Bela Negara Dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (Materi PKN SMP / MTS Kelas IX – Halaman 147 s/d 181)
Bela Negara Dalam Konteks Negara
Kesatuan Republik Indonesia (Materi PKN SMP / MTS Kelas IX – Halaman 147 s/d
181)
Atas rahmat Tuhan Yang
Maha Kuasa, bangsa Indonesia dapat memproklamasikan kemerdekaannya. Saat Jepang
mengalami kekalahan menghadapi sekutu, sementara itu Sekutu belum datang ke
wilayah Indonesia. Para pendiri bangsa, termasuk kaum pemuda, menggunakan
kesempatan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Kemerdekaan bangsa Indonesia yang telah diraih tentu saja bukanlah hadiah atau
pemberian dari kaum penjajah. Namun sebagai hasil perjuangan bangsa Indonesia.
Selama tiga setengah abad bangsa Indonesia dijajah oleh Kolonial Belanda
ditambah tiga setengah tahun dijajah oleh Jepang, maka selama itu pula
perjuangan rakyat Indonesia dalam mengusir penjajah untuk membela bangsa dan
negaranya. Tak terhitung pengorbanan rakyat Indonesia yang berupa harta benda,
bahkan jiwa raga sekalipun, demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengorbanan para
pendiri bangsa terdahulu harus kita hargai dengan mengisi kemerdekaan ini
sesuai dengan kemampuan kita masing – masing. Mari kita manfaatkan segala
potensi yang dimiliki untuk kemajuan dan keunggulan bangsa ini.
A. Makna Bela Negara.
Dalam
pasal 27 ayat (3) UUD NKRI Tahun 1945, dijelaskan bahwa setiap warga Negara itu
memiliki hak dan kewajiban dalam upaya pembelaan Negara. Upaya bela Negara,
selain sebagai kewajiban dasar manusia juga merupakan kehormatan bagi setiap
warga Negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab dan rela berkorban dalam
pengabdian kepada Negara dan bangsa.
Selanjutnya,
ditegaskan dalam Pasal 9 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan
Negara, “Setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela
Negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan Negara”. Kata
“Kewajiban” dalam ketentuan tersebut, mengandung makna bahwa dalam keadaan
tertentu, Negara dapat memaksa setiap warga Negara untuk ikut serta dalam
pembelaan Negara.
Menurut
UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, yang dimaksud dengan bela Negara
adalah sikap dan perilaku warga Negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan
Negara.
Berdasarkan
pengertian bela Negara di atas, dapat dipahami bahwa membela Negara itu bukan
hanya tugas dan tanggung jawab dari aparat keamanan, seperti polisi atau TNI
saja melalui teknik dan strategi militer, namun juga hak sekaligus kewajiban
seluruh rakyat Indonesia dalam membela Negara sesuai dengan kemampuan masing –
masing untuk menjamin kelangsungan hidup bangda dan Negara Indonesia. Mengapa
warga Negara itu wajib membela negaranya ?. hal ini bukan hanya karena
peraturan perundang – undangan mewajibkannya, namun perlu dipahami bahwa warga
Negara itu sebagai bagian dari suatu bangsa yang menempati wilayah negara
tersebut. Oleh karena itu, selayaknya memiliki kesadaran akan kecintaan
terhadap tanah airnya. Apapun yang terjadi, jika sudah didasari rasa cinta,
maka pengorbanan apapun juga akan dilakukan. Hal ini dijelaskan oleh
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, bahwa upaya bela Negara itu didasari
oleh lima nilai yang harus diwujudkan oleh seluruh rakyat Indonesia. Kelima nilai itu adalah
1. Nilai
cinta tanah air.
2. Kesadaran
berbangsa dan bernegara.
3. Keyakinan
terhadap Pancasila sebagai ideology Negara.
4. Rela
berkorban demi bangsa dan Negara
5. Memiliki
kemampuan awal bela Negara.
Inti
dari upaya bela Negara adalah kesediaan untuk memberikan sesuatu tanpa pamrih
atau kerelaan berkorban untuk bangsa dan Negara sebagai sebuah tindakan terbaik
untuk melindungi, mempertahankan serta memajukan bangsa. Dengan demikian, apa
yang diungkapkan oleh John F. Kennedy bahwa “Jangan tanyakn apa yang dapat
dilakukan oleh negaramu untukmu, tapi tanyakan apa yang bisa kamu lakukan untuk
negaramu”, dapat diwujudkan sebagai bukti kecintaan terhadap tanah air. Bukan
hanya mengharap sesuatu yang dapat diberikan oleh Negara kepada kita, tetapi
justru kita harus melakukan sesuatu untuk mengabdi kepada kemajuan dan
kelangsungan hidup bangsa.
B. Peraturan Perundang – undangan yang
Mengatur Bela Negara.
1.
UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
a. Pasal
27 ayat (3) yang berbunyi : “Setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta
dalam upaya pembelaan Negara”
b. Pasal
30 ayat (1) yang berbunyi : “Tiap – tiap warga Negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara”.
c. Pasal
30 ayat (2) yang berbunyi : “Usaha pertahanan dan keamanan Negara dilaksanakan
melalui system pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama dan rakyat
sebagai kekuatan pendukung”.
d. Pasal
30 ayat (3) yang berbunyi : “Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan
Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara sebagai alat Negara bertugas
mempertahankan, melindungi dan memelihara keutuhan dan kedaulatan Negara”.
e. Pasal
30 ayat (4) yang berbunyi : “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat Negara
yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi,
melayani masyarakat, serta menegakkan hokum”.
f. Pasal
30 ayat (5) yang berbunyi : “Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia,
Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia didalam menjalankan
tugasnya, syarat – syarat keikutsertaan warga Negara dalam usaha pertahanan dan
keamanan Negara, serta hal – hal terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur
dengan Undang – undang”.
2.
Ketetapan
MPR
a. Ketetapan
MPR No. IV/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Berdasarkan ketetapan MPR tersebut, TNI dan Polri secara kelembagaan
terpisah dengan peran dan fungsi masing – masing. Peran dan fungsi tersebut,
diantaranya sebagai berikut :
1. TNI
adalah alat Negara yang berperan dalam pertahanan Negara.
2. Kepolisian
Negara Republik Indonesia adalah alat Negara yang berperan dalam memelihara
keamanan.
