Indonesia dari Masa Kemerdekaan Hingga Masa Reformasi - Masa Kemerdekaan (1945 – 1950)
Indonesia dari Masa Kemerdekaan
Hingga Masa Reformasi - Masa Kemerdekaan (1945 – 1950)
1. Proklamasi Kemerdekaan.
a.
Persiapan
Kemerdekaan Indonesia.
Menjelang akhir tahun 1944, posisi
Jepang dalam Perang Asia Pasifik semakin terdesak. Satu demi satu daerah jajahannya
jatuh ke tangan pasukan Sekutu. Untuk menghadapi Sekutu, Jepang mencari
dukungan kepada bangsa – bangsa yang diduduki dengan memberikan janji
kemerdekaan. Pada tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Jenderal Kuniaki
Koiso menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia. Janji ini dikemukakan di depan
Parlemen Jepang, dengan tujuan untuk menarik simpati Indonesia. Sebagai
pembuktiannya, ia mengizinkan pengibaran bendera merah putih di kantor –
kantor, tetapi harus berdampingan dengan bendera Jepang.
1.
Pembentukan
Badan Penyelidik Usaha – Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Berkaitan dengan janji yang telah
dikemukakan oleh pihak Jepang, pada 1 Maret 1945, diumumkan pembentukan BPUPKI.
BPUPKI terdiri atas 63 orang yang diketuai Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat.
Dalam aktivitasnya, BPUPKI mengadakan siding sebanyak 2 kali. Siding pertama
dilaksanakan pada 29 Mei – 1 Juni 1945 dan sidang kedua dilaksanakan pada 10 –
17 Juli 1945.
a.
Sidang
Pertama BPUPKI.
Sidang BPUPKI yang pertama membahas
tentang rumusan dasar Negara Indonesia merdeka. Untuk mendapatkan rumusan dasar
Negara yang benar – benar tepat, maka acara dalam siding ini adalah
mendengarkan pidato dari 3 tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yaitu Mr.
Mohammad Yamin, Mr. Soepomo dan Ir. Soekarno. Gagasan mengenai dasar Negara yang dikemukakan oleh masing – masing
tokoh dapat kita amati pada table di bawah ini :
Nama Tokoh
|
Waktu Penyampaian Pidato
|
Gagasan
|
Mr. Mohammad
Yamin
|
29 Mei 1945
|
1.
Peri Kebangsaan.
2.
Peri Kemanusiaan
3.
Peri Ke – Tuhanan.
4.
Peri Kerakyatan.
5.
Kesejahteraan Sosial.
|
Mr. Soepomo
|
31 Mei 1945
|
1.
Persatuan
2.
Kekeluargaan
3.
Keseimbangan Lahir dan Batin
4.
Musyawarah
5.
Keadilan Rakyat.
|
Ir. Soekarno
|
1 Juni 1945
|
1.
Kebangsaan Indonesia.
2.
Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan.
3.
Mufakat atau Demokrasi.
4.
Kesejahteraan Sosial.
5.
Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
|
Gagasan mengenai rumusan 5 sila dasar
Negara Republik Indonesia yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno pada tangga 1 Juni
1945 dikenal dengan istilah Pancasila. Peristiwa ini dikenang dengan
ditetapkannya tanggal 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila.
Sampai akhir masa siding pertama ini
belum ditemukan kesepakatan rumusan dasar Negara RI yang benar – benar tepat.
Oleh karena itu, dibentuklah suatu panitia kecil yang beranggotakan 9 orang
yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia ini dinamakan Panitia Sembilan.
Tugasnya adalah mengolah usulan dari anggota BPUPKI mengenai dasar Negara RI.
Pertemuan Panitia Sembilan menghasilkan
rumusan yang disebut Jakarta Charter atau Piagam Jakarta yang disetujui secara
bulat dan ditandatangani pada 22 Juni 1945.
b.
Sidang
Kedua BPUPKI.
Siding kedua membahas Rencana Undang –
Undang Dasar (UUD). Siding ini juga membicarakan bentuk Negara. Mengenai bentuk
Negara, mayoritas peserta siding setuju dengan bentuk Republik. Selanjutnya
BPUPKI membentuk panitia kecil yang beranggotakan 19 orang untuk mempercepat
kerja sidang. Panitia ini bernama Panitia Perancang UUD yang diketahui Ir.
Soekarno. Panitia ini menyepakati Piagam Jakarta dijadikan sebagai inti
pembukaan UUD. Panitia Perancang UUD juga membentuk panitia lebih kecil
beranggotakan 7 orang yang diketahui oleh Soepomo untuk merumuskan batang tubuh
UUD.
Pada tanggal 14 Juli 1945 Panitia
Perancang UUD yang diketahui Soekarno melaporkan hasil kerja panitia yaitu :
1. Pernyataan
Indonesia Merdeka.
2. Pembukaan
Undang – Undang Dasar.
3. Batang
Tubuh UUD.
Dengan demikian, Panitia Perancang UUD
telah selesai melaksanakan tugasnya. Pada tanggal 16 juli 1945, BPUPKI menerima
dengan bulat naskah Undang – Undang Dasar yang dibentuk Panitia Perancang UUD.
2.
Pembentukan
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Pada 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan
karena dianggap telah menyelesaikan tugasnya, yaitu menyusun rancangan Undang –
Undang Dasar bagi Negara Indonesia. Selanjutnya, dibentuklah PPKI. Ketua PPKI
adalah Ir. Soekarnodan wakilnya Drs. Mohammad Hatta, sebagai penasihat diangkat
Mr. Achmad Subardjo. Pada awal pembentukannya, jumlah anggota PPKI terdiri atas
21 orang, kemudian ditambah 6 orang, jadi jumlahnya 27 orang. Tugas utama PPKI
adalah mempersiapkan segala sesuatu berkaitan dengan keperluan pergantian
kekuasaan dari pihak Jepang kepada bangsa Indonesia.
Secara simbolik, PPKI dilantik oleh
Jenderal Terauchi, pada tanggal 9 agustus 1945 dengan memanggil tiga tokoh
nasional yakni Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta dan Dr. Radjiman
Wiedyodiningrat dipanggil ke Saigon / Dalat, Vietnam untuk menerima informasi
tentang kemerdekaan Indonesia. Informasi tersebut, yaitu pelaksanaan
kemerdekaan akan dapat dilakukan dengan segera dan wilayah Indonesia adalah
seluruh wilayah bekas jajahan Hindia Belanda.
b.
Peristiwa
Rengasdengklok.
Peristiwa Rengasdengklok diawali oleh
peristiwa menyerahnya Jepang tanpa syuarat kepada pasukan Sekutu pada tanggal
14 Agustus 1945. Berita tentang menyerahnya Jepang kepada Sekutu diketahui oleh
beberapa tokoh pemuda, terutama Sutan Syahrir. Kemudian Syahrir dan beberapa
tokoh pemuda segera menemui Mohammad Hatta yang saat itu baru datang dari
Dalat, Vietnam. Bersama Mohammad Hatta, Syahrir dan beberapa tokoh pemuda
menemui Soekarno di rumahnya. Syahrir mengusulkan Soekarno – hatta agar
secepatnya memproklamasikan kemerdekaan tanpa melalui PPKI karena Sekutu akan
menganggap kemerdekaan Indonesia sebagai suatu kemerdekaan hasil pemberian
Jepang.
Usulan Syahrir tersebut tidak disetujui
oleh Soekarno – Hatta. Mereka berpendapat pelaksanaan proklamasi harus melalui
PPKI sesuai dengan prosedur maklumat Jepang, yaitu pada tanggal 24 agustus
1945. Mereka beralasan bahwa meskipun Jepang telah kalah, namun kekuatan
militernya di Indonesia harus diperhitungkan demi menjaga hal – hal yang tidak
diinginkan.
Perbedaan sikap ini mendorong para
pemuda kembali berunding pada pukul 24.00 menjelang 16 Agustus 1945. Rapat itu
dihadiri oleh Sukarni, Chaerul Saleh, Yusuf Kunto, dr. Muwardi, Syudanco
singgih dan dr. Sucipto. Hasil perundingan itu menyepakati untuk membawa
Soekarno – Hatta keluar kota dengan tujuan menjauhkan mereka dari pengaruh
Jepang. Selanjutnya, pada 16 Agustus 1945 pukul 04.30, Soekarno – Hatta dibawa
para pemuda ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.
