Sistem Dan Dinamika Demokrasi Pancasila (PPKN Kelas XI SMA / MA / SMK / MAK – Halaman 36 s/d 70)


Sistem Dan Dinamika Demokrasi Pancasila (PPKN Kelas XI SMA / MA / SMK / MAK – Halaman 36 s/d 70) 

A.    Hakikat Demokrasi.
1.      Makna Demokrasi.
Kata demokrasi berasal dari dua kata dalam bahas yunani, yaitu “Demos” yang berarti “Rakyat” dan “Kratos / Kratein” yang berarti “Pemerintahan”, sehingga demokrasi dapat diartikan sebagai “Pemerintahan Rakyat”. Kata ini kemudian diserap menjadi salah satu kosakata dalam bahasa Inggris yaitu “Democracy”. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar sebab demokrasi saat ini disebut – sebut sebagai indicator perkembangan politik suatu negara.
Kebanyakan orang mungkin sudah terbiasa dengan istilah demokrasi, tapi tidak menutup kemungkinan masih ada yang salah dalam mempersepsikan istilah demokrasi. Bahkan tidak hanya itu, konsep demokrasi bisa saja disalahgunakan oleh para penguasa yang otoriter untuk memperoleh dukungan rakyat agar kekuasaannya tetap langgeng.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Demokrasi merupakan istilah politik yang berarti pemerintahan rakyat. Hal tersebut dapat diartikan bahwa dalam sebuah negara demokrasi kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh rakyat atau wakil – wakil yang mereka pilih di bawah system pemilihan bebas.
Dalam pandangan Abraham Lincoln, demokrasi adalah suatu system pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Artinya rakyat dengan serta merta mempunyai kebebasan untuk melakukan semua aktivitas kehidupan termasuk aktivitas politik tanpa adanya tekanan dari pihak manapun, karena pada hakikatnya yang berkuasa adalah rakyat untuk kepentingan bersama. Dengan demikian, sebagai sebuah konsep politik, demokrasi adalah landasan dalam menata system pemerintahan negara yang terus berproses kearah yang lebih baik. Dalam proses tersebut, rakyat diberi peran penting dalam menentukan atau memutuskan berbagai hal yang menyangkut kehidupan bersama sebagai sebuah bangsa dan negara.
Kebebasan dan demokrasi sering dipakai secara timbal balik, tetapi keduanya tidak sama. Sebagai suatu konsep, demokrasi adalah seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan yang juga mencakup seperangkat praktik yang terbentuk melalui sejarah panjang dan sering berliku – liku. Pendeknya, demokrasi adalah pelembagaan dari kebebasan. artinya, kebebasan yang dimiliki rakyat diatur dan diarahkan oleh sebuah lembaga kekuasaan yang sumber kekuasaannya berasal dari rakyat dan dijalankan sendiri oleh rakyat sehingga kebebasan yang mereka miliki dapat dilaksanakan secara bertanggung jawab dan tidak melanggar kebebasan yang dimiliki orang lain.
2.      Klasifikasi Demokrasi.
Demokrasi telah dijadikan sebagai system politik yang dianut oleh sebagian besar negara di dunia. Meskipun demikian, dalam pelaksanaannya berbeda – beda bergantung dari sudut pandang masing -  masing. Keanekaragaman sudut pandang inilah yang membuat demokrasi dapat dikenal dari berbagai macam bentuk. Berikut ini dipaparkan beberapa macam bentuk demokrasi.
a.      Berdasarkan Titik Berat Perhatiannya.
Dilihat dari titik berat yang menjadi perhatiannya, demokrasi dapat dibedakan ke dalam tiga bentuk :
1.      Demokrasi Formal.
Yaitu suatu demokrasi yang menjungjung tinggi persamaan dalam bidang politik, tanpa disertai upaya untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan dalam bidang ekonomi. Bentuk demokrasi ini dianut oleh negara – negara liberal.
2.      Demokrasi Material.
Yaitu demokrasi yang dititikberatkan pada upaya menghilangkan perbedaan dalam bidang ekonomi, sedangkan persamaan dalam bidang politik kurang diperhatikan bahkan kadang – kadang dihilangkan. Bentuk demokrasi ini dianut oleh negara – negara komunis.
3.      Demokrasi Gabungan.
Yaitu bentuk demokrasi yang mengambil kebaikan serta membuang keburukan dari bentuk demokrasi formal dan material. Bentuk demokrasi ini dianut oleh negara – negara non blok.
b.      Berdasarkan Ideologi.
Berdasarkan ideology yang menjadi landasannya, demokrasi dapat dibedakan kedalam dua bentuk.
1.      Demokrasi Konstitusional atau Demokrasi Liberal.
Yaitu demokrasi yang didasarkan pada kebebasan atau individualism. Ciri khas pemerintahan demokrasi konstitusional adalah kekuasaan pemerintahannya terbatas dan tidak diperkenankan banyak melakukan campur tangan dan bertindak sewenang – wenang terhadap rakyatnya. Kekuasaan pemerintah dibatasi oleh konstitusi.
2.      Demokrasi Rakyat atau Demokrasi Proletar.
Yaitu demokrasi yang didasarkan pada paham marxisme – komunisme. Demokrasi rakyat mencita – citakan kehidupan yang tidak mengenal kelas sosial. manusia dibebaskan dari keterikatannya kepada pemilikan pribadi tanpa ada penindasan serta paksaan. Akan tetapi, untuk mencapai masyarakat tersebut, apabila diperlukan, dapat dilakukan dengan cara paksa atau kekerasan. Menurut Mr. Kranenburg, demokrasi rakyat lebih mendewakan pemimpin. Sementara menurut pandangan Miriam Budiardjo, komunisme tidak hanya merupakan system politik, tetapi juga mencerminkan gaya hidup yang berdasarkan nilai – nilai tertentu. Negara merupakan alat untuk mencapai komunisme dan kekerasan dipandang sebagai alat yang sah.
c.       Berdasarkan Proses Penyaluran Kehendak Rakyat.
Menurut cara penyaluran kehendak rakyat, demokrasi dapat dibedakan kedalam dua bentuk.
1.      Demokrasi Langsung.
Yaitu Paham demokrasi yang mengikutsertakan setiap warga negaranya dalam permusyawaratan untuk menentukan kebijaksanaan umum negara atau undang – undang secara langsung.
2.      Demokrasi Tidak Langsung.
Yaitu paham demokrasi yang dilaksanakan melalui system perwakilan. Penerapan demokrasi seperti ini berkaitan dengan kenyataan suatu negara yang jumlah penduduknya semakin banyak, wilayahnya semakin luas dan permasalahan yang dihadapinya semakin rumit dan kompleks. Demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan biasanya dilaksanakan melalui Pemilihan Umum.
3.      Prinsip – Pinsip Demokrasi.
Berbicara mengenai demokrasi tidak akan terlepas dari pembicaraan tentang kekuasaan rakyat. Demokrasi merupakan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Secara eksplisit ditegaskan bahwa rakyatlah pemegang kekuasaan yang sebenarnya.
