintahan
dijalankan berdasarkan kehendak rakyat. Aspirasi dan kemauan rakyat harus
dipenuhi dan pemerintahan dijalankan berdasarkan konstitusi yang merupakan arah
dan pedoman dalam melaksanakan hidup bernegara. Para pembuat kebijakan
memperhatikan seluruh aspirasi rakyat yang berkembang. Kebijakan yang
dikeluarkan harus dapat mewakili berbagai keinginan masyarakat yang beragam.
Sebagai contoh, ketika rakyat berkeinginan kuat untuk menyampaikan pendapat di
muka umum maka pemerintah dan DPR menetapkan Undang – Undang yang mengatur
penyampaian pendapat di muka umum.
c.
Distribusi
Pendapatan Secara Adil.
Dalam negara demokrasi, semua bidang
dijalankan dengan berdasarkan prinsip keadilan termasuk didalam bidang ekonomi.
Semua warga negara berhak memperoleh pendapatan yang layak. Pemerintah wajib
memberikan bantuan kepada fakir dan miskin atau mereka yang berpendapatan
rendah. Akhir – akhir ini pemerintah menjalankan program pemberian bantuan
langsung tunai. Hal tersebut dilakukan dalam upaya membantu para fakir miskin.
Pada kesempatan lain, pemerintah terus giat membuka lapangan kerja agar
masyarakat dapat memperoleh penghasilan. Dengan program – program tersebut
diharapkan terjadi distribusi pendapatan yang adil di antara masyarakat
Indonesia.
d.
Kebebasan
Yang Bertanggung Jawab.
Dalam sebuah negara yang demokratis,
terdapat empat (4) kebebasan yang sangat penting yaitu :
1. Kebebasan
Beragama.
2. Kebebasan
Pers.
3. Kebebasan
Mengeluarkan Pendapat.
4. Kebebasan
Berkumpul.
Empat kebebasan ini merupakan hak asasi
manusia yang harus dijamin keberadaannya oleh negara. Akan tetapi
dalampelaksanaannya mesti bertanggung jawab, artinya kebebasan yang dimiliki
oleh setiap warga negara tidak boleh bertentangan dengan norma – norma yang
berlaku. Dengan kata lain, kebebasasn yang dikembangkan adalah kebebasan yang
tidak tak terbatas, yaitu kebebasan yang dibatasi oleh aturan dan kebebasan
yang dimiliki orang lain.
Setelah kalian memahami karakteristik
negara yang demokratis, coba kalian bayangkan jika kalian tidak diperlakukan
sama di depan hukum. kalian tentunya merasa diperlakukan tidak adil dan
kepercayaan kalian terhadap lembaga – lembaga peradilan menjadi menurun atau
bahkan tidak ada. Bayangkan pula apabila anggota masyarakat tidak diberi
kesempatan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan dan memperoleh penghidupan
yang layak. Pengangguran akan semakin meningkat serta fakir miskin bertambah
banyak jumlahnya dan mereka semakin terlantar kehidupannya.
Demikian pula halnya dalam kehidupan
sehari – hari di keluarga, sekolah dan masyarakat. Apa yang kalian rasakan
seandainya kalian tidak diberi kesempatan berbicara di depan orang tua kalian.
segala aturan keluarga harus kalian ikuti tanpa dimusyawarahkan terlebih
dahulu. jika di kelas kalian, guru tidak memberi kesempatan untuk bertanya,
mengemukakan pendapat, berdiskusi maka pemahaman kalian terhadap pelajaran
menjadi kurang optimal. Dalam masyarakat, apabila penyelesaian perkara tidak dilakukan
melalui musyawarah,maka masyarakat akan “Main Hakim Sendiri” dan pengambilan
kebijakan dilakukan sewenang – wenang,akibatnya suasana di lingkungan
masyarakat menjadi tidak nyaman dan tidak aman.
Dalam lingkup kehidupan berbangsa dan
bernegara, seandainya tidak ada pemilihan umum untuk memilih presiden dan
wakilpresiden, maka tentu saja tidak akan terwujud kebebasan warga negara untuk
memilih pemimpinnya. bayangkan pula seandainya warga negara tidak diberi
kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan pemerintah, maka
kebijakan yang dibuat pemerintah cenderung akan sewenang – wenang. Artinya,
kebijakan tersebut tidak sesuai dengan aspirasi warga negara.