3. Dalam
hal terdapat keterkaitan kegiatan pertahanan dan kegiatan keamanan TNI dan
warga Negara Republik Indonesia harus bekerja sama dan saling membantu.
b. Tap
MPR RI No. VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Peran
TNI adalah sebagai berikut :
a. TNI
merupakan alat Negara yang berperan sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan
Republic Indonesia.
b. TNI
sebagai alat pertahanan Negara bertugas pokok menegakkan kedaulatan Negara,
keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 serta
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan
gangguan terhadap keutuhan bangsa dan Negara.
c. TNI
melaksanakan tugas Negara dalam penyelenggaraan wajib militer bagi warga Negara
yang ditur dengan UU.
Peran
Kepolisian Negara RI adalah sebagai berikut :
a. Kepolisian
Negara RI merupakan Kepolisian Nasional yang organisasinya disusun secara
berjenjang dari tingkat pusat sampai tingkat daerah.
b. Dalam
menjalankan perannya Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memiliki
keahlian dan keterampilan secara professional.
3.
Undang
– Undang
a. Undang
– Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
b. Undang
– Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
c. Undang
– Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
d. Undang
– Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 68, yang
menyatakan bahwa setiap warga Negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
Negara.
e. Undang
– Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan bahwa
pertahanan menjadi salah satu bidang yang tidak diotonomikan kepada pemerintah
daerah.
C. Perjuangan Mempertahankan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Setelah
Indonesia merdeka, secara sepihak Belanda kembali masuk ke Indonesia dengan
mengatasnamakan sebagai penguasa yang sah karena berhasil mengalahkan Jepang
yang sebelumnya mengambil alih kekuasaan Hindia Belanda (Indonesia) dari
Belanda. Menghadapi situasi semacam ini, menggeloralah semangat revolusi
kemerdekaan bangsa Indonesia. Baru beberapa saat Indonesia merdeka harus
kembali berperang melawan Belanda yang ingin merampas kemerdekaan Indonesia.
Perjuangan mempertahankan kemerdekaan tersebut harus melewati beberapa episode
penting yang mengombinasikan antara perang fisik dan perjuangan secara
diplomasi atau perundingan – perundingan dalam kurun waktu antara tahun 1945
sampai 1949.
1.
Perjuangan
Fisik Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ancaman terhadap keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia setelah diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia
pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah kedatangan Belanda ke Indonesia. Belanda
sebagai salah satu anggota Sekutu yang memenangkan Perang Dunia II, menyatakan
berhak atas Indonesia karena sebelumnya mereka menjajah Indonesia. Mereka
datang dengan membentuk Netherlands – Indies Civil Administration (NICA) dengan
menumpang dalam Allied Forces Netherland East Indies (AFNEI).
Kedatangan Belanda dengan menumpang
AFNEI mendapat perlawanan bangsa Indonesia. Apalagi setelah secara terang –
terangan Belanda mulai menduduki wilayah Indonesia. Berikut ini merupakan
sebagian perjuangan melawan Belanda secara fisik untuk mempertahankan
kemerdekaan.
a.
Insiden
Bendera di Surabaya.
Pada tanggal 19 September 1945, di
Surabaya terjadi peristiwa “Insiden Surabaya”. Insiden ini bermula dari
beberapa orang Belanda mengibarkan bendera Merah Putih Biru pada tiang di atas
Hotel Yamato, Tunjungan. Tentu saja tindakan ini menimbulkan amarah rakyat,
yang kemudian mereka menyerbu hotel itu dan menurunkan bendera tersebut serta
merobek bagian yang berwarna biru, lalu mengibarkan kembali bendera Merah
Putih.
b.
Pertempuran
Lima Hari di Semarang.
Pertempuran terjadi mulai tanggal 15
Oktober 1945 sampai tanggal 20 Oktober 1945. Kurang lebih sebanyak 2000 pasukan
Jepang berhadapan dengan TKR dan para pemuda. Peristiwa ini memakan banyak
korban dari kedua belah pihak. Bermula ketika kurang lebih 400 orang veteran AL
Jepang yang akan dipekerjakan untuk mengubah pabrik gula Cepiring Semarang
menjadi pabrik senjata, memberontak pada waktu dipindahkan ke Semarang,
kemudian menyerang polisi Indonesia yang mengawal mereka. Dr. Karyadi menjadi
salah satu korban sehingga namanya diabadikan menjadi nama salah satu rumah
sakit di kota Semarang sampai sekarang. Untuk memperingati peristiwa tersebut,
pemerintah membangun sebuah tugu yang diberi nama Tugu Muda
c.
Pertempuran
Surabaya Tanggal 10 November 1945.
Terjadinya pertempuran di Surabaya,
diawali oleh kedatangan atau mendaratnya Brigade 29 dari Divisi India ke – 23
di bawah pimpinan Brigadir Malllaby pada tanggal 25 Oktober 1945. Namun,
kedatangannya tersebut mengakibatkan terjadinya kerusuhan dengan pemuda karena
adanya penyelewengan kepercayaan oleh pihak sekutu. Pada tanggal 27 Oktober
1945, pemuda Surabaya berhasil memporak – porandakan kekuatan Sekutu. Bahkan,
hamper menghancurkannya, kemudian untuk menyelesaikan insiden tersebut diadakan
perundingan. Namun, pada saat perundingan, terjadi insiden Jembatan Merah dan
Brigadir Mallaby tewas.
Pada tanggal 9 November 1945, tentara
Sekutu mengeluarkan ultimatum yang isinya agar para pemilik senjata menyerahkan
senjata kepada Sekutu sampai tanggal 10 November 1945 pukul 06.00. ultimatum
itu tidak dihiraukan oleh rakyat Surabaya. Akibatnya, pecahlah perang di
Surabaya pada tanggal 10 November 1945, pemuda Surabaya melakukan perlawanan
dengan menyusun organisasi yang teratur di bawah komando Sungkono.
Bung Tomo, melalui siaran radio,
mengobarkan semangat perlawanan Pemuda Surabaya agar pantang menyerah kepada
penjajah, misalnya slogan Revolusi “Merdeka atau Mati”. Pertempuran ini
merupakan pertempuran yang paling dahsyat yang menelan korban 15.000 orang.
Peristiwa 10 November ini diperingati sebagai Hari Pahlawan oleh seluruh bangsa
Indonesia.
d.
Pertempuran
Ambarawa.