Demokrasi sebagai system politik yang saat ini dianut oleh sebagian besar negara di dunia tentu saja memiliki prinsip – prinsip yang berbeda dengan system yang lain. Henry B. Mayo sebagaimana dikutip oleh Miriam Budiardjo dalam bukunya yang berjudul “Dasar – Dasar Ilmu Politik” mengungkapkan prinsip dari demokrasi yang akan mewujudkan suatu system politik yang demokratis. Adapun prinsip – prinsip tersebut sebagai berikut :
a.       Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga.
b.      Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah.
c.       Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur.
d.      Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum.
e.       Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman.
f.       Menjamin tegaknya keadilan.
Kemudian, menurut Alamudi sebagaimana dikutip oleh Sri Wuryan dan Syaifullah dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Kewarganegaraan”, suatu negara dapat disebut berbudaya demokrasi apabila memiliki soko guru demokrasi sebagai berikut :
a.       Kedaulatan rakyat.
b.      Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah.
c.       Kekuasaan mayoritas.
d.      Hak –hak minoritas.
e.       Jaminan hak – hak asasi manusia.
f.       Pemilihan yang bebas dan jujur.
g.      Persamaan di depan hukum.
h.      Proses hukum yang wajar.
i.        Pembatasan pemerintahan secara konstitusional.
j.        Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik.
k.      Nilai – nilai toleransi, pragmatism, kerjasama dan mufakat.
Prinsip – prinsip demokrasi yang diuraikan diatas sesungguhnya merupakan nilai – nilai yang diperlukan untuk mengembangkan suatu bentuk pemerintahan yang demokratis. Berdasarkan prinsip – prinsip inilah, sebuah pemerintahan yang demokratis dapat ditegakkan. Sebaliknya, tanpa prinsip – prinsip tersebut, bentuk pemerintah yang demokratis akan sulit ditegakkan.  
B.     Dinamika Penerapan Demokrasi Pancasila.
1.      Prinsip –Prinsip Demokrasi di Indonesia.
Bagi bangsa Indonesia, pilihan yang teat dalam menerapkan paham demokrasi adalah dengan Demokrasi Pancasila. Paham Demokrasi Pancasila sangat sesuai dengan kepribadian bangsa yang digali dari tata nilai sosialbudaya sendiri. Hal itu telah dipraktikkan secara turun temurun jauh sebelum Indonesia merdeka.
Kenyataan ini dapat kita lihat pada kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia yang menerapkan “Musyawarah Mufakat” dan “Gotong Royong” dalam menyelesaikan masalah – masalah bersama yang terjadi disekitarnya.
Pada hakikatnya rumusan Demokrasi Pancasila tercantum dalam sila keempat Pancasila, yaitu Kerakyatan yang oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /  perwakilan. Rumusan tersebut pada dasarnya merupakan rangkaian totalitas yang terkait erat antara satu sila dan sila yang lainnya (bulat dan utuh). Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Notonegoro yang menyatakan Demokrasi Pancasila adalah Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaran / perwakilan yang ber - Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab, yang mempersatukan Indonesia dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ahmad Sanusi mengutarakan 10 Pilar Demokrasi konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan UUD Negara RI Tahun 1945.
a.      Demokrasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa.
Seluk beluk system perilaku dalam menyelenggarakan kenegaraan RI harus taat asas, konsisten atau sesuai dengan nilai – nilai dan kaidah – kaidah dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
b.      Demokrasi dengan Kecerdasan.
Mengatur dan menyelenggarakan demokrasi menurut UUD Negara RI Tahun 1945 itu bukan dengan kekuatan naluri, kekuatan otot atau kekuatan massa semata – mata. Pelaksanaan demokrasi itu justru lebih menuntut kecerdasan rohaniah, kecerdasan aqliyah, kecerdasan rasional dan kecerdasan emosional.
c.       Demokrasi yang Berkedaulatan Rakyat.
Kekuasaan tertinggi ada ditangan rakyat. Secara prinsip, rakyatlah yang memiliki / memegang kedaulatan itu. Dalam batas – batas tertentu kedaulatan rakyat itu dipercayakan kepada wakil – wakil rakyat di MPR (DPR / DPD) dan DPRD.
d.      Demokrasi dengan Rule of Law.
Hal ini mempunyai empat makna penting, yaitu ;
1.      Kekuasaan negara RI harus mengandung, melindungi serta mengembangkan kebenaran hukum (Legal truth) bukan demokrasi ugal – ugalan, demokrasi dagelan atau demokrasi manipulative.
2.      Kekuasaan negara memberikan keadilan hukum (Legal Justice) bukan demokrasi yang terbatas pada keadilan formal dan pura – pura.
3.      Kekuasaan negara menjamin kepastian hukum (legal security) bukan demokrasi yang membiarkan kesemrawutan atau anarki.
4.      Kekuasaan negara mengembangkan manfaat atau kepentingan hukum (legal interest), seperti kedamaian dan pembangunan, bukan demokrasi yang justru mempopulerkan fitnah dan hujatan atau menciptakan perpecahan, permusuhan dan kerusakan.
e.       Demokrasi dengan Pemisahan Kekuasaan Negara.
Demokrasi menurut UUD Negara RI Tahun 1945 bukan saja mengakui kekuasaan negara RI yang tidak tak terbetas secara hukum, melainkan juga demokrasi itu dikuatkan dengan pembagian kekuasaan negara dan diserahkan kepada badan – badan negara yang bertanggung jawab. Jadi demokrasi menurut UUD negara RI Tahun 1945 mengenal semacam pembagian dan pemisahan kekuasaan (division and separation of power), dengan system pengawasan dan perimbangan (check and balance)
f.       Demokrasi dengan Hak Asasi manusia.
Demokrasi menurut UUD Negara RI Tahun 1945 mengakui hak asasi manusia yang tujuannya bukan saja menghormati hak – hak manusia, melainkan terlebih – lebih untuk meningkatkan martabat dan derajat manusia seluruhnya.
g.      Demokrasi dengan Pengadilan yang Merdeka.
Demokrasi menurut UUD Negara RI Tahun 1945 menghendaki diberlakukannya system pengadilan yang merdeka (independen) yang memberi peluang seluas – luasnya kepada semua pihak yang berkepentingan untuk mencari dan menemukan hukum yang seadil – adilnya. Di muka pengadilan yang merdeka penggugat dengan pengacaranya, penuntut umum dan terdakwa dengan pengacaranya mempunyai hak yang sama untuk mengajukan konsideran (pertimbangan), dalil – dalil, fakta – fakta, saksi, alat pembuktian dan petitumnya.
h.      Demokrasi dengan Otonomi daerah.