Berdasarkan uraian diatas, dapat
dipahami bahwa kehidupan demokratis penting dikembangkan dalam berbagai
kehidupan. Seandainya kehidupan yang demokratis tidak terlaksana, maka sasa
kedaulatan rakyat tidak berjalan, tidak ada jaminan hak – hak asasi manusia,
tidak ada persamaan di depan hukum. jika demikian tampaknya kita akan semakin jauh
dari tujuan mewwujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
2.
Perilaku
Yang Mendukung Tegaknya Nilai – Nilai Demokrasi.
Demokrasi tidak mungkin terwujud, jika
tidak didukung oleh masyarakatnya. Pada dasarnya tumbuhnya budaya demokrasi disebabkan
karena rakyat tidak senang dengan tindakan yang sewenang – wenang, baik dari
pihak penguasa maupun dari rakyat sendiri. Oleh karena itu, kehidupan yang
demokratis hanya mungkin dapat terwujud ketika rakyat menginginkan terwujudnya
kehidupan tersebut.
Bagaimana caranya supaya kita dapat
menjalankan kehidupan yang demokratis ?. Untuk
menjalankan kehidupan demokratis, kita bisa memulainya dengan cara menampilkan
beberapa prinsip di bawah ini dalam kehidupan sehari – hari, yaitu :
a. Membiasakan
diri untuk berbuat sesuai dengan aturan main atau hukum yang berlaku.
b. Membiasakan
diri untuk bertindak demokratis dalam segala hal.
c. Membiasakan
diri untuk menyelesaikan persoalan dengan musyawarah.
d. Membiasakan
diri untuk mengadakan perubahan secara damai tidak dengan kekerasan.
e. membiasakan
diri untuk memilih pemimpin melalui cara – cara yang demokratis.
f. Selalu
menggunakan akal sehat dan hati nurani dalam musyawarah.
g. Selalu
mempertanggungjawabkan hasil keputusan musyawarah kepada Tuhan Yang Maha Esa,
masyarakat, bangsa dan negara bahkan diri sendiri.
h. Menuntut
hak setelah melaksanakan kewajiban.
i.
Menggunakan kebebasan dengan rasa
tanggung jawab.
j.
Menghormati hak orang lain dalam
menyampaikan pendapat.
k. Membiasakan
diri memberikan kritik yang bersifat membangun.
Kalian sebagai generasi penerus bangsa
dan sebagai ujung tombak dalam usaha menegakkan nilai – nilai demokrasi, sudah
semestinya mendemonstrasikan peran serta kalian dalam usaha mewujudkan
kehidupan yang demokratis. Paling tidak, kalian mencoba membiasakan hidup
demokratis di lingkungan keluarga dan di lingkungan sekolah maupun masyarakat
tempat kalian tinggal, sehingga pada akhirnya berkembang menuju kehidupan
berbangda dan bernegara yang demokratis. Nah sekarang coba kalian tuliskan
contoh – contoh perilaku kalian yang mencerminkan upaya menegakkan nilai –
nilai demokrasi.
a.
Dalam
kehidupan di Lingkungan Keluarga.
1. Tidak
memaksakan kehendak kepada anggota keluarga yang lain.
2. …….
3. …….
4. …….
5. …….
b.
Dalam
kehidupan di Lingkungan Sekolah.
1. Aktif
dalam kegiatan diskusi kelas.
2. …….
3. …….
4. …….
5. …….
c.
Dalam
kehidupan di Lingkungan Masyarakat.
1. Ikut
serta dalam kegiatan kerja bakti membersihkan lingkungan.
2. …….
3. …….
4. ……
5. ……
d.
Dalam
kehidupan di Lingkungan Bangsa dan Bernegara.
1. Mendukung
kelancaran proses pemilihan umum.
2. …….
3. …….
4. …….
5. …….
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Terima kasih Pak Erwin Edwar atas share bahan pembelajaran ini, sangat membantu.
ReplyDelete