Pertempuran ini diawali oleh kedatangan
tentara Inggris di bawah pimpinan Brigjen Bethel di Semarang pada tanggal 20
Oktober 1945 untuk membebaskan tentara Sekutu. Setelah itu, menuju Magelang.
Karena Sekutu diboncengi oleh NICA dan membebaskan para tawanan Belanda secara
sepihak, maka terjadilah perlawanan dari TKR dan para pemuda. Pasukan Inggris
akhirnya terdesak mundur ke Ambarawa. Dalam peristiwa tersebut, Letkol Isdiman
gugur sebagai Kusuma Bangsa. Kemudian, Kolonel Sudirman sebagai Panglima Divisi
Banyumas, terjun langsung dalam pertempuran tersebut. Pada tanggal 15 Desember
1945 tentara Indonesia berhasil memukul mundur Sekutu sampai Semarang. Karena jasanya,
pada tanggal 18 Desember 1945, Kolonel Sudirman diangkat menjadi Panglima Besar
TKR dan berpangkat Jendral. Sampai sekarang, setiap tanggal 15 Desember
diperingati sebagai hari Infanteri.
e.
Pertempuran
Medan Area.
Pasukan Sekutu yang diboncengi oleh
serdadu Belanda dan NICA dibawah pimpinan Brigadir Jenderal TED Kelly, mendarat
di Medan pada tanggal 9 Oktober 1945. Pada tanggal 13 oktober 1945, terjadi
pertempuran pertama antara pemuda dan pasukan Belanda yang merupakan awal
perjuangan bersenjata yang dikenal dengan Medan Area. Bentrokan antara rakyat
dengan serdadu NICA menjalar ke seluruh kota Medan dan tentara Sekutu
mengeluarkan maklumat melarang rakyat membawa senjata serta semua senjata yang
ada harus diserahkan kepada Sekutu. Pertempuran terus terjadi ke daerah lain di
seluruh Sumatra, seperti di Padang, Bukit Tinggi dan Aceh dengan peristiwa
Krueng Panjol Bireuen sejak Bulan November 1945.
f.
Bandung
Lautan Api.
Pada tanggal 21 November 1945, Sekutu
mengeluarkan ultimatum pertama agar kota Bandung bagian utara dikosongkan oleh
pihak Indonesia selambat – lambatnya tanggal 29 November 1945 dengan alas an
untuk menjaga keamanan. Namun ultimatum tersebut tidak diindahkan oleh para
pejuang RI. Oleh karena itu, untuk kedua kalinya pada tanggal 23 Maret 1946,
tentara Sekutu kembali mengeluarkan ultimatum supaya Tentara Republik Indonesia
(TRI) mengosongkan Bandung, tetapi pimpinan TRI di Yogyakarta menginstruksikan
supaya Bandung tidak dikosongkan. Akhirnya, dengan berat hati, TRI mengosongkan
kota Bandung. Sebelum keluar dari bandung pada tanggal 23 maret 1946, para
pejuang RI menyerang markas sekutu dan membumihanguskan Bandung bagian selatan.
Untuk mengenang peristiwa tersebut, Ismail Marzuki mengabadikannya dalam sebuah
lagu yaitu Hallo – Hallo Bandung.
g.
Pertempuran
Margarana.
Pada tanggal 2 – 3 Maret 1946, Belanda
mendaratkan pasukannya di Bali. Saat itu, Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai
sedang mengadakan perjalanan ke Yogyakarta untuk mengadakan konsultasi dengan
Markas Tertinggi TRI mengenai pembinaan Resimen Sunda Kecil dan cara – cara
menghadapi Belanda. Sekembalinya dari Yogyakarta, kesatuan resimennya dalam
keadaan terpencar. I Gusti Ngurah Rai menggalang kekuatan dan menggempur
Belanda pada tanggal 18 November 1945. Karena kekuatan pasukan tidak seimbang
dan persenjataan yang kurang lengkap, akhirnya pasukan Ngurah Rai dapat
dikalahkan dalam pertempuran “Puputan” di Margarana sebelah utara Tabanan Bali,
hingga I Gusti Ngurah Rai gugur bersama anak buahnya.
h.
Perlawanan
Terhadap Agresi Militer Belanda.
Belanda selalu berusaha menguasai
Indonesia dengan berbagai cara. Berbagai perundingan yang dilakukan sering kali
dilanggar dengan berbagai alas an. Untuk menguasai seluruh wilayah Indonesia,
Belanda melancarkan agresi militer sebanyak dua kali. Agresi Militer I
dilaksanakan pada tanggal 21 Juli 1947, dengan menguasai daerah – daerah yang
dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Indonesia secara resmi mengadukan agresi militer ini kepada PBB dan
akhirnya atas tekanan resolusi PBB tercapai genjatan senjata.
Agresi kembali dilakukan pada 19
Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota
Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Syahrir dan
beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota Negara ini, menyebabkan dibentuknya
Pemerintah Darurat RI di Sumatra yang dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara.
Setelah Yogyakarta dikuasai Belanda, perlawanan bangsa Indonesia dilakukan
dengan mengubah strategi dengan cara perang gerilya. Salah satu hasil perang
gerilya adalah Serangan Umum tanggal 1 Maret 1949, yang dipimpin oleh Jenderal
Sudirman. Serangan ini memberi dampak bagi dunia internasional tentang keberadaan
NKRI.
i.
Perang
Gerilya.
Perlawanan bangsa Indonesia juga
menggunakan strategi perang gerilya, yaitu perang dengan berpindah – pindah
tempat. Sewaktu – waktu menyerang berbagai posisi tentara Belanda, baik di
jalan maupun di markasnya. Salah satu perang gerilya, dipimpin oleh Jenderal
Soedirman. Ia bergerilya dari luar kota Yogyakarta selama 8 Bulan ditempuh
kurang lebih 1.000 KM di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak jarang,
Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam keadaan sakit keras.
Setelah berpindah – pindah dari beberapa desa, rombongan Soedirman kembali ke
Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.
Kolonel A.H. Nasution, selaku Panglima
Tentara dan Teritorium Jawa, menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter yang
kemudian dikenal sebagai Perintah Siasat Nomor I, salah satu pokok isinya ialah
tugas pasukan – pasukan yang berasal dari daerah – daerah federal untuk
menyusup ke belakang garis musuh dan membentuk kantong – kantong gerilya
sehingga seluruh pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang luas.