Otonomi daerah merupakan pembatasan terhadap kekuasaan negara,khususnya kekuasaan legislative dan eksekutif di tingkat pusat dan lebih khusus lagi pembatasan atas kekuasaan presiden. UUD Negara RI Tahun 1945 secara jelas memerintahkan dibentuknya daerah – daerah otonom pada provinsi dan kabupaten / kota. Dengan peraturan pemerintah, daerah – daerah otonom itu dibangun dan disiapkan untuk mampu mengatur dan menyelenggarakan urusan – urusan pemerintahan sebagai urusan rumah tangganya sendiri yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
i.        Demokrasi dengan Kemakmuran.
Demokrasi itu bukan hanya soal kebebasan dan hak,bukan hanya soal kewajiban dan tanggung jawab, bukan pula soal mengorganisir kedaulatan rakyat atau pembagian kekuasaan kenegaraan. Demokrasi itu bukan pula hanya soalmotonomi daerah dan keadilan hukum. Sebab bersamaan dengan itu semua, demokrasi menurut UUD Negara RI Tahun 1945 itu ternyata ditujukan untuk membangun negara kemakmuran (Welfare state) oleh dan untuk sebesar – besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.
j.        Demokrasi yang Berkeadilan.
Demokrasi menurut UUD Negara RI Tahun 1945 menggariskan keadilan sosial diantara berbagai kelompok, golongan dan lapisan masyarakat. Tidak ada golongan, lapisan, kelompok, satuan atau organisasi yang jadi anak emas, yang diberi berbagai keistimewaan atau hak – hak khusus.
Karakter utama Demokrasi Pancasila adalah Sila Keempat, yaitu “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / Perwakilan”. Dengan kata lain, demokrasi Pancasila mengandung 3 (Tiga) karakter utama, yaitu Kerakyatan, Permusyawaratan dan hikmat kebijaksanaan.
Tiga karakter tersebut sekaligus berkedudukan sebagai cita – cita luhur penerapan demokrasi di Indonesia.
1.      Cita – cita kerakyatan merupakan bentuk penghormatan kepada rakyat Indonesia dengan memberi kesempatan kepada rakyat Indonesia untuk berperan atau terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemerintah.
2.      Cita – cita permusyawaratan memancarkan keinginan untuk mewujudkan negara persatuan yang dapat mengatasi paham perseorangan atau golongan.
3.      Cita – cita hikmat kebijaksanaan merupakan keinginan bangsa Indonesia bahwa demokrasi yang diterapkan di Indonesia merupakan demokrasi yang didasarkan pada nilai – nilai ketuhanan, perikemanusiaan, persatuan, permusyawaratan dan keadilan.
Demokrasi Pancasila memiliki niali lebih jika dibandingkan dengan demokrasi di negara lain. Demokrasi Pancasila mengandung beberapa nilai moral yang bersumber dari Pancasila, yaitu sebagai berikut :
a.       Persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia.
b.      Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
c.       Pelaksanaan kebebasan yang dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri dan orang lain.
d.      Mewujudkan rasa keadilan sosial.
e.       Pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat.
f.       Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan.
g.      Menjungjung tinggi tujuan dan cita – cita nasional.
Demikianlah beberapa nilai lebih Demokrasi Pancasila yang merupakan corak khas budaya demokrasi di Indonesia.    
2.      Periodisasi Perkembangan Demokrasi Pancasila.
Dalam sudut pandang normative, Demokrasi merupakan sesuatu yang secara ideal hendak dilakukan atau diselenggarakan oleh sebuah negara, seperti misalnya kita mengenal ungkapan “Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. Ungkapan normative tersebut biasanya diterjemahkan dalam konstitusi pada masing – masing negara, misalnya dalam UUD Negara RI Tahun 1945 bagi pemerintahan RI.  Melihat hal diatas, tentu saja negara kita sudah memenuhi kriteria sebagai negara demokrasi.
Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan negara kita, semua konstitusi yang pernah berlaku menganut prinsip demokrasi. hal ini dapat dilihat misalnya dalam ketentuan – ketentuan sebagai berikut :
a.       Dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 (sebelum diamandemen) berbunyi “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”
b.      Dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD Negara RI 1945 (setelah diamandemen) berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang – Undang Dasar”.
c.       Dalam Konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat), Pasal 1 :
1.      Ayat 1 berbunyi “Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk federasi”.
2.      Ayat 2 berbunyi “Kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh pemerintah bersama – sama Dewan Perwakilan rakyat dan Senat”.
d.      Dalam UUDS 1950 Pasal 1 :
1.      Ayat 1 berbunyi “Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”.
2.      Ayat 2 berbunyi “Kedaulatan Republic Indonesia adalah di tangan rakyat dan dilakukan oleh pemerintah bersama – sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat”.
Dari Keempat konstitusi tersebut, kita dapat melihat secara jelas bahwa secara normative Indonesia adalah negara demokrasi. Akan tetapi, yang menjadi persoalan apakah konstitusi tersebut melahirkan suatu system yang demokratis ?. Untuk melihat apakah suatu system pemerintahan adalah system yang demokratis atau tidak, dapat dilihat dari indicator – indicator yang dirumuskan oleh Affan Gaffar berikut ini :
a.      Akuntabilitas.
Dalam demokrasi, setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya. Tidak hanya itu, ia juga harus dapat mempertanggungjawabkan ucapan atau kata – katanya, serta yang tidak kalah pentingnya adalah perilaku dalam kehidupan yang pernah, sedang bahkan yang akan dijalaninya. pertanggungjawaban itu tidak hanya menyangkut dirinya, tetapi juga menyangkut keluarganya dalam arti luas, yaitu perilaku anak dan istrinya,juga sanak keluarganya terutama yang berkaitan dengan jabatannya.
b.      Rotasi Kekuasaan.
Dalam demokrasi, peluang akan terjadinya rotasi kekuasaan harus ada dan dilakukan secara teratur dan damai. jadi, tidak hanya satu orang yang selalu memegang jabatan, sementara peluang orang lain tertutup sama sekali.
c.       Rekrutmen Politik yang Terbuka.
Untuk memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan, diperlukan satu system rekrutmen politik yang terbuka. Artinya, setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi suatu jabatan olitik yang dipilih rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan kompetisi untuk mengisi jabatan politik tersebut.
d.      Pemilihan Umum.
Dalamsuatu negara demokrasi, pemilu dilaksanakan secara teratur. Pemilu merupakan sarana untuk melaksanakan rotasi kekuasaan dan rekrutmen politik. Setiap warga negara yang sudah dewasa mempunyai hak untuk memilih dan dipilih dan bebas menggunakan haknya tersebut sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Dia bebas untuk menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya, tanpa ada rasa takut atau paksaan dari orang lain. Pemilih juga bebas mengikuti segalamacam aktivitas pemilihan seperti kampanye dan menyaksikan penghitungan suara.
e.       Pemenuhan Hak – Hak Dasar.
Dalam suatu negara yang demokratis, setiap warga negara dapat menikmati hak – hak dasar mereka secara bebas, termasuk didalamnya hak untuk menyatakan pendapat, hak untuk berkumpul dan berserikat,serta hak untuk menikmati pers yang bebas.