Sesampainya di Rengasdengklok, Soekarno
– Hatta dan rombongannya disambut baik oleh pasukan Peta pimpinan Syudanco
Subeno. Niat para pemuda untuk mendesak Soekarno – Hatta tidak terlaksana.
Kedua tokoh golongan tua tersebut masih mempunyai wibawa yang cukup besar.
Soekarno- Hatta tetap pada pendiriannya untuk tidak melaksanakan proklamasi
kemerdekaan sebelum ada pernyataan resmi dari pihak jepang tentang menyerahnya
jepang kepada sekutu. Selain itu, kemerdekaan tetap harus dimusyawarahkan dulu
dalam siding PPKI.
Di tengah suasana tersebut, Ahmad
Soebardjo datang beserta sekertaris pribadinya, Sudiro pada pukul 17,30 WIB.
Ahmad Soebardjo memberitahukan kebenaran menyerahnya jepang kepada sekutu.
Mendengar berita itu, Soekarno Hatta akhirnya bersedia memproklamasikan kemerdekaan
RI di Jakarta. Ahmad Soebardjo memberikan jaminan dengan nyawanya sendiri bahwa
proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan esok hari selambat-lambatnya pukul
12.00 WIB. Dengan jaminan yang meyakinkan tersebut, Syudanco Subeno bersedia
melepaskan Soekarno Hatta.
c.
Perumusan
Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Pada malam hari, 16 Agustus 1945, pukul
20.00 WIB, Soekarno Hatta beserta rombongan
berangkat menuju Jakarta. Mereka tiba di Jakarta pada pukul 23.00, lalu
menuju rumah kediaman Laksamana Maeda. Tempat ini dianggap aman dari ancaman
militer Jepang, karena Laksamana Maeda adalah Kepala Kantor Penghubung Angkatan
Laut di daerah kekuasaan Angkatan Darat. Di kediaman Laksamana Maeda inilah
rumusan teks proklamasi disusun.
Ir. Soekarno menuliskan konsep
proklamasi kemerdekaan Indonesia yang akan dibacakan esok harinya. Moh. Hatta
dan Ahmad Subardjo menyumbangkan pikirannya secara lisan. Kalimat pertama dari
teks proklamasi merupakan saran Ahmad Subardjo sedangkan kalimat terakhir
merupakan sumbangan dari Moh. Hatta. Kalimat pertama berisi pernyataan kehendak
Bangsa Indonesia untuk merdeka dan kalimat kedua berisi pernyataan mengenai
pemindahan kekuasaan.
Pada pukul 04.00 WIB, Soekarno
membacakan hasil rumusan tersebut. Akhirnya seluruh tokoh yang hadir pada saat
itu menyetujui secara bulat konsep proklamasi tersebut. Permasalahan muncul
mengenai siapa yang harus menandatangani teks proklamasi tersebut. Hatta
mengusulkan agar teks proklamasi itu ditandatangani oleh seluruh yang hadir
sebagai wakil bangsa Indonesia. Sukarni dari golongan muda mengajukan usul
bahwa teks proklamasi tidak perlu ditandatangani oleh semua yang hadir, tetapi
cukup oleh Soekarno dan Hatta saja atas nama bangsa Indonesia. Sukarni juga
mengusulkan agar Soekarno yang membacakan teks proklamasi tersebut. Usulan dari
Sukarni diterima, kemudian Soekarno meminta kepada Sayuti Melik untuk mengetik
naskah proklamasi dengan beberapa perubahan yang telah disetujui. Ada tiga perubahan yang terdapat pada
naskah hasil ketikan Sayuti Melik, yaitu :
1. Kata
“Tempoh” diganti menjadi “Tempo”.
2. Kata
“Wakil – wakil bangsa Indonesia” diganti menjadi “Atas nama bangsa Indonesia”
3. Penulisan
tanggal yang tertera “Djakarta, 17-8-45” menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8
tahoen 45”.
Selanjutnya, Sukarni mengusulkan agar
pembacaan Proklamasi dilakukan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Usulan
itu diterima. Pertemuan kemudian bubar setelah penentuan waktu upacara
pembacaan proklamasi kemerdekaan yaitu tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB.
d.
Proklamasi
Kemerdekaan 17 agustus 1945.
Proklamasi adalah momentum penting bagi
bangsa Indonesia. Kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan langkah awal untuk
menata diri agar diakui keberadaannya oleh dunia internasional. Sejak pagi
tanggal 17 Agustus 1945, persiapan upacara pembacaan proklamasi kemerdekaan
dilakukan di Jalan Pegangsaan Timur No.56. halaman rumah Soekarno sudah
dipadati oleh massa menjelang pembacaan teks proklamasi. Dr. Muwardi
memerintahkan kepada Latief Hendraningrat untuk menjaga keamanan pelaksanaan
upacara. Latif dalam melaksanakan pengamanan dibandu oleh Arifin Abdurrahman
untuk mengantisipasi gangguan tentara Jepang.
Tepat pukul 10.00 WIB, upacara
proklamasi kemerdekaan Indonesia dimulai. Setelah pidato dan pembacaan
proklamasi selesai, kemudian dilakukan pengibaran bendera Merah putih oleh
Latief Hendraningrat dan S. Suhud. Rakyat yang hadir serentak menyanyikan lagu
kebangsaan Indonesia Raya. Upacara proklamasi ditutup oleh sambutan Walikota
Jakarta, Sueiryo dan dr. Muwardi.
Peristiwa yang sangat bersejarah
tersebut berlangsung secara sederhana dan hanya memakan waktu kurang dari satu
jam. Meskipun demikian, peristiwa tersebut membawa membawa pengaruh yang luar
biasa hebatnya bagi bangsa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan ini merupakan
tonggak berdirinya Negara Republik Indonesia yang berdaulat.
e.
Sambutan
Rakyat terhadap Proklamasi Kemerdekaan.
Puncak perjuangan bangsa dalam merebut
kemerdekaan dari tangan penjajah adalah dengan diproklamasikannya kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Sebagian besar rakyat Indonesia dapat
dengan cepat menanggapi hakikat dari makna proklamasi itu. Namun demikian, ada
juga yang menanggapi kemerdekaan itu adalah bebas dari segala – galanya,
sehingga mereka berusaha melawan kekuatan yang selama ini membelenggunya. Sikap
inilah yang pada gilirannya memunculkan perlawanan – perlawanan baik terhadap
tentara Jepang maupun kepada penguasa pribumi yang pada zaman colonial Belanda
maupun Jepang yang berpihak kepada penjajah.
1.
Rapat
Raksasa di Lapangan Ikada.
Rakyat Indonesia, baik di pusat maupun
di daerah, pada umumnya melakukan aksi – aksi yang mendukung diproklamasikannya
kemerdekaan Indonesia. Para pemuda yang dipelopori oleh Komite van Aksi Menteng
31, menghendaki agar para pemimpin perjuangan kemerdekaan mau bertemu dengan
rakyat dan berbicara dihadapan mereka mengenai kemerdekaan Indonesia sebagai
puncak perjuangan bangsa. Rencana ini dilaksanakan dengan dua cara yaitu
persiapan pengerahan massa dan menyampaikan rencana itu kepada presiden.
Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mo. Hatta yang terpilih secara aklamasi
oleh PPKI, menyetujui rencana tersebut, demikian juga dengan para menteri yang
telah dilantik.
Masalah yang menjadi perhatian adalah
sikap tentara Jepang dengan rencana tersebut. Presiden harus mempertimbangkan
rencana tersebut dengan matang agar tidak terjadi bentrokan dengan massa.
Presiden memutuskan untuk mengadakan siding cabinet di kediaman presiden.
Siding cabinet diselenggarakan pada tanggal 9 September 1945 dan berlangsung
sampai tengah malam, sehingga siding ditunda sampai pukul 10.00 pagi keesokan
harinya. Pada pagi harinya siding dilanjutkan lagi di Lapangan Banteng Barat
dan dihadiri oleh para pemimpin pemuda atau para pemimpin Badar Perjuangan.