Salah satu pasukan yang harus menyusup
ke belakang garis musuh adalah Pasukan Siliwangi. Pada tanggal 19 desember
1948, bergeraklah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menuju daerah – daerah
kantong yang telah ditetapkan di Jawa barat. Perjalanan ini dikenal dengan nama
Long March Siliwangi, yaitu sebuah perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai,
mendaki gunung, menuruni lembah, melawan rasa lapar dan letih, serta dibayangi
bahaya serangan musuh.
2.
Perjuangan
Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia Melalui Jalur Diplomasi.
Selain melalui perjuangan fisik, para
pahlawan bangsa pun berjuang melalui jalur diplomasi. Perjuangan melalui jalur
diplomasi ini dilakukan melalui berbagai perundingan terutama dengan Belanda.
Tujuannya yakni agar Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sebagai sebuah
Negara yang merdeka dan mempunyai kedudukan yang sama dengan Negara lainnya
yang sudah terlebih dahulu merdeka. Berikut beberapa perundingan yang dilakukan
oleh Indonesia dengan Belanda pada masa revolusi kemerdekaan.
a.
Perjanjian
Linggarjati.
Perundingan Linggarjati adalah suatu
perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat pada
tanggal 10 – 15 November 1946 yang menghasilkan persetujuan mengenai status
kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka
Jakarta pada tanggal 15 November 1946 dan ditandatangani secara sah oleh kedua
Negara pada tanggal 25 Maret 1947.
Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir,
sedangkan Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jenderal dan dipimpin
oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J. van Mook. Dalam perundingan tersebut,
Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator. Hasil perundingan terdiri dari 17 pasal yang antara lain berisi hal –
hal berikut :
1. Belanda
mengakui secara De Facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatra dan
Madura.
2. Belanda
harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
3. Pihak
Belanda dan Indonesia sepakat membentuk Negara Republik Indonesia Serikat
(RIS).
4. Dalam
bentuk RIS, Indonesia harus terkabung dalam Commonwealth / Persemakmuran
Indonesia – Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.
b.
Perjanjian
Renville.
Perjanjian Renville diambil dari nama
sebutan kapal perang milik Amerika Serikat yang dipakai sebagai tempat
perundingan antara pemerintah Indonesia dan pihak Belanda, dengan Komisi Tiga
Negara (Amerika Serikat, Belgia dan Australia) sebagai perantaranya. Dalam
perundingan itu, delegasi Indonesia diketuai oleh Perdana Menteri Amir
Syarifuddin dan pihak Belanda menempatkan seorang warga Indonesia yang bernama
Abdulkadir Wijoyoatmojo sebagai ketua delegasinya. Penempatan Abdulkadir
Wijoyoatmojo ini merupakan siasat pihak Belanda dengan menyatakan bahwa
pertikaian yang terjadi antara Indonesia dengan Belanda merupakan masalah dalam
negeri Indonesia dan bukan menjadi masalah internasional yang perlu adanya
campur tangan Negara lain.
Adapun
isi Perjanjian Renville itu, diantaranya sebagai berikut :
1. Belanda
tetap berdaulat sampai terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS).
2. Republic
Indonesia sejajar kedudukannya dalam Uni Indonesia Belanda.
3. Sebelum
Republik Indonesia Serikat terbentuk, Belanda dapat menyerahkan kekuasaannya
kepada pemerintah federal sementara.
4. Republic
Indonesia menjadi Negara bagian dari Republik Indonesia Serikat.
5. Antara
6 bulan sampai 1 tahun, akan diselenggarakan pemilihan umum untuk membentuk
Konstituante RIS.
6. Tentara
Indonesia di daerah pendudukan Belanda (daerah kantong) harus dipindahkan ke
daerah Republik Indonesia.
Perjanjian
Renville berhasil ditandatangani oleh kedua belah pihak pada tanggal 17 Januari
1948. Penjanjian Renville ini menyebabkan kedudukan Republik Indonesia semakin
tersudut dan daerahnya semakin sempit. Hal ini merupakan akibat dari diakuinya
garis Van Mook sebagai garis perbatasan baru hasil Agresi Militer Belanda I.
sementara itu, kedudukan Belanda semakin bertambah kuat dengan terbentuknya
Negara – Negara boneka.
Setelah
penandatanganan Perjanjian Renville, pihak pemerintahan Indonesia menghadapi
tantangan sangat berat dan mengakibatkan Kabinet Amir Syarifuddin jatuh.
Cabinet Amir Syarifuddin kemudian digantikan oleh Kabinet Hatta. Namun, di
bawah pemerintahan Hatta, muncul banyak rongrongan dan salah satunya dilakukan
oleh bekas Perdana Menteri Amir Syarifuddin dengan organisasinya yang bernama
Front Demokrasi Rakyat. Puncak dari pergolakan itu adalah pemberontakan PKI
Madiun pada tahun 1948. Keadaan seperti itu, dimanfaatkan pihak Belanda untuk
melancarkan Agresi Militer II.
c.
Perundingan
Roem – Royen.
Titik terang dalam sengketa penyelesaian
konflik antara pihak Indonesia – Belanda terlihat. Hal ini dikarenakan kedua
belah pihak bersedia untuk maju ke meja perundingan. Keberhasilan membawa
masalah Indonesia – Belanda ke meja perundingan, tidak terlepas dari inisiatif
komisi PBB untuk Indonesia. Pada tanggal 4 April 1949, dilaksanakan perundingan
di Jakarta di bawah pimpinan Merle Cochran, anggota komisi dari Amerika
Serikat. Delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Mr. Mohammad Roem.
Dalam perundingan Roem – Royen, pihak
Republik Indonesia tetap berpendirian bahwa pengembalian pemerintahan RI ke
Yogyakarta, merupakan kunci pembuka untuk perundingan selanjutnya. Sebaliknya,
pihak Belanda menuntut penghentian perang gerilya oleh pihak RI. Akhirnya, pada
tanggal 7 Mei 1949, berhasil dicapai persetujuan antara pihak Belanda dengan
pihak Indonesia. Kemudian, disepakati kesanggupan kedua belah pihak untuk
melaksanakan Resolusi Dewan Keamanan PBB pada tanggal 28 Januari 1949 dan
persetujuan pada tanggal 23 Maret 1949. Pernyataan
pemerintah Republik Indonesia dibacakan oleh Ketua Delegasi Indonesia, Mr.
mohammad Roem yang antara lain berisi sebagai berikut :
1. Pemerintah
RI akan mengeluarkan perintah penghentian perang gerilya.