Kelima indikator diatas merupakan elemen umum dari demokrasi yang menjadi ukuran dari sebuah negara demokratis. dari indicator – indicator tersebut, apakah semuanya sudah diterapkan di Indonesia ?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita dapat melihatnya dari alur sejarah politik di Indonesia, yaitu pada pemerintahan masa revolusi kemerdekaan Indonesia, pemerintahan parlementer, pemerintahan demokrasi terpimpin, pemerintahan orde Baru dan pemerintahan orde reformasi. Mengapa demikian ?. Karena pada masa – masa tersebut demokrasi sebagai system pemerintahan RI mengalami perkembangan yang fluktuatif. Dengan berdasarkan pada indicator – indicator yang disebutkan diatas, berikut ini dipaparkan perkembangan demokrasi pada masa – masa tersebut, sehingga pada akhirnya kita dapat menjawab sendiri pertanyaan apakah Indonesia negara demokrasi atau bukan ?.
a.      Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia Pada Periode 1945 – 1949.
Kalau kita mengikuti risalah sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha – Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia), maka kita akan melihat begitu besarnya komitmen para pendiri bangsa ini untuk mewujudkan demokrasi politik di Indonesia. Muhammad Yamin dengan beraninya memasukkan asas peri kerakyatan dalam usulan dasar negara Indonesia merdeka. Ir. Soekarno dengan penuh keyakinan memasukkan asas mufakat atau demokrasi dalam usulannya tentang dasar negara Indonesia merdeka yang kemudian diberi nama Pancasila. Keyakinan mereka yang sangat besar tersebut timbul karena dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan mereka. Mereka percaya bahwa demokrasi bukan merupakan sesuatu yang hanya terbatas pada komitmen, tetapi juga merupakan sesuatu yang perlu diwujudkan.
Pada masa pemerintahan revolusi Kemerdekaan (1945 - 1949), pelaksanaan demokrasi baru terbatas pada berfungsinya pers yang mendukung revolusi kemerdekaan. Adapun elemen – elemen demokrasi yang lain belum sepenuhnya terwujud karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan. Hal ini dikarenakan pemerintah harus memusatkan seluruh energinya bersama – sama rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan dan menjaga kedaulatan negara,agar negara kesatuan tetap hidup.
Partai – partai politik tumbuh dan berkembang dengan cepat. Tetapi, fungsinya yang paling utama adalah ikut serta memenangkan revolusi kemerdekaan dengan menanamkan kesadaran untuk bernegara serta menanamkan semangat anti penjajahan. Karena keadaan yang tidak mengizinkan, pemilihan umum belum dapat dilaksanakan sekalipun hal itu telah menjadi salah satu agenda politik utama.
Meskipun tidak banyak catatan sejarah yang menyangkut perkembangan demokrasi pada periode ini, akan tetapi pada periode tersebut telah diletakkan hal – hal mendasar bagi perkembangan demokrasi di Indonesia untuk masa selanjutnya.
1.      Pemberian hak – hak politik secara menyeluruh. para pembentuk negara sudah sejak semula mempunyai komitmen yang sangat besar terhadap demokrasi sehingga begitu mereka menyatakan kemerdekaan dari pemerintah colonial Belanda, semua warga negara yang sudah di anggap dewasa memiliki hak politik yang sama, tanpa ada diskriminasi yang bersumber dari ras, agama, suku, dan kedaerahan.
2.      Presiden yang secara konstitusional memiliki kemungkinan untuk menjadi seorang dictator, dibatasi kekuasaannya ketika KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dibentuk untuk menggantikan presiden.
3.      Dengan maklumat wakil presiden, dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai politik yang kemudian menjadi peletak dasar bagi system kepartaian di Indonesia untuk masa – masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan politik kita.
b.      Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia Pada Periode 1949 – 1959.
Periode kedua pemerintahan negara Indonesia merdeka berlangsung dalam rentang waktu antara tahun 1949 sampai 1959. pada periode ini terjadi dua kali pergantian Undang- Undang dasar.
1.      Pergantian UUD 1945 dengan Konstitusi RIS pada rentang waktu 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950. Dalam rentang waktu ini, bentuk negara kita berubah dari kesatuan menjadi serikat, system pemerintahan juga berubah dari presidensil menjadi quasi parlementer.
2.      Pergantian Konstitusi RIS dengan Undang- Undang Dasar sementara 1950 pada rentang waktu 17 agustus 1950 sampai dengan 5 juli 1959. pada periode pemerintahan ini bentuk negara kembali berubah menjadi negara kesatuan dan system pemerintahan menganut system parlementer. Dengan demikian, dapst disimpulkan bahwa pada periode 1949 sampai dengan 1959, negara kita menganut demokrasi parlementer.
Masa demokrasi parlementer merupakan masa yang semua elemen demokrasinya dapat kita temukan perwujudannya dalam kehidupan politik di Indonesia.
1.      Lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi dalam peroses politik yang berjalan. perwujudan kekuasaan parlemen ini diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepada pihak pemerintah yang mengakibatkan cabinet harus meletakan jabatannya meskipun pemerintahannya baru berjalan beberapa bulan, seperti yang terjadi pada Ir. Djuanda Kartawidjaja yang diberhentikan dengan mosi tidak percaya dari parlemen.
2.      Akuntabilitas (Pertanggungjawaban) pemegang jabatan dan politisi pada umumnya sangat tinggi. Hal ini dapat terjadi karena berfungsinya parlemen dan juga sejumlah media massa sebagai alat control sosial. Sejumlah kasus jatuhnya cabinet pada periode ini merupakan contoh konkret dari tingginya akuntabilitas tersebut.
3.      Kehidupan Kepartaian boleh dikatakan memperoleh peluang yang sebesar – besarnya untuk berkembang secara maksimal. dalam periode ini, Indonesia menganut system multi partai. Pada periode ini, hampir 40 partai politik terbentuk dengan tingkat otonomi yang sangat tinggi dalam proses rekrutmen, baik pengurus atau pimpinan partainya maupun para pendukungnya. Campur tangan pemerintah dalam hal rekrutmen boleh dikatakan tidak ada sama sekali. Setiap partai bebas memilih ketua dan segenap anggota pengurusnya.
4.      Sekalipun pemilu hanya dilaksanakan satu kali yaitu pada 1955, tetapi pemilu tersebut benar – benar dilaksanakan dengan prinsip demokrasi. Kompetisi antar partai politik berjalan sangat intensif dan fair, serta yang tidak kalah pentingnya adalah setiap pemilih dapat menggunakan hak pilihnya dengan bebas tanpa ada tekanan atau rasa takut.