Para pemimpin pemuda menghendaki agar pertemuan antara pemimpin bangsa dengan
rakyatnya tidak dibatalkan. Akhirnya dengan berbagai pertimbangan rapat
menyetujui rencana itu. Presiden dan wakil presiden serta para menteri kemudian
menuju ke Lapangan Ikada. Ternyata Lapangan Ikada telah dipenuhi oleh massa
yang lengkap dengan senjata tajam. Tampak pula tentara Jepang bersiap siaga
senjata lengkap dan tank – tanknya. Melihat kondisi ini tampaknya bentrokan
antar pasukan Jepang dengan massa dapat terjadi sewaktu – waktu. Mobil presiden
dan wakil presiden diberhentikan sebentar oleh komandan jaga sebelum
dipersilahkan masuk ke Lapangan Ikada. Soekarno menuju panggung dan
menyampaikan pidato singkat setelah memasuki Lapangan Ikada. Soekarno meminta
dukungan dan kepercayaan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk mematuhi
kebijaksanaan – kebijaksanaannya, patuh dan disiplin dalam pidatonya. Soekarno
juga memerintahkan massa untuk bubar dengan tertib.dari Lapangan Ikada. Melihat
fenomena ini, rapat raksas di Lapangan Ikada ini adalah manifestasi pertama
dari kewibawaan pemerintah Republik Indonesia kepada rakyatnya. Sekalipun rapat
ini berlangsung singkat, tetapi telah berhasil mempertemukan rakyat dengan para
pemimpinnya dan sekaligus memberikan kepercayaan rakyat kepada para
pemimpinnya.
2.
Tanggapan
di Berbagai Daerah terhadap Proklamasi.
Berita proklamasi segera menyebar ke
berbagai daerah di Indonesia. Pekik merdeka mewarnai salam masyarakat Indonesia
di setiap gang, pasar, lembaga pendidikan dan berbagai tempat umum lainnya.
Rasa syukur atas kemerdekaan dilakukan
dengan berbagai cara. Doa syukur berkumandang di tempat – tempat ibadah sesuai
agama dan kepercayaannya. Rasa syukur terhadap kemerdekaan bukan hanya
diucapkan dengan lisan, tetapi juga dibuktikan dengan perbuatan. Semangat
kemerdekaan telah membakar keberanian rakyat Indonesia di berbagai daerah.
2. Terbentuknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Pada
saat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945,
Indonesia belum memiliki kepala pemerintahan dan system administrasi wilayah
yang jelas. Setelah proklamasi kemerdekaan, segera dibentuk kelengkapan
pemerintahan dengan tujuan agar pembangunan dapat berlangsung dengan baik.
Para
pemimpin segera membentuk lembaga pemerintahan dan kelengkapan Negara sehari
setelah proklamasi dikumandangkan. PPKI segera menyelenggarakan rapat – rapat
yang menghasilkan beberapa keputusan penting sebagai berikut :
a.
Pengesahan
UUD 1945
Rapat PPKI beragendakan untuk
menyepakati Pembukaan dan UUD Negara Republik Indonesia. Piagam Jakarta yang
dibuat oleh BPUPKI menjadi rancangan awal dan dengan sedikit perubahan disahkan
menjadi UUD yang terdiri atas pembukaan, batang tubuh yang terdiri dari 37
pasal, 4 pasal aturan peralihan dan 2 ayat aturan tambahan disertai dengan
penjelasan. Dengan demikian, Indonesia memiliki landasan hokum yang kuat dalam
hidup bernegara dengan menentukan arahnya sendiri.
b.
Pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden
Soekarno dan Hatta ditetapkan sebagai
presiden dan wakil presiden pertama Republik Indonesia secara aklamasi dalam
musyawarah untuk mufakat. Lagu kebangsaan Indonesia Raya mengiringi penetapan
Presiden dan wakil Presiden terpilih.
c.
Pembagian
Wilayah Indonesia.
Rapat PPKI tanggal 19 agustus 1945
memutuskan pembagian wilayah Indonesia menjadi 8 provinsi di seluruh bekas
jajahan Hindia belanda. Kedelapan provinsi tersebut adalah Sumatera, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi dan Kalimantan.
d.
Pembentukan
Kementerian.
Mr. ahmad Subarjo melaporkan hasil rapat
Panitia Kecil yang dipimpin olehnya. Hasil rapat Panitia Kecil mangajukan
adanya 13 Kementerian. Pada 2 September 1945, dibentuk susunan cabinet RI yang
pertama. Cabinet ini merupakan cabinet presidensial yang bertanggung jawab
kepada presiden. Anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Tugasnya
membantu presiden dalam menjalankan roda pemerintahan sesuai amanat UUD 1945.
Adapun susunan cabinet RI yang pertama tersebut adalah sebagai berikut :
KABINET
PERTAMA
No
|
KEMENTERIAN
|
PEJABAT
|
1
|
Menteri Dalam
Negeri
|
R.A.A.
Wiranata Kusumah
|
2
|
Menteri Luar
Negeri
|
Ahmad
Soebardjo
|
3
|
Menteri
Keuangan
|
A.A. Maramis
|
4
|
Menteri
Kehakiman
|
Soepomo
|
5
|
Menteri
Kemakmuran
|
Ir. Surachman
Tjokroadisurjo
|
6
|
Menteri
Keamanan Rakyat
|
Supriyadi
|
7
|
Menteri
Kesehatan
|
Dr. Boentaran
Martoatmodjo
|
8
|
Menteri
Pengajaran
|
Ki Hajar
Dewantara
|
9
|
Menteri
Penerangan
|
Amir
Ajarifuddin
|
10
|
Menteri Sosial
|
Iwa
Kusumasumantri
|
11
|
Menteri
Pekerjaan Umum
|
Abikusno
Tjokrosujoso
|
12
|
Menteri
Perhubungan
|
Abikusno
Tjokrosujoso
|
13
|
Menteri Negara
|
Wahid Hasyim
|
14
|
Menteri Negara
|
Otto
Iskandardinata
|
15
|
Menteri Negara
|
Mr. R.H.
Sartono
|
16
|
Menteri Negara
|
M. Amir.
|
Selain itu diangkat pula 4 pejabat
Negara yang mengepalai beberapa lembaga Negara, antara lain : Kusumahatmaja
(mahkamah Agung), Gatot Tarunamiharja (Jaksa Agung), A.G. Pringgodigdo (Sekretaris
Negara) dan Sukarjo Wiryopranoto (Juru Bicara Negara)
e.
Pembentukan
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Tanggal 22 Agustus 1945, PPKI kembali
menyelenggarakan rapat pembentukan KNIP yang akan menggantikan PPKI. Soekarno
dan Hatta mengangkat 135 orang anggota KNIP yang mencerminkan keadaan
masyarakat Indonesia. Seluruh anggota PPKI kecuali Soekarno dan Hatta menjadi
anggota KNIP yang kemudian dilantik pada tanggal 29 Agustus. Tugas dan wewenang
KNIP adalah menjalankan fungsi pengawasan dan berhak ikut serta dalam
menetapkan Garis – Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
f.
Membentuk
Kekuatan Pertahanan dan Keamanan.
Pada tanggal 23 Agustus, Presiden
Soekarno mengesahkan secara resmi Badan Keamanan Rakyat (BKR) sebagai badan
kepolisian yang bertugas menjaga keamanan. Sebagian besar anggota BKR terdiri
dari mantan anggota PETA,KNIL dan Heiho. Pada tanggal 5 oktober berdirilah TKR
(Tentara Keamanan Rakyat). Supriyadi (tokoh perlawanan tentara PETA terhadap
Jepang di Blitar) terpilih sebagai pimpinan TKR. Atas dasar maklumat itu, Oerip
Sumihardjo segera membentuk Markas Besar TKR yang dipusatkan di Yogyakarta.
3. Perjuangan Mempertahankan
Kemerdekaan.
Setelah
memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia masih harus
menghadapi Belanda yang ingin mengembalikan kekuasaannya atas Indonesia. Dalam
mempertahankan kemerdekaannya, bangsa Indonesia melakukan berbagai upaya,
diantaranya :
a.
Perjuangan
Fisik.
1.
Insiden
Hotel Yamato.
Insiden Hotel yamato adalah peristiwa
perobekan bendera Belanda (Merah – Putih – Biru) menjadi bendera Indonesia
(Merah – Putih). Insiden Hotel Yamato terjadi pada tanggal 19 September 1945 di
Hotel Yamato, Surabaya.