2. Kedua
belah pihak bekerja sama dalam hal mengembalikan perdamaian dan menjaga
keamanan serta ketertiban.
3. Belanda
turut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) yang bertujuan mempercepat
penyerahan kedaulatan lengkap dan tidak bersyarat kepada Negara RIS.
Pernyataan
Delegasi Belanda dibacakan oleh Dr. J.H. van Royen, yang berisi antara lain
sebagai berikut :
1. Pemerintah
Belanda menyetujui bahwa Pemerintah RI harus bebas dan leluasa melakukan
kewajiban dalam satu daerah yang meliputi Karesidenan Yogyakarta.
2. Pemerintah
Belanda membebaskan secara tidak bersyarat para pemimpin RI dan tahanan politik
yang ditawan sejak tanggal 19 Desember 1948.
3. Pemerintah
Belanda menyetujui bahwa RI akan menjadi bagian dari RIS.
4. Konferensi
Meja Bundar (KMB) akan diadakan secepatnya di Den Haag sesudah Pemerintah RI
kembali ke Yogyakarta.
Setelah tercapainya Perundingan Roem –
Royen, pada tanggal 1 Juli 1949, Pemerintah RI secara resmi kembali ke
Yogyakarta. Selanjutnya, disusul dengan kedatangan para pemimpin RI dari medan
gerilya. Panglima Besar Jenderal Sudirman tiba kembali di Yogyakarta pada
tanggal 10 Juli 1949. Setelah pemerintahan RI kembali ke Yogyakarta, pada
tanggal 13 Juli 1949 diselenggarakan siding cabinet. Dalam siding tersebut,
Syafruddin Prawiranegara mengembalikan mandate kepada wakil Presiden Moh.
Hatta. Dalam siding tersebut juga diputuskan Sri Sultan Hamengku Buwono IX
diangkat menjadi menteri pertahanan merangkap coordinator keamanan.
d.
Konferensi
Meja Bundar.
Konferensi Meja Bundar (KMB) yang
berlangsung di Den Haag pada tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949,
berhasil mengakhiri konfrontasi fisik antara Indonesia dengan Belanda. Hasil
konferensi tersebut yang paling utama adalah “Pengakuan dan Penyerahan”
kedaulatan dari Pemerintah Belanda kepada Pemerintah Indonesia tanggal 27
Desember 1949, yang disepakati akan disusun dalam struktur ketatanegaraan yang
berbentuk Negara federal, yaitu Negara RIS.
Disamping
itu, terdapat 4 hal penting lainnya yang menjadi isi kesepakatan dalam KMB,
diantaranya :
1. Pembentukan
Uni Belanda – RIS yang dipimpin oleh ratu belanda secara simbolis.
2. Soekarno
dan Moh. Hatta akan menjabat sebagai presiden dan wakil presiden RIS untuk
periode 1949 – 1950, dengan Moh. Hatta merangkap sebagai Perdana Menteri.
3. Irian
Barat masih dikuasai Belanda dan tidak dimasukkan kedalam RIS sampai dilakukan
perundingan lebih lanjut.
4. Pemerintah
Indonesia harus menanggung hutang negeri Hindia Belanda sebesar 4,3 Miliar
Gulden.
Di satu sisi, hasil KMB tersebut harus
dianggap sebagai sebuah kemajuan. Karena sejak saat itu, Belanda “Mengakui dan
Menyerahkan” kedaulatan kepada bangsa Indonesia. Dengan demikian, secara resmi
Indonesia menjadi Negara merdeka dan terlepas dari cengkeraman Belanda. Namun
disisi lain, kesepakatan yang dihasilkan dalam KMB tidak serta merta
menyelesaikan permasalahan bagi Indonesia. Terlebih bentuk Negara federal,
yaitu RIS adalah produk rekayasa van Mook yang suatu saat dapat dijadikan
strategi untuk merebut kembali Indonesia melalui politik devide et impera.
Perjuangan melalui perundingan,
membuktikan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang cinta damai. Kita tidak
mengutamakan kekerasan dalam menyelesaikan persoalan. Hal ini sesuai dengan
budaya bangsa Indonesia yang tercermin dalam ideology Pancasila. Kita mengutamakan
persatuan dan kesatuan, mengutamakan musyawarah mufakat.
3.
Ancaman
terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ancaman adalah setiap usaha dan
kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai membahayakan
kedaulatan Negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman
terhadap bangsa dan Negara Indonesia terdiri atas ancaman militer dan ancaman
Non militer. Ancaman Militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan
bersenjata yang terorganisasi serta dinilai mempunyai kemampuan yang
membahayakan kadaulatan Negara, keutuhan wilayah Negara dan keselamatan segenap
bangsa. Ancaman Militer dapat berbentuk agresi, pelanggaran wilayah, spionase,
sabotase, aksi terror bersenjata, pemberontakan dan perang saudara. Sementara
itu, ancaman Non Militer atau Nirmiliter memiliki karakteristik yang berbeda
dengan ancaman militer, yaitu tidak bersifat fisik serta bentuknya tidak
terlihat seperti ancaman militer. Ancaman Non Militer berbentuk ancaman
terhadap ideology, politik, ekonomi, social budaya, serta pertahanan dan
keamanan.
a.
Ancaman
Dari Dalam Negeri.
Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai
suku bangsa dengan latar belakang budaya yang berbeda – beda. Keanekaragaman
itu seharusnya dapat menjadi sebuah kekuatan yang dahsyat untuk menangkal semua
gangguan atau ancaman yang ingin memecah belah persatuan bangsa. Namun,
adakalanya perbedaan suku bangsa ini dapat menjadi sumber konflik yang dapat
menyebabkan perpecahan sehingga menjadi ancaman bagi Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Ancaman merupakan usaha – usaha yang
membahayakan kedaulatan Negara, keselamatan bangsa dan Negara. Potensi ancaman yang dihadapi NKRI dari
dalam negeri, antara lain sebagai berikut :
1. Disintegrasi
bangsa melalui gerakan – gerakan separatis berdasarkan sentiment kesukuan atau
pemberontakan akibat ketidakpuasan daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat. Gerakan
separatis ini terjadi di beberapa daerah, antara lain di Papua, Maluku, Aceh
dan Poso. Separatism atau keinginan memisahkan diri dari NKRI jika tidak
diketahui akar permasalahannya dan ditangani secepatnya akan membuat keutuhan
Republik Indonesia terancam.