5.      Masyarakat pada umumnya dapat merasakan bahwa hak – hak dasar mereka tidak dikurangi sama sekali, sekalipun tidak semua warga negara dapat memanfaatkannya dengan maksimal. Hakuntuk berserikat dan berkumpul dapat diwujudkan dengan jelas, dengan terbentuknya sejumlah partai politik dan organisasi peserta pemilu. Kebebasan pers juga dirasakan dengan baik. Demikian juga dengan kebebasan berpendapat. Masyarakat mampu melakukannya tanpa ada rasa takut untuk menghadapi resiko, sekalipun mengkritik pemerintah dengan keras. Sebagai contoh adalah yang dilakukan oleh Dr. halim, mantan Perdana Menteri, yang menyampaikan surat terbuka dan mengeluarkan semua isi hatinya dengan kritikan yang sangat tajam terhadap sejumlah langkah yang dilakukan Presiden Soekarno. Surat tersebut tertanggal 27 Mei 1955. Petikan isi surat tersebut adalah sebagai berikut :
Dikarenakan hubungan kita selama tiga atau empat tahun yang terbatas pada satu atau dua pertemuan setahun …. saya terpanggil untuk menggunakan bentuk “surat terbuka” ini guna meminta perhatian saudara terhadap keadaan sekarang ini, yang saya yakini bukan hanya luar biasa pelik, tapi telah hampir menjadi ledakan.
Mungkin saudara sudah mengetahui hal – hal ingin saya sebutkan disini atau yang sudah saya sampaikan kepada saudara untuk diperhatikan. Walaupun demikian, saya rasa perlu hal – hal itu dinyatakan kembali, karena saya tidak adanya langkah – langkah yang ditempuh untuk memperbaiki keadaan ini. Sebaliknya, keadaan – keadaan buruk yang berlangsung di negeri kita sekarang setiap hari semakin buruk.
Akhirnya, saya ingin menyatakan, bahwa saya gembira ketika mendengar saudara menyatakan bahwa pengembalian Irian Barat ke Indonesia merupakan “obsesi” bagi saudara. Tetapi saya akan lebih gembira lagi kalau saya mendengar saudara menyatakan bahwa kesejahteraan rakyat juga menjadi obsesi saudara.
Saya berharap, saudara membaca surat ini dengan semangat kejujuran. (Dikutif dari buku Politik Indonesiaa : Transisi Menuju Demokrasi karangan Affan Gaffar, 2004 : 15 - 16)

6.      Dalam masa pemerintahan parlementer, daerah – daerah memperoleh otonomi yang cukup bahkan otonomi yang seluas – luasnya dengan asas desentralisasi sebagai landasan untuk berpijak dalam mengatur hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat – pemerintah daerah.
Keenam Indikator tersebut merupakan ukuran dalam pelaksanaan demokrasi pada masa pemerintahan Parlementer. Akan tetapi, pelaksanaan tersebut tidak berumur panjang. Demokrasi Parlementer hanya bertahan selama 9 (sembilan) tahun seiring dengan dikeluarkannya dekrit oleh Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 yang membubarkan Konstituante dan kembali kepada UUD 1945. Presiden menganggap bahwa demokrasi parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat gotong royong sehingga beliau menganggap bahwa system demokrasi ini telah gagal mengadopsi nilai – nilai kepribadian bangsa Indonesia.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa demokrasi parlementer mengalami kegagalan ?. Banyak sekali para ahli mencoba menjawab pertanyaan tersebut. dari sekian banyak jawaban tersebut, ada beberapa hal yang dinilai tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut.
1.      Munculnya usulan presiden yang dikenal dengan konsepsi Presiden untuk membentuk pemerintahan yang bersifat gotong royong yang melibatkan semua kekuatan politik yang ada termasuk Partai Komunis Indonesia (PKI). melalui konsepsi ini, Presiden membentuk Dewan Nasional yang melibatkan semua organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan. Konsepsi Presiden dan Dewan Nasional ini mendapat tantangan yang sangat kuat dari sejumlah partai politik terutama Masyumi dan Partai Syarikat Islam. Mereka menganggap bahwa pembentukan Dewan Nasional merupakan pelanggaran yang sangat fundamental terhadap konstitusi negara karena lembaga tersebut tidak dikenal dalam konstitusi.  
2.      Dewan Konstituante mengalami jalan buntu untuk mencapai kesepakatan merumuskan ideology nasional, karena tidak tercapainya titik temu antara dua kubu politik, yaitu kelompok yang menginginkan Islam sebagai ideology negara dan kelompok lain yang menginginkan Pancasila sebagai ideology negara. Ketika voting dilakukan, ternyata suara mayoritas yang diperlukan tidak pernah tercapai.
3.      Dominannya politik aliran sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan konflik. Akibat politik aliran tersebut, setiap konflik yang terjadi cenderung meluas melewati batas wilayah yang pada akhirnya membawa dampak yang sangat negatif terhadap stabilitas politik.
4.      Basis sosial ekonomi yang masih sangat lemah. Struktur sosial yang dengan tegas membedakan kedudukan masyarakat secara langsung tidak mendukung keberlangsungan demokrasi. Akibatnya, semua komponen masyarakat sulit dipersatukan, sehingga hal tersebut mengganggu stabilitas pemerintahan yang berdampak pada begitu mudahnya pemerintahan yang sedang berjalan dijatuhkan atau diganti sebelum masa jabatannya selesai.
c.       Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia Pada Periode 1959 – 1965.
Kinerja Dewan Konstituante yang berlarut – larut membawa Indonesia kedalam persoalan politik yang sangat pelik. Negara dilingkupi oleh kondisi yang serba tidak pasti, karena landasan konstitusional tidak mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena hanya bersifat sementara. Selain itu juga, situasi seperti ini memberi pengaruh yang besar terhadap situasi keamanan nasional yang sudah membahayakan persatuan dan kesatuan nasional.
Presiden Soekarno sebagai kepala negara melihat situasi ini sangat membahayakan bila terus dibiarkan. Oleh karena itu, untuk mengeluarkan bangsa ini dari persoalan yang teramat pelik ini, Presiden Soekarno menerbitkan suatu dekrit pada tanggal 5 juli 1959 yang selanjutnya dikenal dengan sebutan “Dekrit Presiden 5 Juli 1959”. Dalam dekrit tersebut, Presiden menyatakan pembubaran Dewan Konstituante dan kembali kepada UUD 1945. Dekrit Presiden tersebut mengakhiri era demokrasi parlementer, yang kemudian membawa dampak yang sangat besar dalam kehidupan politik nasional. Era baru demokrasi dan pemerintahan Indonesia mulai dimasuki, yaitu suatu konsep demokrasi yang oleh Presiden Soekarno disebut sebagai “Demokrasi Terpimpin”. maksud konsep terpimpin ini, dalam pandangan Presiden Soekarno adalah dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan.
Demokrasi terpimpin merupakan pembalikan total dari proses politik yang berjalan pada masa demokrasi parlementer. Adapun karakteristik yang utama dari perpolitikan pada era demokrasi terpimpin sebagai berikut :
1.      Mengaburnya system kepartaian. Kehadiran partai – partai politik bukan untuk mempersiapkan diri dalam rangka mengisi jabatan politik di pemerintah (karena Pemilu tidak pernah dijalankan), tetapi lebih merupakan elemen penopang dari tarik ulur kekuatan antara lembaga kepresidenan, Angkatan Darat dan Partai Komunis Indonesia.