Insiden diawali oleh tindakan beberapa
orang Belanda yang mengibarkan bendera Belanda di tiang bendera hotel. Tindakan
tersebut menimbulkan kemarahan rakyat Surabaya. Mereka mendatangi hotel itu dan
berusaha menurunkan bendera tersebut. Akhirnya, bendera Belanda berhasil
diturunkan dan bagian bendera yang berwarna biru dirobek. Kemudian bendera
dikibarkan kembali sebagai bendera Indonesia. Pengibaran bendera Merah Putih
diiringi dengan pekikan Merdeka berulang kali.
2.
Pertempuran
Surabaya.
Pertempuran Surabaya merupakan satu
rangkaian peristiwa pertempuran yang terjadi antara Tentara Indonesia dan
Tentara Sekutu yang berlangsung sejak tanggal 27 oktober sampai 20 November
1945. Pertempuran yang paling besar terjadi pada tanggal 10 November 1945.
Pertempuran Surabaya diawali dengan
kedatangan Brigade 49/Divisi India ke – 23 tentara Sekutu di bawah komando
Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby pada 25 oktober 1945 di Surabaya. Tugas
pasukan ini adalah melucuti tentara Jepang dan menyelamatkan para tahanan
perang Sekutu di Indonesia.
Semula pihak Indonesia menyambut baik
kedatangan tentara Sekutu. Tetapi setelah diketahui bahwa NICA membonceng
bersama rombongan tentara sekutu, muncullah pergerakan perlawanan rakyat
Indonesia melawan tentara Sekutu.
Pada tanggal 30 Oktober 1945, terjadi
bentrokan antara tentara Indonesia melawan tentara Inggris. Brigadier AWS.
Mallaby tewas dalam bentrokan ini. Hal ini mendorong tentara sekutu mengirimkan
pasukan dalam jumlah besar ke Surabaya. Pasukan baru tersebut berada di bawah
pimpinan Mayor Jenderal R.C. Mansergh.
Pada 9 November 1945, pihak sekutu
mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Surabaya. Batas waktu ultimatum adalah
pukul 06.00 tanggal 10 November 1945. Ultimatum tersebut tidak dihiraukan
karena dianggap sebagai penghinaan terhadap pejuang Indonesia.
Pada tanggal 10 November 1945, tentara
Inggris melakukan serangan besar yang melibatkan 30.000 pasukan, sejumlah
pesawat terbang, tank dan kapal perang. Tentara Inggris mengira perlawanan
rakyat Surabaya dapat ditaklukan dalam waktu beberapa hari. Diluar dugaan
tentara Inggris, para pelopor pemuda seperti Bung Tomo dan tokoh – tokoh agama
yang terdiri dari para kiai dan ulama terus menggerakan semangat perlawanan
pejuang Surabaya hingga perlawanan terus berlanjut berhari – hari bahkan
berlangsung beberapa minggu.
Meskipun akhirnya kota Surabaya berhasil
dikuasai tentara Sekutu, namun Pertempuran Surabaya menjadi symbol nasional
atas perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan. Untuk mengenang peristiwa
heroic di Surabaya, tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.
3.
Pertempuran
Lima Hari di Semarang.
Pertempuran 5 hari di Semarang terjadi
antara rakyat Indonesia di Semarang dengan tentara Jepang. Peristiwa ini
berawal ketika para tawanan veteran angkatan laut Jepang yang dipindahkan dari
Cepiring ke Bulu.
Pemindahan ini dikawal oleh polisi
Indonesia. Di tengah perjalanan, mereka memberontak dan melarikan diri.
Selanjutnya mereka bergabung dengan batalyon Jepang yang berada di bawah
pimpinan Mayor Kido yang masih bersenjata di Jatingaleh, Semarang.
Pada 14 Oktober 1945, tersiarnya kabar
bahwa jepang telah meracuni cadangan air minum di candi, Semarang. Dokter
Karyadi selaku kepala laboratorium pusat Rumah Sakit Rakyat memberanikan diri
untuk memeriksa air minum tersebut. Akan tetapi, ketika hendak melakukan
pemeriksaan, Jepang menembaknya sehingga ia gugur. Peristiwa ini membuat para
pemuda Semarang marah sehingga mereka serempak menyerbu tentara Jepang.
Pada tanggal 15 sampai dengan 20 Oktober
1945, terjadi pertempuran antara Tentara Keamanan rakyat (TKR) yang dibandu
oleh barisan pemuda dengan tentara Jepang yang persenjataannya lebih lengkap.
Pertempuran berakhir setelah terjadi perundingan antara pihak Indonesia yang
diwakili oleh Kasman Singodimedjo dan Mr. Sartono dan pihak Jepang yang
diwakili Letnan Kolonel Nomura.
4.
Pertempuran
Ambarawa.
Pertempuran Ambarawa adalah peristiwa
perlawanan rakyat Indonesia terhadap tentara Sekutu yang terjadi di Ambarawa,
Jawa Tengah. Peristiwa ini diawali dengan kedatangan tentara sekutu di bawah
pimpinan Brigadir Jenderal Bethel di Semarang pada 20 Oktober 1945. Kedatangan
mereka bertujuan untuk melucuti senjata tentara Jepang dan mengurus tawanan
perang tentara Jepang yang ada di Jawa Tengah. Semula kedatangan tentara Sekutu
disambut baik, bahkan Gubernur Jawa Tengah Mr. Wongsonegoro menyepakati
menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi kelancaran tugas Sekutu.
Adapun tentara Sekutu berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Indonesia.
Tanpa sepengetahuan pihak Indonesia,
ternyata tentara Sekutu telah mengikutsertakan tentara NICA. Pada saat mereka
membebaskan tawanan perang Belanda di Magelang dan Ambarawa, para tawanan
tersebut malah dipersenjatai sehingga menimbulkan kemarahan dari pihak
Indonesia. Hal ini menyebabkan terjadinya insiden yang kemudian meluas menjadi
sebuah pertempuran terbuka di Magelang dan Ambarawa.
Para tentara Sekutu ingin menduduki dua
desa di sekitar Ambarawa, pasukan Indonesia di bawah pimpinan Letkol Isdiman,
Komandan Divisi V Banyumas berusaha membebaskan dua desa itu. Letkol Isdiman
gugur dalam peristiwa tersebut. Setelah gugurnya Letkol Isdiman, Panglima
Divisi Banyumas Kolonel Sudirman terjun langsung memimpin pertempuran.
Pada tanggal 12 Desember 1945, Kolonel
Sudirman mengadakan rapat dengan para Komandan TKR dan Laskar. Kemudian pada
tanggal 12 Desember 1945 pasukan Indonesia melancarkan serangan terhadap
tentara Sekutu di Ambarawa. Pertempuran berlangsung sengit, pasukan Indonesia
menggunakan taktik gelar supit urang atau pengepungan rangkap dari kedua sisi
sehingga tentara Sekutu benar – benar terkurung. Setelah berlangsung beberapa
hari, pada tanggal 15 Desember 1945, pasukan Indonesia berhasil mengalahkan
tentara Sekutu dan menguasai kota Ambarawa. Kemenangan Indonesia pada
pertempuran ini diabadikan dengan didirikannya Monumen Palagan di Ambarawa.
5.
Bandung
Lautan Api.
Peristiwa Bandung Lautan Api adalah
peristiwa kebakaran besar yang terjadi di kota Bandung, Jawa Barat pada tanggal
23 Maret 1946. Kota Bandung sengaja dibakar oleh Tentara Keamanan rakyat (TKR)
dan rakyat setempat dengan maksud agar tentara Sekutu tidak dapat menggunakan
kota Bandung sebagai pos – pos militer.
Peristiwa ini diawali dengan kedatangan
pasukan Sekutu yang dipimpin Brigadir Mac Donald di Kota Bandung. Mereka datang
pada tanggal 12 Oktober 1945 dengan tujuan melucuti senjata tentara Jepang dan
membebaskan tawanan perang. Sejak awal kedatangannya, hubungan tentara Sekutu
dengan pihak Indonesia sudah tidak baik. Mereka menuntut rakyat Bandung untuk
menyerahkan senjata yang dirampas dari tentara Jepang. Tuntutan tersebut tidak
diindahkan oleh rakyat Bandung sehingga berakibat timbulnya berbagai bentrokan.