2. Keresahan
social akibat kesenjangan ekonomi dan ketimpangan kebijakan ekonomi serta
pelanggaran hak asasi manusia yang pada gilirannya dapat menyebabkan huru –
hara / kerusuhan massa.
3. Upaya
penggantian ideologi Pancasila dengan ideology lain yang ekstrem atau tidak
sesuai dengan jiwa dan semangat perjuangan bangsa Indonesia.
4. Makar
atau penggulingan pemerintah yang sah dan konstitusional.
5. Munculnya
pemikiran memperluas daerah otonomi khusus tanpa alas an yang jelas, sehingga
persoalan – persoalan yang muncul di wilayah perbatasan dengan Negara lain.
6. Pemaksaan
kehendak golongan tertentu yang berusaha memaksakan kepentingannya secara tidak
konstitusional, terutama ketika system social politik tidak berhasil menampung
aspirasi yang berkembang dalam masyarakat.
7. Potensi
konflik antar kelompok / golongan, baik perbedaan pendapat dalam masalah
politik, konflik akibat pilkada, maupun akibat masalah SARA.
8. Melakukukan
kolusi, korupsi dan nepotisme yang sangat merugikan Negara dan bangsa karena
akan mengancam dan menghambat pembangunan nasional.
9. Kesenjangan
ekonomi, pemerataan pendapatan yang tidak adil antar kelompok dan antar daerah.
10. Penyalahgunaan
narkoba, pornografi dan porno aksi, pergaulan bebas, tawuran, dll.
Selain ancaman yang telah disebutkan di
atas, ada juga ancaman yang lainnya, yaitu cara pengambilan keputusan melalui
pangambilan suara terbanyak. Pengambilan keputusan dengan suara terbanyak
dianggap sebagai cara yang paling demokratis dalam menyelesaikan perbedaan
pendapat. Namun, seringkali cara ini menimbulkan rasa tidak puas bagi pihak
yang kalah sehingga mereka melakukan pengerahan massa atau melakukan tindak
kekerasan untuk memaksakan kehendaknya.
b.
Ancaman
Dari Luar Negeri.
Ancaman dari luar negeri yang paling
perlu diwaspadai pada saat ini adalah ancaman Non Militer. Dengan berakhirnya
perang dingin, maka ancaman militer semakin tidak menjadi perhatian. Namun,
tidak berarti ancaman militer tidak terjadi, seperti pelanggaran wilayah oleh
pesawat atau kapal perang Negara lain. Potensi ancaman dari luar lebih
berbentuk ancaman Non Militer, yaitu ancaman terhadap ideology, politik,
ekonomi dan social budaya.
1.
Ancaman
Terhadap Ideologi.
Ancaman terhadap ideology merupakan
ancaman terhadap dasar Negara dan ideology Pancasila. Masuknya ideology lain,
seperti liberalism, komunisme dan beberapa decade terakhir muncul ideology yang
berbasis agama, semakin mudah diterima oleh masyarakat Indonesia di era
globalisasi ini. Nilai – nilai ideology luar tersebut berbeda, bahkan terkadang
bertentangan dengan nilai – nilai Pancasila. Apabila kita tidak mampu menyaring
nilai – nilai tersebut, maka dapat mengaburkan nilai – nilai Pancasila.
Contohnya sikap individualis yang merupakan perwujudan liberalism. Yang menjadi
ciri masyarakat perkotaan saat ini.
2.
Ancaman
Terhadap Politik.
Ancaman terhadap politik ditunjukkan
dengan ikut campurnya Negara lain dalam urusan negeri Indonesia, seperti
masalah hak asasi manusia, hokum, pemilihan umum, dsb. System politik liberal
yang mengutamakan kepentingan individu atau kelompok menjadi ancaman dalam
kehidupan Demokrasi Pancasila. Bentrokan akibat tidak dapat menerima hasil
pemilihan umum, serta unjuk rasa yang berlangsung rusuh merupakan akibat
negative ideology liberal.
3.
Ancaman
Terhadap Ekonomi.
Ancaman terhadap ekonomi dalam era
perdagangan bebas perlu diperhatikan. Semakin bebasnya berbagai produk luar
negeri yang masuk ke Indonesia, menjamurnya restoran, investasi asing dan
perusahaan asing, dapat menjadi ancaman ekonomi nasional. Ketidakmampuan kita
dalam menghadapi globalisasi dan perdagangan bebas, dapat mengakibatkan
penjajahan dalam bentuk yang baru. Misalnya, sikap yang lebih menyukai produksi
luar negeri hanya karena gengsi, merupakan bentuk baru penjajahan bidang
ekonomi.
4.
Ancaman
bentuk lainnya.
Potensi ancaman lainnya adalah dalam bentuk
penjarahan sumber daya alam melalui eksploitasi sumber daya alam yang tidak
terkontrol sehingga merusak lingkungan, seperti illegal loging, illegal
fishing, penguasaan wilayah Indonesia, pencurian kekayaan alam, dan
penyelundupan barang.
5.
Ancaman
Terhadap Sosial Budaya.
Ancaman terhadap social budaya dilakukan
dengan menghancurkan moral dan budaya bangsa melalui disinformasi, propaganda,
peredaran narkoba, film – film porno atau berbagai kegiatan kebudayaan asing
yang dapat mempengaruhi bangsa Indonesia, terutama generasi muda.
6.
Ancaman
Terhadap Pertahanan dan Keamanan.
Ancaman terhadap pertahanan dan
keamanan, antara lain berupa pelanggaran wilayah oleh kapal atau pesawat
militer Negara lain, peredaran narkoba internasional, kejahatan internasional,
kehadiran kelompok asing yang membantu gerakan separatis, dsb.
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa potensi ancaman terhadap keamanan nasional dan pertahanan
Negara bisa datang dari mana saja. Pengalaman menunjukkan bahwa instabilitas dalam
negeri seringkali mengundang campur tangan asing, baik langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu, waspadalah dan pedulilah terhadap lingkunganmu.
D. Semangat dan Komitmen Persatuan dan
Kesatuan Nasional dalam Mengisi dan Mempertahankan NKRI.
1.
Upaya
Mengisi dan Mempertahankan NKRI.