2.      Dengan terbentuknya DPRGR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong),  peranan lembaga legislative dalam sistem politik nasional menjadi sedemikian lemah. DPR – GR tidak lebih hanya merupakan instrument politik lembaga kepresidenan. Proses rekrutmen politik untuk lembaga ini pun ditentukan oleh presiden.
3.      Hak dasar manusia menjadi sangat lemah. Kritik dan saran dari lawan – lawan politik Presiden tidak banyak diberikan. mereka tidak mempunyai keberanian untuk menentangnya.
4.      Masa demokrasi terpimpin membuat kebebasan pers berkurang. Sejumlah surat kabar dan majalah dilarang terbit oleh pemerintah seperti misalnya “Harian Abadi” yang berafiliasi dengan Masyumi dan Harian Pedoman yang berafiliasi dengan PSI
5.      Sentralisasikekuasaan semakin dominan dalam proses hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. daerah – daerah memiliki otonomi yang terbatas.
Dari kelima karakter diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa pada era demokrasi terpimpin terdapat penyimpangan – penyimpangan terhadap demokrasi. Hal ini tidak terlepas dari kondisi Indonesia yang baru merdeka.
d.      Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia Pada Periode 1965 – 1998.
Era baru dalam pemerintahan dimulai setelah melalui masa transisi yang singkat, yaitu antara tahun 1966 – 1968, ketika Jenderal Soeharto dipilih menjadi Presiden RI. Era yang kemudian dikenal sebagai Orde Baru dengan konsep “Demokrasi Pancasila”. Visi Utama pemerintahan Orde Baru ini adalah untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
Dengan visi tersebut, Orde Baru memberikan secercah harapan bagi rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia mengharapkan adanya perubahan – perubahan politik menjadi lebih demokratis. Harapan tersebut tentu saja ada dasarnya. Orde Baru dipandang mampu mengeluarkan bangsa ini keluar dari keterpurukan.
Harapan rakyat tersebut tidak sepenuhnya terwujud. Karena, sebenarnya tidak ada perubahan yang substantive dari kehidupan politik Indonesia. dalam perjalanan politik pemerintahan Orde Baru, kekuasaan presiden merupakan pusat dari seluruh proses politik di Indonesia. Lembaga kepresidenan merupakan pengontrol utama lembaga negara lainnya, baik yang bersifat suprastruktur (DPR, MPR, DPA, BPK dan MA) maupun yang bersifat infrastruktur (LSM, partai politik, dsb). Selain itu juga, Presiden Soeharto mempunyai sejumlah legalitas yang tidak dimiliki oleh siapapun seperti Pengemban Supersemar, Mandataris MPR, bapak Pembangunan dan Panglima tertinggi ABRI.
Dari uraian diatas, kita dapat menggambarkan bahwa pelaksanaan Demokrasi Pancasila masih jauh dari harapan. Pelaksanaan nilai – nilai Pancasila secara murni dan konsekuen hanya dijadikan alat politik penguasa belaka. Kenyataan yang terjadi Demokrasi Pancasila sama dengan kediktatoran. Untuk lebih jelasnya berikut ini dipaparkan karakteristik Demokrasi Pancasila masa Orde baru yang berdasarkan pada indicator demokrasi yang telah dikemukakan sebelumnya.
1.      Rotasi kekuasaan eksekutif boleh dikatakan sangat kecil terjadi.
Kecuali pada jajaran yang lebih rendah, seperti gubernur, bupati / walikota, camat dan kepala desa. Kalaupun ada perubahan, selama pemerintahan Orde Baru hanya terjadi pada jabatan wakil presiden, sementara pemerintahan secara esensial masih tetap sama.  
2.      Rekrutmen politik bersifat tertutup.
Rekrutmen politik merupakan proses pengisian jabatan politik di dalam penyelenggaraan pemerintah negara, baik untuk lembaga eksekutif (Pemerintah pusat maupun daerah), legislative (MPR, DPR dan DPRD) maupun lembaga yudikatif (Mahkamah Agung). Dalam negara yang menganut system pemerintahan yang demokratis, semua warga negara yang mampu dan memenuhi syarat mempunyai peluang yang sama untuk mengisi jabatan politik tersebut. Akan tetapi, yang terjadi di Indonesia pada masa Orde Baru, system rekrutmen politik tersebut bersifat tertutup kecuali anggota DPR yang berjumlah 400 orang dipilih melalui Pemilihan umum. Pengisian jabatan tinggi negara seperti Mahkamah agung, Dewan Pertimbangan Agung dan jabatan – jabatan lainnya dalam birokrasi dikontrol sepenuhnya oleh lembaga kepresidenan. Demikian juga dengan anggota badan legislative. Anggota DPR sejumlah 100 orang dipilih melalui proses pengangkatan dengan surat keputusan presiden. Sementara itu dalam kaitannya dengan rekrutmen politik local (seperti Gubernur dan Bupati / walikota), masyarakat di daerah tidak mempunyai peluang untuk ikut menentukan pemimpin mereka. Kata akhir tentang siapa yang akan menjabat diputuskan oleh presiden. Jelas, system rekrutmen seperti itu sangat bertentangan dengan semangat demokrasi.  
3.      Pemilihan Umum (Pemilu).
Pada masa pemerintahan Orde Baru, Pemilihan Umum (Pemilu) telah dilangsungkan sebanyak 6 kali dengan frekuensi yang teratur setiap 5 tahun sekali. Tetapi, kalau kita amati kualitas pelaksanaan pemilu tersebut masih jauh dari semangat demokrasi. Pemilu tidak melahirkan persaingan yang sehat.
4.      Pelaksanaan Hak dasar warga negara.
Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, bahwa dunia internasional sering menyoroti politik Indonesia berkaitan erat dengan perwujudan jaminan hak asasi manusia. Masalah kebebasan pers sering muncul ke permukaan. Persoalan mendasar adalah selalu adanya campur tangan birokrasi yang sagat kuat. Selama pemerintahan Orde baru, sejarah pengekangan kebebasan pers terulang kembali seperti yang terjadi pada masa orde lama. Beberapa media massa seperti “Tempo, Detik dan Editor” dicabut surat izin penerbitannya atau dengan kata lain dibreidel setelah mereka mengeluarkan laporan investigasi tentang berbagai masalah penyelewenagn yang dilakukan oleh pejabat – pejabat negara.
Selain itu, kebebasan berpendapat menjadi barang langka dan mewah. Pemerintah melalui kepanjangan tangannya (aparat keamanan) memberikan ruang yang terbatas kepada masyarakat untuk berpendapat.  pemberlakuan Undang – Undang Subversif membuat posisi pemerintah semakin kuat karena tidak ada control dari rakyat. rakyat menjadi takut untuk berpendapat mengenai kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Tidak jarang pemerintah memenjarakan dan mencekal orang – orang yang mengkritisi kebijakannya.