Pertentangan antara pihak sekutu dan
pihak Indonesia semakin meruncing. Pada tanggal 23 Maret 1946 meletus
pertempuran antara rakyat bandung melawan Sekutu. Pertempuran paling besar
terjadi di desa Dayeuh Kolot, sebelah selatan kota Bandung. Dalam pertempuran
ini, dua pejuang Indonesia bernama Muhammad Toha dan Ramdan berupaya meledakkan
gudang senjata Sekutu. Mereka berdua gugur setelah berhasil meledakkan gudang
tersebut.
Adanya pertempuran ini membuat keadaan
kota Bandung semakin tidak aman. Kondisi semakin tidak menentu karena untimatum
Sekutu. Akhirnya pemerintah republic Indonesia menginstruksikan agar kota
Bandung dikosongkan. Atas instruksi tersebut, penduduk kota Bandung
mengosongkan kota dan mengungsi ke daerah pegunungan. Sebelum meninggalkan kota
bandung, TKR dan rakyat membakar kota Bandung. Peristiwa ini dikenal sebagai
Bandung Lautan Api.
6.
Pertempuran
Medan Area.
Pertempuran Medan Area adalah sebuah
peristiwa perlawanan rakyat terhadap tentara Sekutu yang terjadi di Medan,
Sumatra Utara. Pada tanggal 9 Oktober 1945, pasukan Sekutu yang dipimpin oleh
Brigadir jenderal T.E.D. Kelly tiba di Kota Medan. Kedatangan tentara Sekutu
ini ternyata diboncengi oleh tentara NICA yang bertujuan mengambil alih
pemerintahan. Hal ini memicu munculnya perlawanan rakyat di kota Medan.
Pertempuran pertama meletus pada tanggal
13 Oktober 1945 antara para pemuda dengan pasukan Sekutu. Para pemuda menyerang
gedung – gedung pemerintahan yang dikuasai Sekutu. Pertempuran ini kemudian
menjalar ke beberapa kota lainnya, seperti Pematang Siantar dan Brastagi. Oleh
karena seringnya terjadi berbagai insiden, pada tanggal 18 Oktober 1945, Sekutu
mengeluarkan ultimatum yang melarang rakyat membawa senjata dan semua senjata
yang ada harus diserahkan kepada Sekutu.
Pada tanggal 1 Desember 1945, tentara
Sekutu memasang papan – papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Areas di
pinggiran Kota Medan dengan tujuan untuk menunjukkan daerah kekuasaan mereka.
Sejak saat itu, istilah Medan Area menjadi terkenal. Tentara Sekutu beserta
NICA melakukan pengusiran terhadap unsur – unsur Republik Indonesia di kota
Medan. Para pemuda melakukan perlawanan terhadap Sekutu dan NICA, akibatnya
kota Medan menjadi tidak aman.
Selanjutnya pada tanggal 10 Desember
1945, Sekutu melancarkan operasi militer besar – besaran terhadap para pejuang
Indonesia dengan mengikutsertakan pesawat – pesawat tempurnya. Para pejuang
membalas serangan tersebut sehingga menimbulkan berbagai bentrokan di seluruh
kota yang menelan korban dari kedua pihak.
7.
Pertempuran
Puputan Margarana.
Pertempuran Puputan Margarana merupakan
salah satu pertempuran antara Indonesia dan Belanda yang terjadi pada tanggal
20 November 1945. Pertempuran ini diawali dengan kedatangan pasukan Belanda
berjumlah sekitar 2000 tentara disertai tokoh – tokoh yang bersedia bekerjasama
dengan Belanda di bali.
Kedatangan Belanda ke Bali bertujuan
untuk membantu pendirian sebuah Negara boneka yang diberi nama Negara Indonesia
Timur. Belanda kemudian membujuk Letkol I Gusti Ngurah Rai untuk bergabung.
Namun bujukan tersebut ditolak.
Pada tanggal 18 November 1946, I Gusti
Ngurah Rai menyerang kedudukan Belanda di Daerah Tabanan. Satu detasemen
polisis lengkap dengan senjatanya berhasil dilumpuhkan. Untuk menghadapi
pasukan Ngurah Rai, Belanda mengerahkan seluruh pasukan yang berada di Bali dan
Lombok.
Dalam pertempuran ini, pasukan Ngurah
Rai melakukan “Puputan” atau perang habis – habisan. Mereka bertekad tidak akan
mundur sampai titik darah penghabisan. Pertempuran berakhir dengan gugurnya
Letkol I Gusti Ngurah Rai bersama 96 orang anggota pasukannya. Adapun di pihak
Belanda, diperkirakan sebanyak 400 tentara Belanda tewas dalam pertempuran ini.
Untuk mengenang peristiwa ini, didirikan Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa di
daerah bekas medan pertempuran.
8.
Serangan
Umum 1 Maret 1949.
Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah
serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949. Serangan ini bertujuan
menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Republik Indonesia cukup kuat
untuk mempertahankan kemerdekaan, meskipun ibukotanya telah diduduki oleh
Belanda.
Serangan Umum 1 Maret 1949 dilakukan
oleh pasukan TNI dari Brigade 10/Wehkreise III di bawah pimpinan Letnan Kolonel
Soeharto, setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari sri Sultan Hamengku
Buwono IX (Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta). Pada malam hari menjelang
serangan umum itu, pasukan – pasukan TNI telah mendekati kota dan dalam jumlah
kecil mulai disusupkan kedalam kota. Pagi hari pada tanggal 1 Maret 1949
sekitar pukul 06.00 WIB sewaktu sirine berbunyi tanda jam malam telah berakhir,
serangan umum dilancarkan dari segala penjuru kota. Pasukan Belanda tidak
menduga aka nada serangan mendadak seperti itu, sehingga dalam waktu yang
relative singkat, pasukan TNI berhasil memukul mundur pasukan Belanda keluar
Yogyakarta.
Dalam Serangan Umum, TNI berhasil
menduduki Yogyakarta selama 6 jam. Peristiwa ini berhasil mematahkan propaganda
Belanda yang menyatakan bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada lagi.
Keberhasilan Serangan Umum 1 Maret 1949 mendatangkan dukungan internasional
terhadap bangsa Indonesia. Peristiwa ini menjadi pendorong berubahnya sikap
pemerintah Amerika Serikat terhadap Belanda. Pemerintah Amerika Serikat yang
semula mendukung Belanda, berbalik menekan Belanda agar melakukan perundingan
dengan pihak RI. oleh Karena desakan itu, serta kedudukannya yang makin
terdesak oleh gerilyawan Indonesia, Belanda akhirnya bersedia berunding dengan
RI.
b.
Perjuangan
Diplomasi.
Melalui perjuangan diplomasi, bangsa
Indonesia berupaya menunjukkan kepada dunia internasional bahwa kemerdekaan dan
kedaulatan yang telah diraih bangsa Indonesia pantas untuk dibela dan
dipertahankan. Selain itu, bangsa Indonesia berusaha menunjukkan sikap dan
itikad baik dalam menyelesaikan perselisihan dengan Belanda. Berikut ini adalah
beberapa upaya diplomasi yang dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk
mempertahankan kemerdekaannya.
1.
Perundingan
Linggarjati.
Perundingan Linggarjati adalah
perundingan antara Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Linggarjati,
Kuningan, Jawa Barat. Perundingan Linggarjati dilaksanakan pada tanggal 10
November 1946. Perundingan ini menghasilkan beberapa kesepakatan yang ditandatangani
secara resmi oleh kedua Negara pada tanggal 25 Maret 1947. Informasi mengenai perundingan Linggarjati dapat kita amati pada table
berikut :
Delegasi
|
Kesepakatan
|
Dampak Bagi Indonesia
|
Indonesia
Sutan Syahrir
(Ketua
Delegasi)
|
1.
Belanda mengakui secara De Facto wilayah Republik
Indonesia, yaitu Sumatra, Jawa dan Madura.
2.
Belanda harus meninggalkan wilayah Republik
Indonesia paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
3.
Republic Indonesia dan Belanda sepakat membentuk
Negara Republik Indonesia Serikat (RIS), dimana salah satu Negara bagiannya
adalah Republik Indonesia.
4.