NKRI yang diproklamasikan pada tanggal
17 Agustus 1945 mempunyai tekad untuk mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan
serta kedaulatan bangsa dan Negara berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI
Tahun 1945. Oleh karena itu, dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan
merupakan factor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa.
Segenap warga Negara harus selalu menjaga kehormatan bangsa dan Negara sebagai
bagian dari bangsa dan Negara Indonesia. Hal tersebut dilakukan dalam rangka
mempertahankan eksistensi Negara sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat. Ada
atau tidaknya Negara ini tergantung dari rakyatnya sendiri untuk mempertahankan
keberadaannya.
Dalam pasal 27 ayat (3) UUD Negara RI
Tahun 1945 dijelaskan bahwa setiap warga Negara itu memiliki hak dan kewajiban
dalam upaya pembelaan Negara. Bela Negara merupakan tekad, sikap dan tindakan
warga Negara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi
oleh kecintaan terhadap tanah air, kerelaan berkorban untuk tetap tegaknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI Tahun 1945.
Upaya bela Negara, selain sebagai kewajiban dasar manusia, juga merupakan
kehormatan bagi setiap warga Negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran,
tanggung jawab dan rela berkorban dalam pengabdian kepada Negara dan bangsa.
Semangat dan komitmen para pejuang tempo
dulu dalam meraih kemerdekaan, dilandasi dengan keteguhan dan keyakinan
pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa. Hal tersebut juga masih diperlukan
dalam rangka mengisi dan mempertahankan NKRI.
Menurut Pasal 30 ayat (1) UUD Negara RI
Tahun 1945, dijelaskan bahwa setiap warga Negara juga mempunyai hak dan
kewajiban dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara. Usaha pertahanan dan
keamanan Negara itu dilaksanakan melalui system pertahanan keamanan rakyat
semesta (Sishankamrata), yang dilaksanakan oleh TNI dan Polri sebagai kekuatan
utama serta rakyat sebagai kekuatan pendukung. TNI yang terdiri atas Angkatan
Darat, Laut dan Udara merupakan alat Negara yang bertugas mempertahankan,
melindungi dan memelihara keutuhan serta kedaulatan Negara. Sementara itu,
Polri merupakan alat Negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat
yang bertugas mengayomi, melindungi dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum.
Dalam
penjelasan UU No. 3 Tahun 2002, dinyatakan bahwa pandangan hidup bangsa
Indonesia tentang pertahanan Negara adalah sebagaimana ditentukan dalam
Pembukaan dan Pasal – pasal UUD Negara RI Tahun 1945, yaitu sebagai berikut :
a. Kemerdekaan
ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
b. Pemerintah
Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan social.
c. Hak
dan kewajiban setiap warga Negara, untuk ikut serta dalam upaya pembelaan
Negara.
d. Bumi,
air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan
pandangan hidup tersebut, bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan pertahanan
Negara menganut prinsip sebagai berikut :
a. Bangsa
Indonesia berhak dan wajib membela serta mempertahankan kemerdekaan dan
kedaulatan Negara, keutuhan wilayah, serta keselamatan segenap bangsa dari
segala ancaman.
b. Pembelaan
Negara diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya pertahanan Negara merupakan
tanggung jawab dan kehormatan bagi setiap warga yang didasarkan pada kesadaran
hak dan kewajiban warga Negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri.
c. Bangsa
Indonesia cinta perdamaian, tetapi lebih cinta kepada kemerdekaan dan
kedaulatannya.
d. Bangsa
Indonesia menentang segala bentuk penjajahan dan menganut politik luar negeri
bebas aktif.
e. Bentuk
pertahanan Negara bersifat semesta, dalam arti melibatkan seluruh rakyat dan
segenap sumber daya nasional, sarana dan prasarana nasional, serta seluruh wilayah
Negara sebagai satu kesatuan pertahanan.
f. Pertahanan
Negara disusun berdasarkan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan
umum, lingkungan hidup, ketentuan hokum nasional, hokum internasional dan
kebiasaan internasional, serta prinsip hidup berdampingan secara damai dengan
memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai Negara kepulauan.
Keikutsertaan
warga Negara dalam upaya bela Negara menurut UU No. 3 Tahun 2002 Pasal 9 ayat
(2) dapat diselenggarakan melalui hal – hal berikut :
a.
Pendidikan
Kewarganegaraan.
Dimaksudkan untuk membentuk bangsa
Indonesia menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memiliki focus
pembelajaran pada pembekalan pengetahuan, pembinaan sikap, perilaku dan
pelatihan keterampilan sebagai warga Negara yang demokratis, taat hukum dalam
kehidupan bermasyarakat, mengacu pada kompetensi Kewarganegaraan, yaitu :
1. Pengetahuan
Kewarganegaraan (Civic Knowledge).
2. Keterampilan
Kewarganegaraan (Civic Skills).
3. Watak
– Watak Kewarganegaraan (Civic Disposition)
b.
Pelatihan
Dasar Kemiliteran.
Merupakan usaha untuk membantu TNI dan
Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban Negara. Misalnya, pelatihan dasar
militer yang dilakukan di lingkungan perguruan tinggi, baik sebagai anggota
Resimen Mahasiswa (Menwa) atau melalui Pendidikan Pendahuluan Bela Negara
(PPBN)
c.
Pengabdian
sebagai Prajurit TNI dan Polri.
TNI berperan sebagai alat pertahanan
Negara RI yang bertugas mempertahankan kedaulatan Negara dan keutuhan wilayah,
melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa, melaksanakan operasi militer
selain perang dan ikut secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian
regional dan internasional. Sementara itu, tugas utama Polri adalah sebagai
alat Negara yang memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, melindungi,
mengayomi dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum.
d.
Pengabdian
sesuai dengan Profesi.
Merupakan pengabdian semua warga Negara
yang sesuai dengan profesi dan kemampuan yang dimilikinya yang dilandasi
kesadaran akan cinta tanah air serta semangat rela berkorban untuk kepentingan
dan kemajuan bangsa termasuk dalam menanggulangi dan atau memperkecil akibat
yang ditimbulkan oleh perang, bencana alam dan bencana lainnya.
Seluruh warga Negara memiliki hak dan
kewajiban untuk berpartisipasi atau turut serta dalam upaya pembelaan Negara.