Keempat indicator diatas, menjadi catatan hitam perjalanan demokrasi di Indonesia. Akankah masa – masa pahit ini kembali terulang ?. Jawabannya dikembalikan kepada semua elemen bangsa ini.
e.       Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia Pada Periode 1998 – Sekarang.
Penyimpangan – penyimpangan yang terjadi pada masa pemerintahan Orde baru pada akhirnya membawa Indonesia pada krisis multi dimensi yang diawali dengan badai krisis moneter yang tidak kunjung reda. Krisis moneter tersebut membawa akibat pada terjadinya krisis politik, tingkat kepercayaan rakyat terhadap pemerintah begitu kecil. Tidak hanya itu, kerusuhan – kerusuhan terjadi hampir di semua belahan bumi Nusantara ini. Akibatnya bisa ditebak, pemerintahan Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto (Meskipun kembali terpilih dalam Sidang Umum MPR bulan maret tahun 1998) terperosok kedalam kondisi yang diliputi oleh berbagai tekanan politik, baik dari luar maupun dalam negeri. Dari dunia internasional, terutama Amerika Serikat, secara terbuka meminta Presiden Soeharto mundur dari  jabatannya sebagai presiden. Dari dalam negeri, timbul gerakan massa yang dimotori oleh mahasiswa menuntut Presiden Soeharto Mundur dari jabatannya. Tekanan dari massa mencapai puncaknya ketika tidak kurang dari 15.000 mahasiswa mengambil alih Gedung DPR / MPR yang mengakibatkan proses politik nasional praktis lumpuh. Sekalipun Presiden Soeharto menawarkan berbagai langkah, antara lain Resuffle (perombakan) cabinet dan membentuk Dewan Reformasi, akan tetapi Presiden Soeharto tidak punya pilihan lain kecuali mundur dari jabatannya.
Akhirnya pada hari Kamis, tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto bertempat di Istana Merdeka Jakarta menyatakan berhenti sebagai Presiden dan dengan menggunakan Pasal 8 UUD 1945, Presiden Soeharto segera mengatur agar Wakil Presiden Habibie disumpah sebagai penggantinya dihadapan Mahkamah Agung. DPR tidak dapat berfungsi karena gedungnya diambil alih oleh mahasiswa. Saat itu, kepemimpinan nasional segera beralih dari Soeharto ke Habibie. Hal ini merupakan jalan baru demi terbukanya proses demokratisasi di Indonesia. Kendati diliputi oleh kontroversi tentang status hukumnya, pemerintahan Presiden Habibie mampu bertahan selama satu tahun.
Dalam masa pemerintahan Presiden Habibie inilah muncul beberapa indicator pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
1.      Diberikannya ruang kebebasan pers sebagai ruang public untuk berpartisipasi dalam berbangsa dan bernegara.
2.      Diberlakukannya system multi partai dalam pemilu tahun 1999. Habibie dalam hal ini sebagai Presiden RI membuka kesempatan kepada rakyat untuk berserikat dan berkumpul sesuai ideology dan aspirasi politiknya.
Dua hal yang dilakukan Presiden Habibie diatas merupakan fondasi yang kuat bagi pelaksanaan demokrasi Indonesia pada masa selanjutnya. Demokrasi yang diterapkan negara kita pada era reformasi ini adalah Demokrasi Pancasila. Tentu saja dengan karakteristik yang berbeda dengan Orde Baru dan sedikit mirip dengan Demokrasi Parlementer tahun 1950 – 1959.
1.      Pemilu yang dilaksanakan jauh lebih demokratis dari sebelumnya. Sistem pemilu yang terus berkembang memberikan jalan bagi rakyat untuk menggunakan hak politiknya dalam pemilu, bahkan puncaknya pada tahun 2004 rakyat dapat langsung memilih wakilnya di lembaga legislative dan presiden / wakil presiden pun dipilih secara langsung. Tidak hanya itu,mulai tahun 2005 kepala daerah pun (Gubernur dan bupati / walikota) dipilih langsung oleh rakyat.
2.      Rotasi kekuasaan dilaksanakan mulai dari pemerintah pusat sampai pada tingkat desa.
3.      Pola rekrutmen politik pengisian jabatan politik dilakukan secara terbuka. Setiap warga negara yang mampu dan memenuhi syarat dapat menduduki jabatan politik tersebut tanpa adanya diskriminasi.
4.      Sebagian besar hak dasar rakyat dapat terjamin seperti adanya kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan pers dan sebagainya.
Kondisi demokrasi Indonesia saat ini dapat diibaratkan sedang menuju kearah kesempurnaan. Akan tetapi jalan terjal menuju itu tentu saja selalu menghadang. Tugas kita adalah mengawal demokrasi ini supaya teraplikasikan dalam seluruh aspek kehidupan.
C.    Membangun Kehidupan Yang Demokratis Di Indonesia.
1.      Pentingnya Kehidupan Yang Demokratis.
Pada hakikatnya sebuah negara dapat disebut sebagai negara yang demokratis, apabila di dalam pemerintahan tersebut rakyat memiliki persamaan di depan hukum, memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan dan memperoleh pendapatan yang layak karena terjadi distribusi pendapatan yang adil, serta memiliki kebebasan yang bertanggung jawab.
a.      Persamaan Kedudukan di Muka Hukum.
Hukum itu mengatur bagaimana seharusnya penguasa bertindak, bagaimana hak dan kewajiban dari penguasa dan juga rakyatnya. Rakyat memiliki kedudukan yang sama di depan hukum. Artinya hukum harus dijalankan secara adil dan benar. Hukum tidak boleh pandang bulu. Siapa saja. yang bersalah dihukum sesuai ketentuan yang berlaku. Untuk menciptakan hal itu harus ditunjang dengan adanya aparat penegak hukum yang tegas dan bijaksana, bebas dari pengaruh pemerintahan yang berkuasa dan berani menghukum siapa saja yang bersalah.
b.      Partisipasi Dalam Pembuatan Keputusan.
Dalam negara yang menganut system politik demokrasi, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan pemerintahan dijalankan berdasarkan kehendak rakyat. Aspirasi dan kemauan rakyat harus dipenuhi dan pemerintahan dijalankan berdasarkan konstitusi yang merupakan arah dan pedoman dalam melaksanakan hidup bernegara. Para pembuat kebijakan memperhatikan seluruh aspirasi rakyat yang berkembang. Kebijakan yang dikeluarkan harus dapat mewakili berbagai keinginan masyarakat yang beragam. Sebagai contoh, ketika rakyat berkeinginan kuat untuk menyampaikan pendapat di muka umum maka pemerintah dan DPR menetapkan Undang – Undang yang mengatur penyampaian pendapat di muka umum.
c.       Distribusi Pendapatan Secara Adil.