Dalam bentuk RIS, Indonesia harus tergabung dalam
Commonwealth / Persemakmuran Indonesia – Belanda dengan Ratu Belanda sebagai
ketuanya.
|
1.
Republic Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan
dari beberapa Negara, diantaranya Inggris, Amerika Serikat, Mesir, Lebanon,
Suriah, Afganistan, Myanmar, Yaman, Saudi Arabia dan Uni Soviet.
2.
Muncul pihak yang mendukung dan menolak hasil
perundingan di kalangan rakyat Indonesia. Sebagian rakyat Indonesia
menganggap hasil perundingan merugikan Indonesia.
|
Belanda
Wim
Schermerhorn
(Ketua
Delegasi)
|
||
Inggris
Lord Killearn
(Mediator
Perundingan)
|
Meskipun Persetujuan Linggarjati telan
ditandatangani, hubungan Indonesia – Belanda tidak bertambah baik. Perbedaan
penafsiran mengenai beberapa pasal persetujuan menjadi pangkal perselisihan.
Penafsiran itu misalnya, sebelum RIA terbentuk, Belanda menganggap bahwa Belanda
berdaulat atas wilayah Indonesia, sementara Indonesia menganggap bahwa Indonesia
yang berdaulat sebelum RIS terbentuk.
Belanda tetap kukuh terhadap penafsiran
tersebut. Kekukuhan Belanda ini diperlihatkan dengan melakukan penyerangan
secara tiba- tiba terhadap daerah- daerah yang menjadi wilayah RI sesuai hasil
perjanjian linggajati, pada 21 juli 1947. Peristiwa ini dikenal sebagai Agresi
Militer Belanda I.
Pada Agresi Militer ini, Belanda
berhasil menguasai Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah sebelah utara, sebagian
Jawa Timur, Madura dan sebagian Sumatra Timur. Untuk menghadapi Belanda,
pasukan TNI melancarkan taktik gerilya. Dengan taktik gerilya, ruang gerak
pasukan Belanda berhasil dibatasi. Gerakan pasukan Belanda hanya berada di kota
– kota besar dan jalan – jalan raya, sedangkan di luat kota kekuasaan berada di
tangan pasukan TNI.
2.
Perundingan
Renville.
Agresi Militer Belanda I mendapat reaksi
keras dari dunia internasional, khususnya dalam forum PBB. Dalam rangka usaha
penyelesaian damai, maka Dewan Keamanan PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN).
Negara – Negara anggota KTN yaitu Australia (pilihan Indonesia) diwakili oleh
Richard Kirby, Belgia (pilihan Belanda) diwakili oleh Paul van Zeeland, Amerika
Serikat (pilihan Indonesia dan Belanda) diwakili oleh Frank Porter Graham. KTN
kemudian mengusulkan sebuah perundingan yang diselenggarakan diatas kapal
Angkatan Laut Amerika Serikat yang bernama USS Renville yang berlabuh di Teluk
Jakarta. Perundingan ini dikenal dengan nama perundingan Renville. Informasi mengenai perundingan Renville
dapat kita amati pada table berikut ini :
Delegasi
|
Kesepakatan
|
Dampak Bagi Indonesia
|
Indonesia
Amir
Syarifuddin
Harahap
(Ketua
Delegasi)
|
1.
Penghentian tembak – menembak.
2.
Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta,
dan Sumatra sebagai bagian wilayah Republik Indonesia.
3.
Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang
memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda.
4.
Belanda bebas membentuk Negara – Negara federal di
daerah – daerah yang didudukinya dengan melalui masa peralihan terlebih
dahulu.
|
Wilayah
Indonesia menjadi sempit dan dikelilingi oleh wilayah – wilayah yang dikuasai
Belanda.
|
Belanda
Abdul Kadir
Widjojoatmodjo
(Ketua
Delegasi)
|
||
KTN
1.
Frank porter Graham
2.
Richard Kirby.
(Mediator
Perundingan)
|
Kesepakatan yang dicapai pada
perundingan Renville ternyata juga diingkari oleh Belanda. Pada tanggal 19
desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II. Belanda berhasil
menduduki ibu kota RI, Yogyakarta. Para pemimpin Indonesia seperti Ir. Soekarno
dan Drs. Mohammad Hatta ditangkap dan diasingkan ke Bangka.
Sebelum Yogyakarta jatuh, Pemerintah RI
telah membentuk Pemerintahan darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatra
Barat. PDRI ini dijalankan oleh Syafruddin Prawiranegara. Selain itu, dibentuk
pula Komando perang gerilya yang dipimpin Jenderal Sudirman. Pasukan Indonesia
yang sebelumnya ditarik dari daerah pendudukan Belanda diinstruksikan kembali
ke daerah masing – masing untuk melaksanakan perang secara gerilya.
Selama Agresi Militer II, Belanda selalu
mempropagandakan bahwa setelah ditangkapnya pemimpin – pemimpin RI, maka
pemerintah RI sudah tidak ada. Akan tetapi, propaganda Belanda tersebut dapat
digagalkan oleh PDRI. PDRI menunjukkan kepada dunia internasional bahwa
pemerintah Indonesia masih berlangsung.
3.
Perundingan
Roem – Royen.
Untuk mengatasi agresi Militer Belanda,
PBB mengadakan siding pada 22 Desember 1948 dan menghasilkan sebuah resolusi
yang isinya mendesak supaya permusuhan antara Indonesia dan Belanda segera
dihentikan dan pemimpin Indonesia yang ditahan segera dibebaskan.
KTN ditugaskan untuk mengawasi
pelaksanaan resolusi tersebut. Untuk meluaskan wewenangnya, maka KTN diubah
namanya menjadi UNCI (United Nations Commission for Indonesia) yang diketuai
oleh Merle Cochran. Atas inisiatif UNCI, pada tanggal 14 April 1949 diadakan
Perundingan Republik Indonesia dan Belanda. Perundingan ini diadakan di Hotel
Des Indes, Jakarta.
Informasi
mengenai perundingan Renville dapat kita amati pada table berikut ini :
Delegasi
|
Kesepakatan
|
Dampak Bagi Indonesia
|
Indonesia
Mr. Moh. Roem
(Ketua
Delegasi)
|
Pihak Indonesia
menyatakan kesediaan untuk :
1.
Menghentikan perang gerilya.
2.
Bekerja sama dalam mengembalikan perdamaian dan
menjaga ketertiban dan keamanan.
3.
Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den
Haag.
Pihak Belanda
menyatakan kesediaan untuk :
1.
Menyetujui kembalinya pemerintah Republik
indonesia ke Yogyakarta.
2.
Menjamin penghentian gerakan militer dan
membebaskan semua tahanan politik
3.
Tidak akan mendirikan Negara – Negara yang ada di
daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia sebelum 19 Desember 1948.
4.
Berusaha dengan sesungguh – sungguhnya supaya KMB
segera diadakan sesudah pemerintah Republik kembali ke Yogyakarta.
|
Pemerintah
Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta.
|
Belanda
Dr. J. H. van
Royen
(Ketua
Delegasi)
|
||
UNCI
Merle Cochran
(Mediator
Perundingan)
|
4.
Konferensi
Meja Bundar.
Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah
sebuah pertemuan yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, dari tanggal 23
Agustus sampai 2 November 1949. Konferensi Meja Bundar merupakan tindak lanjut
dari perundingan – perundingan sebelumnya. Konferensi ini merupakan titik
terang bagi bangsa Indonesia dalam upaya mempertahankan kemerdekaannya. Informasi mengenai Konferensi Meja Bundar
dapat kita amati pada table berikut :
Delegasi
|
Kesepakatan
|
Dampak Bagi Indonesia
|
Indonesia
Drs Moh. Hatta
(Ketua
delegasi)
|
1.
Belanda mengakui RIS sebagai Negara yang merdeka
dan berdaulat.
2.
Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat –
lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
3.
Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi
dalam 1 tahun setelah pengakuan kedaulatan RIS.
4.
Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan
hubungan Uni Indonesia – Belanda yang diketuai Belanda
5.
RIS harus membayar semua utang Belanda sejak tahun
1942.
|
1.
Belanda mengakui kemerdekaan Republik Indonesia.
2.
Konflik dengan Belanda dapat diakhiri dan
pembangunan dapat dimulai.
3.