Pembelaan Negara bukan hanya dilakukan oleh para pahlawan tempo dulu dalam
berjuang meraih kemerdekaan atau dalam mempertahankan kemerdekaan saja, namun
kita semua sebagai pemilik negeri ini sampai kapanpun harus turut berjuang
untuk mempertahankan kedaulatan serta memajukan bangsa.
2.
Perwujudan
Bela Negara Dalam Berbagai Aspek Kehidupan.
Upaya pembelaan Negara, pada dasarnya
didorong oleh rasa cinta terhadap tanah air, sikap rela berkorban untuk
kepentingan bangsa dan Negara, serta mampu menempatkan persatuan dan kesatuan,
juga keselamatan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Partisipasi masyarakat dalam upaya
pembelaan Negara dapat dilakukan dalam berbagai bidang kehidupan, baik bidang
ideology, politik, ekonomi, social budaya dan pertahanan keamanan sesuai dengan
bidang profesinya masing – masing. Berikut ini beberapa contoh partisipasi
masyarakat dalam upaya pembelaan Negara dalam berbagai bidang.
a.
Ideologi.
Ideology Negara kita adalah Pancasila.
Sebagai warga Negara, kita harus memahami nilai – nilai Pancasila serta mampu
mengamalkannya dalam kehidupan sehari – hari. Wujud partisipasi warga Negara
dalam membela Negara di bidang ideology, misalnya percaya dan yakin terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dengan selalu menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran
agamanya masing – masing, saling menghormati dan mencintai antar sesame manusia
dengan selalu melakukan kegiatan kemanusiaan, menempatkan persatuan dan
kesatuan dengan mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi,
mengutamakan musyawarah dalam penyelesaian masalah yang menyangkut kepentingan
bersama, melakukan berbagai kegiatan yang mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan social, serta menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
b.
Politik
dan Hukum.
Meningkatkan stabilitas politik nasional
demi kelangsungan hidup pemerintahan yang berdaulat, dapat dilakukan dengan
turut serta menyukseskan pemilihan umum, pemilihan kepala daerah (Pilkada),
pemilihan pemimpin organisasi dan bentuk pemilihan lainnya. Kegiatan
menyampaikan aspirasi secara lisan ataupun tertulis dilakukan dengan sopan,
bersikap kritis terhadap segala permasalahan. Upaya lainnya, dengan memberikan
saran atau usul kepada pihak – pihak yang berwenang, tidak melakukan perbuatan
curang atau politik uang (Money Politic) dalam mencapai suatu tujuan. Selain
itu, turut melaksanakan kebijakan – kebijakan serta peraturan perundang –
undangan yang dibuat oleh pemerintah. Salah satu kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah adalah menetapkan peraturan perundang – undangan tentang pajak.
Warga Negara yang dinyatakan telah memenuhi syarat sebagai wajib pajak, harus
membayar pajaknya sebelum jatuh tempo. Karena salah satu pendapatan Negara yang
digunakan untuk pembangunan nasional diperoleh melalui pajak yang dibayarkan
oleh warga Negara. Jika warga Negara tidak membayar pajak, maka pembangunan
nasional pun akan terhambat.
c.
Ekonomi.
Dalam bidang ekonomi, setiap warga
Negara dituntut untuk dapat meningkatkan taraf hidupnya yang lebih baik dalam
rangka pemenuhan kebutuhan ekonominya dengan :
1. Bekerja
mencari nafkah.
2. Melakukan
transaksi jual beli sesuai dengan kesepakatan bersama dan ketentuan yang
berlaku.
3. Mengembangkan
usaha kecil, menengah dan koperasi agar lebih efisien, produktif dan berdaya
saing, sehingga dapat membantu pemerintah dalam meningkatkan devisa bagi
Negara.
d.
Sosial
Budaya.
Masyarakat Indonesia yang tersebar dari
Sabang sampai Merauke, memiliki keragaman suku bangsa, budaya, agama, ras dan
golongan. Oleh karena itu, kita dituntut untuk mewujudkan kehidupan masyarakat
yang ber – Bhineka Tunggal Ika dengan mempererat hubungan baik antar warga
masyarakat dengan mengembangkan sikap toleransi antar suku bangsa, agama, ras
dan antar golongan, memberikan bantuan kepada warga masyarakat yang tertimpa
musibah bencana alam, mengalami kemiskinan, anak – anak jalanan, orang – orang
cacat, orang – orang lanjut usia / jompo, mengembangkan bakat dan kemampuan
masing – masing seperti dalam bidang seni atau olahraga sehingga dapat
meningkatkan prestasi yang membanggakan dan membawa harum nama baik daerahnya
maupun bangsa, melestarikan adat istiadat dan budaya daerah sebagai salah satu
unsur budaya nasional, memelihara dan melestarikan lingkungan hidup sehingga
terhindar dari bencana alam, seperti banjir atau longsor.
e.
Pertahanan
dan Keamanan.
Dalam mewujudkan system pertahanan
keamanan rakyat semesta, diperlukan partisipasi dari seluruh lapisan
masyarakat. Misalnya melakukan kegiatan Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling)
di wilayahnya masing – masing. Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) dapat
diintegrasikan kedalam system pendidikan nasional yang diselenggarakan di
sekolah atau di luar sekolah. Kegiatan pembelajaran dalam semua mata pelajaran,
maupun dalam upacara bendera serta kegiatan elstrakurikuler, seperti Pramuka,
PKS, PMR, penghijauan, Karya Ilmiah Remaja, dll.
Keanggotaan Rakyat Terlatih (Ratih)
sebagai salah satu bentuk keikutsertaan warga Negara yang menunjukkan sifat
kesemestaan dan keserbagunaannya dalam penyelenggaraan pertahanan keamanan
Negara. Kegiatan Ratih meliputi Pertahanan Sipil (hansip), Perlawanan Rakyat
(Wanra), Keamanan Rakyat (Kamra) dan Resimen Mahasiswa (Menwa).
Kegiatan Perlindungan Masyarakat sebagai
organisasi masyarakat untuk melakukan fungsi menanggulangi / memperkecil akibat
malapetaka yang ditimbulkan oleh perang atau bencana alam.
Pengabdian sebagai Prajurit TNI dan Polri, dimana
TNI bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan Negara untuk mempertahankan
kedaulatan Negara, keselamatan wilayah, melindungi kehormatan dan keselamatan
bangsa, melaksanakan operasi militer selain perang, dan ikut serta secara aktif
dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional. Sementara itu,
Polri berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan
supremasi hokum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Comments
Post a Comment