Dalam negara demokrasi, semua bidang dijalankan dengan berdasarkan prinsip keadilan termasuk didalam bidang ekonomi. Semua warga negara berhak memperoleh pendapatan yang layak. Pemerintah wajib memberikan bantuan kepada fakir dan miskin atau mereka yang berpendapatan rendah. Akhir – akhir ini pemerintah menjalankan program pemberian bantuan langsung tunai. Hal tersebut dilakukan dalam upaya membantu para fakir miskin. Pada kesempatan lain, pemerintah terus giat membuka lapangan kerja agar masyarakat dapat memperoleh penghasilan. Dengan program – program tersebut diharapkan terjadi distribusi pendapatan yang adil di antara masyarakat Indonesia.
d.      Kebebasan Yang Bertanggung Jawab.
Dalam sebuah negara yang demokratis, terdapat empat (4) kebebasan yang sangat penting yaitu :
1.      Kebebasan Beragama.
2.      Kebebasan Pers.
3.      Kebebasan Mengeluarkan Pendapat.
4.      Kebebasan Berkumpul. 
Empat kebebasan ini merupakan hak asasi manusia yang harus dijamin keberadaannya oleh negara. Akan tetapi dalampelaksanaannya mesti bertanggung jawab, artinya kebebasan yang dimiliki oleh setiap warga negara tidak boleh bertentangan dengan norma – norma yang berlaku. Dengan kata lain, kebebasasn yang dikembangkan adalah kebebasan yang tidak tak terbatas, yaitu kebebasan yang dibatasi oleh aturan dan kebebasan yang dimiliki orang lain.
Setelah kalian memahami karakteristik negara yang demokratis, coba kalian bayangkan jika kalian tidak diperlakukan sama di depan hukum. kalian tentunya merasa diperlakukan tidak adil dan kepercayaan kalian terhadap lembaga – lembaga peradilan menjadi menurun atau bahkan tidak ada. Bayangkan pula apabila anggota masyarakat tidak diberi kesempatan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan dan memperoleh penghidupan yang layak. Pengangguran akan semakin meningkat serta fakir miskin bertambah banyak jumlahnya dan mereka semakin terlantar kehidupannya.
Demikian pula halnya dalam kehidupan sehari – hari di keluarga, sekolah dan masyarakat. Apa yang kalian rasakan seandainya kalian tidak diberi kesempatan berbicara di depan orang tua kalian. segala aturan keluarga harus kalian ikuti tanpa dimusyawarahkan terlebih dahulu. jika di kelas kalian, guru tidak memberi kesempatan untuk bertanya, mengemukakan pendapat, berdiskusi maka pemahaman kalian terhadap pelajaran menjadi kurang optimal. Dalam masyarakat, apabila penyelesaian perkara tidak dilakukan melalui musyawarah,maka masyarakat akan “Main Hakim Sendiri” dan pengambilan kebijakan dilakukan sewenang – wenang,akibatnya suasana di lingkungan masyarakat menjadi tidak nyaman dan tidak aman.
Dalam lingkup kehidupan berbangsa dan bernegara, seandainya tidak ada pemilihan umum untuk memilih presiden dan wakilpresiden, maka tentu saja tidak akan terwujud kebebasan warga negara untuk memilih pemimpinnya. bayangkan pula seandainya warga negara tidak diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan pemerintah, maka kebijakan yang dibuat pemerintah cenderung akan sewenang – wenang. Artinya, kebijakan tersebut tidak sesuai dengan aspirasi warga negara.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dipahami bahwa kehidupan demokratis penting dikembangkan dalam berbagai kehidupan. Seandainya kehidupan yang demokratis tidak terlaksana, maka sasa kedaulatan rakyat tidak berjalan, tidak ada jaminan hak – hak asasi manusia, tidak ada persamaan di depan hukum. jika demikian tampaknya kita akan semakin jauh dari tujuan mewwujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
2.      Perilaku Yang Mendukung Tegaknya Nilai – Nilai Demokrasi.
Demokrasi tidak mungkin terwujud, jika tidak didukung oleh masyarakatnya. Pada dasarnya tumbuhnya budaya demokrasi disebabkan karena rakyat tidak senang dengan tindakan yang sewenang – wenang, baik dari pihak penguasa maupun dari rakyat sendiri. Oleh karena itu, kehidupan yang demokratis hanya mungkin dapat terwujud ketika rakyat menginginkan terwujudnya kehidupan tersebut.
Bagaimana caranya supaya kita dapat menjalankan kehidupan yang demokratis ?. Untuk menjalankan kehidupan demokratis, kita bisa memulainya dengan cara menampilkan beberapa prinsip di bawah ini dalam kehidupan sehari – hari, yaitu :
a.       Membiasakan diri untuk berbuat sesuai dengan aturan main atau hukum yang berlaku.
b.      Membiasakan diri untuk bertindak demokratis dalam segala hal.
c.       Membiasakan diri untuk menyelesaikan persoalan dengan musyawarah.
d.      Membiasakan diri untuk mengadakan perubahan secara damai tidak dengan kekerasan.
e.       membiasakan diri untuk memilih pemimpin melalui cara – cara yang demokratis.
f.       Selalu menggunakan akal sehat dan hati nurani dalam musyawarah.
g.      Selalu mempertanggungjawabkan hasil keputusan musyawarah kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa dan negara bahkan diri sendiri.
h.      Menuntut hak setelah melaksanakan kewajiban.
i.        Menggunakan kebebasan dengan rasa tanggung jawab.
j.        Menghormati hak orang lain dalam menyampaikan pendapat.
k.      Membiasakan diri memberikan kritik yang bersifat membangun.
Kalian sebagai generasi penerus bangsa dan sebagai ujung tombak dalam usaha menegakkan nilai – nilai demokrasi, sudah semestinya mendemonstrasikan peran serta kalian dalam usaha mewujudkan kehidupan yang demokratis. Paling tidak, kalian mencoba membiasakan hidup demokratis di lingkungan keluarga dan di lingkungan sekolah maupun masyarakat tempat kalian tinggal, sehingga pada akhirnya berkembang menuju kehidupan berbangda dan bernegara yang demokratis. Nah sekarang coba kalian tuliskan contoh – contoh perilaku kalian yang mencerminkan upaya menegakkan nilai – nilai demokrasi.   
a.      Dalam kehidupan di Lingkungan Keluarga.
1.      Tidak memaksakan kehendak kepada anggota keluarga yang lain.
2.      …….
3.      …….
4.      …….
5.      …….
b.      Dalam kehidupan di Lingkungan Sekolah.
1.      Aktif dalam kegiatan diskusi kelas.
2.      …….
3.      …….
4.      …….
5.      …….
c.       Dalam kehidupan di Lingkungan Masyarakat.
1.      Ikut serta dalam kegiatan kerja bakti membersihkan lingkungan.
2.      …….
3.      …….
4.      ……
5.      ……
d.      Dalam kehidupan di Lingkungan Bangsa dan Bernegara.
1.      Mendukung kelancaran proses pemilihan umum.
2.      …….
3.      …….
4.      …….
5.      …….

Comments

  1. Terima kasih Pak Erwin Edwar atas share bahan pembelajaran ini, sangat membantu.

    ReplyDelete

Post a Comment