Irian Barat belum bisa diserahkan kepada Republik
Indonesia.
4.
Negara Indonesia berubah bentuk menjadi Negara
serikat yang tidak sesuai dengan cita – cita Proklamasi.
|
Belanda
J.H. van
Maarseveen
(Ketua
Delegasi)
|
||
BFO
(Bijeenkomst
voor Federaal Overleg)
BFO adalah
suatu badan yang merupakan kumpulan
Negara – negara bagian bentukan Belanda.
Sultan Hamid
II
(Ketua
Delegasi)
|
||
UNCI
Chritchley
(Ketua
Delegasi)
|
Sebagaimana kesepakatan yang diperoleh
pada Konferensi Meja Bundar, pada tanggal 27 Desember 1949 pemerintah Belanda
menyerahkan kedaulatan atas Republik Indonesia serikat. Penyerahan dan
sekaligus pengakuan kedaulatan tersebut dilakukan di dua tempat, yaitu di
Belanda dan di Indonesia. Di Belanda, penyerahan kedaulatan dilakukan oleh Ratu
Juliana kepada kepala delegasi RIS Drs.Moh. Hatta. Adapun di Jakarta,
penyerahan kedaulatan dilakukan A.H.J. Lovink kepada wakil pemerintah RIS, Sri
Sultan Hamengku Buwono IX. Penyerahan kedaulatan ini menandakan berakhirnya
masa penjajahan Belanda di Indonesia secara formal.
4. Perkembangan Politik Indonesia Pada
Masa Kemerdekaan.
a.
Republik
Indonesia Serikat.
Sesuai hasil kesepakatan Konferensi Meja
Bundar (KMB), bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berubah menjadi
Republik Indonesia Serikat (RIS). RIS berdiri pada tanggal 27 Desember 1949
dengan Undang – Undang Dasar Sementara sebagai konstitusinya. Sesuai dengan isi
konstitusi baru itu, Negara berbentuk federasi dan meliputi seluruh daerah Indonesia.
Yang tergabung dalam federasi ini
sebagai berikut :
1. Negara
bagian yang meliputi : Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa
Timur, Negara Madura, Negara Sumatra Selatan, Negara Sumatra Timur dan Republik
Indonesia.
2. Satuan
– satuan kenegaraan yang meliputi : Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan
Tenggara, Banjar, Dayak Besar, Bangka, Belitung, Riau dan Jawa Tengah.
3. Daerah
Swapraja yang meliputi Kota Waringin, Sabang dan Padang.
System pemerintahan RIS dipegang oleh
presiden dan menteri – menteri di bawah perdana menteri. Terpilih sebagai
presiden RIS adalah Ir. Soekarno setelah ia menjadi calon tunggal dalam
pemilihan Presiden RIS tanggal 15 Desember 1949. Sementara itu, Drs. Moh. Hatta
diangkat menjadi Perdana Menteri RIS pada tanggal 20 Desember 1949.
b.
Kembali
Menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bentuk Negara Republik Indonesia Serikat
(RIS) ternyata tidak sesuai dengan cita – cita kesatuan dan persatuan bangsa
Indonesia. Oleh karena itu, muncul gerakan – gerakan untuk mengubah bentuk
Negara kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Rakyat di
Negara – Negara bagian mengadakan demonstrasi untuk membubarkan RIS dan
menuntut kembali kedalam NKRI.
Pada bulan April 1950, hamper seluruh
Negara bagian dan satuan – satuan kenegaraan telah bergabung dengan Republik
Indonesia, kecuali Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatra Timur. Berkat
pendekatan dan ajakan yang dilakukan, Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatra
Timur akhirnya menyatakan keinginannya untuk bergabung kembali kedalam NKRI.
Kedua Negara bagian tersebut kemudian memberikan mandatnya kepada pemerintah
RIS guna mengadakan pembicaraan mengenai pembentukan Negara kesatuan dengan
pemerintah RI pada 12 Mei 1950.
Pada tanggal 19 Mei 1950, ditandatangani
sebuah piagam persetujuan antara Pemerintah RIS dan Pemerintah RI. Piagam itu
menyatakan kedua pihak dalam waktu singkat akan bersama – sama melaksanakan
pembentukan Negara kesatuan. RIS pun bubar dan berganti menjadi Republik
Indonesia pada 17 Agustus 1950. Bersamaan dengan itu, cabinet RIS yang dipimpin
Hatta mengakhiri masa tugasnya.
c.
Gangguan
Keamanan.
1.
Pemberontakan
PKI Madiun 1948.
Pemberontakan ini terjadi pada tanggal
18 September 1948 yang dipimpin oleh Muso. Tujuan dari pemberontakan PKI Madiun
adalah ingin mengganti dasar Negara Pancasila dengan Komunis serta ingin
mendirikan Republik Indonesia Soviet. Pemberontakan PKI Madiun melakukan
aksinya dengan menguasai seluruh karesidenan Pati. PKI juga melakukan
pembunuhan dan penculikan ini secara besar – besaran. Pada 30 September 1948,
pemberontakan PKI Madiun berhasil ditumpas oleh TNI yang dibantu oleh rakyat.
Di bawah pimpinan Kolonel Gatot Subroto (Panglima Divisi H Jawa Tengah bagian
timur) dan Kolonel Sungkono (Panglima Divisi Jawa Timur).
2.
Pemberontakan
DI / TII (Darul Islam / Tentara Islam Indonesia).
Pemberontakan Darul Islam / Tentara
Islam Indonesia (DI / TII) adalah suatu gerakan yang menginginkan berdirinya
sebuah Negara Islam Indonesia. Pemberontakan DI/TII bermula di Jawa Barat,
kemudian menyebar ke daerah – daerah lain, seperti Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi
Selatan dan Kalimantan Selatan.
a.
Jawa
Barat.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat
dipimpin oleh S.M. Krtosuwiryo yang memiliki cita – cita mendirikan Negara
Islam Indonesia. Cita – citanya membentuk Negara Islam Indonesia diwujudkan
melalui Proklamasi yang dikumandangkan pada tanggal 7 Agustus 1949 di Desa
Cisayong, Jawa Barat. Untuk mengatasi pemberontakan yang dilakukan oleh
Kartosuwiryo, pasukan TNI dan rakyat menggunakan Operasi Pagar Betis di Gunung
Geber. Akhirnya, pada tanggal 4 Juni 1962 Kartosuwiryo berhasil ditangkap.
b.
Sulawesi
Selatan.
Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan
dipimpin oleh Kahar Muzakar. Pemberontakan ini disebabkan oleh Kahar Muzakar
yang menempatkan lascar – lascar rakyat Sulawesi Selatan kedalam lingkungan
APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat). Selain itu, berkeinginan
untuk menjadi pimpinan dan angota APRIS. Pada tanggal 17 Agustus 1951, Kahar
Muzakar bersama dengan pasukannya melarikan diri ke hutan dan pada tahun 1952
ia mengumumkan bahwa Sulawesi Selatan menjadi bagian dari Negara Islam
Indonesia pimpinan Kartosuwiryo di Jawa Barat. Penumpasan terhadap
pemberontakan yang dilakukan oleh Kahar Muzakar mengalami kesulitan sebab
tempat persembunyian mereka berada di hutan yang ada di daerah pegunungan. Akan
tetapi, pada bulan Februari 1965 berhasil ditumpas oleh TNI.
c.
Aceh
Pemberontakan DI/TII di Aceh dipimpin
oleh Daud Beureuh yang merupakan mantan Gubernur Aceh. Pemberontakan ini
disebabkan oleh status Aceh yang semula menjadi daerah istimewa diturunkan
menjadi daerah karesidenan di bawah Provinsi Sumatra Utara. Kebijakan pemerintah
tersebut ditentang oleh Daud Beureuh sehingga pada tanggal 21 September 1953 ia
mengeluarkan maklumat tentang penyatuan Aceh kedalam Negara Islam Indonesia
pimpinan Kartosuwiryo. Pemerintah Republik Indonesia memberantas pemberontakan
di Aceh dengan operasi militer dan musyawarah dengan rakyat Aceh, sehingga pada
tanggal 17 – 28 Desember 1962 diselenggarakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh
dan melalui musyawarah tersebut maka berhasil dicapai penyelesaian secara
damai.
d.
Kalimantan
Selatan.
Pemberontakan DI/TII di Kalimantan
Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar yang menamakan gerakannya dengan sebutan
Kesatuan Rakyat yang Tertindas. Pada tahun 1945, Ibnu Hajar secara resmi
bergabung dengan Negara Islam Indonesia dan ditunjuk sebagai panglima tertinggi
TII (Tentara Islam Indonesia). Pada tahun 1963, pemerintah Indonesia berhasil
menumpas pemberontakan ini. Ibnu Hajar dan anak buahnya berhasil ditangkap.
5. Perkembangan Ekonomi Indonesia Pada
Masa Kemerdekaan.
Pada
masa kemerdekaan, keadaan ekonomi bangsa Indonesia masih belum stabil. Hal ini
disebabkan oleh masalah – masalah ekonomi yang terjadi saat itu. Masalah –
masalah tersebut antara lain sebagai berikut :
a.
Permasalahan
Inflasi.
Beberapa bulan setelah Proklamasi
Kemerdekaan, bangsa Indonesia mengalami inflasi yang terlalu tinggi (Hiper
Inflasi). Inflasi terjadi karena mata uang Jepang beredar secara tak
terkendali. Pada saat itu, pemerintah tidak dapat menyatakan mata uang Jepang
tidak berlaku karena belum memiliki mata uang sendiri sebagai penggantinya. Kas
Negara pun kosong, pajak dan bea masuk sangat kecil. Untuk mengatasi masalah
ini, pemerintah mengambil kebijakan berlakunya mata uang De Javasche Bank, mata
uang pemerintah Hindia Belanda dan mata uang pendudukan Jepang.
b. Blokade Laut.
Blockade laut yang dilakukan oleh
Belanda di mulai pada Bulan November 1945. Blockade ini menutup pintu keluar
masuk perdagangan Indonesia. Akibatnya, barang – barang dagangan milik
Indonesia tidak dapat di ekspor. Dan Indonesia tidak dapat memperoleh barang –
barang impor yang sangat dibutuhkan. Tujuan Belanda melakukan Blokade ini
adalah untuk meruntuhkan perekonomian Indonesia. Dalam rangka menghadapi
blockade laut ini, pemerintah melakukan berbagai upaya, diantaranya sebagai
berikut :
1.
Melaksanakan
Program Pinjaman Nasional.
Program pinjaman nasional dilaksanakan
oleh Menteri Keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan dari Badan Pekerja
komite Nasional Indonesia Pusat (BP – KNIP). Pinjaman yang direncanakan
sebanyak 1 miliar rupiah dan dibagi atas dua tahap. Pinjaman akan dibayar
kembali selambat – lambatnya dalam waktu 40 tahun.
Pada bulan Juli 1946, seluruh penduduk
Jawa dan Madura diharuskan menyetorkan sejumlah uang kepada Bank Tabungan Pos
dan rumah – rumah pegadaian. Pelaksanaan pinjaman ini dinilai sukses.
Kesuksesan merupakan bukti dukungan rakyat terhadap Negara. Tanpa dukungan dan
kesadaran rakyat yang tinggi, dapat dipastikan Negara akan mengalami
kebangkrutan.
2.
Melakukan
Diplomasi ke India.
Pada tahun 1946, Indonesia membantu
pemerintah India yang tengah menghadapi bahaya kelaparan dengan mengirimkan
beras seberat 500.000 ton. Sebagai imbalannya, pemerintah India menjanjikan
akan mengirimkan bahan pakaian yang sangat dibutuhkan oleh rakyat Indonesia.
Selain bersifat ekonomis, pengiriman bantuan ke India bersifat politis karena
India merupakan Negara Asia yang paling aktif mendukung perjuangan diplomatic
dalam rangka solidaritas Negara – Negara Asia.
3.
Mengadakan
Hubungan Dagang Langsung ke Luar Negeri.
Usaha mengadakan hubungan dagang keluar
negeri itu dirintis oleh Banking and Tranding Cooperation (BTC), suatu badan
perdagangan semi pemerintah. BTC berhasil mengadakan kontak dengan perusahaan
swasta Amerika Serikat. Dalam transaksi pertama, pihak Amerika Serikat bersedia
membeli barang – barang ekspor seperti gula, the dan karet.
Usaha lain untuk mengadakan hubungan
dagang langsung ke luar negeri juga dilakukan melalui Sumatra. Tujuan utamanya
adalah Singapura dan Malaya. Usaha ini dilakukan dengan perahu layar dan kapal
motor cepat. Pelaksanaan penembusan blockade dilakukan oleh angkatan laut
Republik Indonesia dengan bantuan dari pemerintah daerah penghasil barang –
barang ekspor. Melalui upaya ini, Indonesia berhasil menjual barang – barang
ekspor dan memperoleh barang – barang impor yang dibutuhkan.
6. Kehidupan Masyarakat Indonesia Pada
Masa Kemerdekaan.
Kemerdekaan
telah membawa perubahan yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat
Indonesia. Perubahan – perubahan tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Kehidupan
Sosial.
Sebelum kemerdekaan, telah terjadi
diskriminasi rasial dengan membagi – bagi kelas – kelas masyarakat. Saat itu,
masyarakat Indonesia didominasi oleh warga Eropa dan Jepang, sebagian besar
warga pribumi hanyalah masyarakat rendahan yang menjadi pekerja bagi para
bangsawan dan penguasa. Setelah Indonesia merdeka, segala bentuk diskriminasi
rasial dihapuskan dan semua warga Indonesia dinyatakan memiliki hak dan
kewajiban yang sama dalam segala bidang.
b.
Pendidikan.
Pada masa penjajahan, kesempatan
memperoleh pendidikan bagi anak – anak Indonesia sangat terbatas. Dari sejumlah
anak – anak usia sekolah, hanya sebagian kecil saja yang sempat menikmati
sekolah. Akibatnya, sebagian besar penduduk Indonesia masih buta huruf. Oleh
karena itu, segera setelah Proklamasi Kemerdekaan, pemerintah mengangkat Ki
Hajar Dewantara sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan
K).
Ki Hajar dewantara menjabat jabatan ini
hanya selama 3 bulan. Kemudian, jabatan Menteri PP dan K dijabat oleh Mr.
T.S.G. Mulia yang hanya menjabat selama 5 bulan. Selanjutnya jabatan Menteri PP
dan K dijabat oleh Mohammad Syafei. Kemudian is digantikan oleh Mr. Suwandi.
Pada masa jabatan Mr. suwandi, dibentuk
Panitia Penyelidik Pengajaran Republik Indonesia yang bertugas untuk meneliti
dan merumuskan masalah pengajaran setelah kemerdekaan. Setelah menyelesaikan
tugasnya, panitia ini menyampaikan saran – saran kepada pemerintah. Kemudian,
disusunlah dasar struktur dan system pendidikan di Indonesia. Tujuan umum pendidikan
di Indonesia merdeka adalah mendidik anak – anak menjadi warga Negara yang
berguna, yang diharapkan kelak dapat memberikan pengetahuannya kepada Negara.
Dengan kata lain, tujuan pendidikan pada masa itu lebih menekankan pada
semangat patriotism.
Pendidikan pada awal Kemerdekaan terbagi
atas 4 tingkatan, yaitu :
a. Pendidikan
Rendah.
b. Pendidikan
Menengah Pertama.
c. Pendidikan
Menengah Atas.
d. Pendidikan
Tinggi.
Pada akhir tahun 1949, tercatat 24.775
buah sekolah rendah di seluruh Indonesia. Untuk pendidikan tinggi, sudah ada
sekolah tinggi dan akademi di beberapa kota seperti Jakarta, Klaten, Surakarta
dan Yogyakarta. Selain itu, ada pula universitas seperti Universitas Gadjah
Mada.
c.
Kebudayaan.
Dalam bidang kesenian, banyak muncul
lagu yang bertemakan nasionalisme yang diciptakan oleh para komponis seperti
Cornel Simajuntak, Kusbini dan Ismail marzuki. Lagu – lagu tersebut antara lain
: Bagimu Negeri, Halo – Halo Bandung, Selendang Sutra dan Maju Tak Gentar.
Jangan
Lupa Klik Iklannya (X), Gratiis kok, Supaya Saya lebih Bersemangat Menulis di
Blog ini.
Comments
Post a Comment